Senin, 06 Februari 2017

Hakikat pengembangan kognitif AUD


Mata Kuliah
:
Metode Pengembangan Kognitif AUD
Tatap Muka Ke-
:
2
Materi
:
Hakikat pengembangan kognitif AUD, berbagai teori dan pendekatan tentang pengembangan kognitif
Dosen Pengampu
:
Robik Anwar Dani, M.Psi


PENGEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI

A.   Hakikat Pengembangan Kognitif
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang istimewa karena memiliki akal dan pikiran. Kedua hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Melalui akal dan pikiran yang dimiliki, seharusnya manusia dapat bertingkah laku sesuai dengan kodratnya sebagai “individu manusia”. Hal ini dapat dengan mudah kita wujudkan lewat pikiran, tutur kata dan melalui perbuatan atau tindakan kita. Hendaknya semua itu dapat menggambarkan siapa diri kita yang sesungguhnya, sesuai dengan kodrat yang telah dilimpahkan oleh Sang Maha Pencipta.

Sebuah pertanyaan klasik yang sering dilontarkan adalah “Apakah semua manusia mampu menggunakan akal dan pikiran sebagaimana seharusnya sesuai dengan fungsi dari alat berpikir tersebut?“. Sebagai ilustrasi, seorang anak berusia 5 tahun bernama Bamby telah mampu menjawab pertanyaan “mengapa kita tidak boleh menyakiti binatang peliharaan seperti menendang anak kucing?“. Dia menjawab bahwa “kucing juga makhluk hidup seperti dia, yang kalau ditendang juga akan merasakan sakit. Dalam hal ini Bamby dapat dianggap sebagai seorang anak yang inteligen atau brilliant karena mampu menganalisis hubungan sebab-akibat.
Kemampuan kognitif diperlukan oleh anak dalam rangka mengembangkan pengetahuannya tentang apa yang mereka lihat, dengar, rasa, raba ataupun cium melalui pancaindra yang dimilikinya. Di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini seperti di Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain, Pos PAUD dan lembaga pendidikan sejenis lainnya, pengembangan kognitif dikenal juga dengan istilah pengembangan daya pikir atau pengembangan intelektual
Pada hakikatnya pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. Sedangkan kognitif merupakan suatu proses berpikir, yakni kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Kemampuan kognitif individu berhubungan dengan inteligensi yang dimilikinya. Kognitif/kognisi lebih bersifat pasif atau statis yang merupakan potensi atau daya memahami sesuatu. Sedangkan inteligensi lebih bersifat aktif yang merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya atau potensi tersebut yang berupa aktivitas atau perilaku.
Jadi pengembangan kognitif dapat diartikan sebagai usaha untuk memanfaatkan kemampuan atau potensi individu dalam memahami sesuatu guna meningkatkan fungsi, manfaat, dan penerapan kemampuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan kognitif pada anak mengacu pada perkembangan kemampuan anak dalam berpikir dan kemampuan untuk memberikan alasan. Proses perkembangan kognitif membuat anak mampu mengingat, membayangkan bagaimana cara memecahkan soal, menyususn strategi kreatif atau menghubungkan kalimat menjadi pembicaraan yang bermakna.

B.   Dasar Teori Pengembangan Kognitif
Terdapat tiga pendekatan klasik dalam pengembangkan kognitif pada usia anak-anak awal, yaitu:
1.    Pendekatan behavioris, mempelajari mekanika dasar pembelajaran. Pendekatan tersebut memberikan pehatian terhadap bagaimana perilaku berubah sebagai respon terhadap sebuah pengalaman.
2.    Pendekatan psikometris, mencoba mengukur perbedaan kuantitatif dalam memampuan kognitif dengan menggunakan tes yang mengindikasikan kemampuan ini.
3.    Pendekatan piagetian, memperhatikan perubahan atau langkah-langkan dalam kualitas fungsi kognitif. Pendekatan tersebut memberikan perhatian tentang bagaimana pikiran menstruktur aktivitasnya dalam beradaptasi dengan lingkungannya.
Ketiga pendekatan ini, membantu kita dalam memahami perkembangan kognitif, yang kemudian akan diperjelas dengan berbagai teori yang mendukung. Selanjutnya, dalam rangka mengoptimalkan pengembangan potensi kognitif pada setiap individu maka para ahli telah mengemukakan berbagai teori, berikut akan diuraikan pendapat para ahli tersebut dengan teori-teori mereka.
1.    Teori Dua Faktor (Cherles Spearman)
Teori ini berpendapat bahwa kognisi meliputi kemampuan yang diberi kode “g” (general factor) dan kemampuan khusus yang diberi kode “s” (specific factor). Setiap individu memiliki kedua kemampuan ini, keduanya menentukan penampilan atau perilaku mentalnya.
2.    Teori Kemampuan Mental Primer (Thurstone)
Kognisi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu:
a.    pemahaman bahasa (verbal comprehension);
b.    mengingat (memory);
c.    bernalar (reasoning);
d.    pemahaman ruang (spatial factor);
e.    kemampuan menggunakan bilangan (numerical ability);
f.     kelancaran penggunaan kata-kata (word fluency);
g.    kecepatan memahami (perceptual speed).
3.    Teori Kecerdasan Jamak (Guildford & Gardner)
Guilford berpendapat bahwa kognisi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu operasi mental, isi (content) dan hasil (product). Menurut Guilford keterkaitan antara ketiga kategori berpikir atau kemampuan intelektual tersebut, telah melahirkan 180 kombinasi kemampuan. Model struktur intelektual Guilford ini telah mengembangkan wawasan tentang hakikat kognitif dengan menambah faktor-faktor seperti “social judgment” (evaluasi terhadap orang lain) dan kreativitas (berpikir “divergen”). Sedangkan Gardner membagi kognisi ke dalam delapan jenis, yaitu kecerdasan logika matematika, kecerdasan menggunakan bahasa, kecerdasan musik, kecerdasan mengenal ruang/visual spatial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan dalam pribadi/intrapersonal dan kecerdasan dalam interpersonal serta kecerdasan mengenal alam/naturalistik.
4.    Teori Triachic of Intelligence (Stenberg)
Teori ini merupakan pendekatan proses kognitif untuk memahami kognisi. Stenberg mengartikannya sebagai suatu “deskripsi tiga bagian kemampuan mental” (proses berpikir, mengatasi pengalaman atau masalah baru, dan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapi) yang menunjukkan tingkah laku kognitif. Dengan kata lain, tingkah laku kognitif itu merupakan produk (hasil) dari penerapan strategi berpikir, mengatasi masalah-masalah baru secara kreatif dan cepat, dan penyesuaian terhadap konteks dengan menyeleksi dan beradaptasi dengan lingkungan.

C.   Perilaku Kognitif Anak Usia Dini
Suatu perilaku atau perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan kognitif atau inteligen harus memenuhi beberapa persyaratan. Berikut adalah ciri perilaku kognitif pada anak usia dini:
1.    Kemampuan mengatasi masalah, yaitu kemampuan anak mampu memecahkan masalah baru yang lebih tinggi dari pada tingkat kemampuannya. Contoh: Andi siswa TK A mampu menyusun lebih dari 20 kepingan puzzle, sementara teman sebayanya baru mampu menyusun 10 keping saja dalam waktu yang sama.
2.    Perbuatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan, praktis, ekonomis (tepat guna), cepat, dan akurat. Apabila ada soal yang mudah dan sukar maka anak akan mengerjakan tugas atau soal yang mudah lebih dulu kemudian yang sukar. Contoh: Rani anak berusia lima tahun memilih mengerjakan menyusun 5 (lima) balok terlebih dahulu sebelum ia membangun sebuah piramida dari balok.
3.    Masalah yang dihadapi harus mengandung kesulitan satu tingkat di atasnya. Tugas bagi anak kelas 1 SD dapat diselesaikan oleh anak kelas TK B. Contoh: Ahmad anak TK B mampu membaca buku cerita anak dengan lancar.
4.    Keterangan solusinya harus dapat diterima oleh masyarakat. Apabila kita merasa lapar maka kita akan membeli makanan, bukan mencuri. Contoh: Desi siswa kelas TK B meskipun ia haus tidak mau mengambil minuman temannya tanpa izin.
5.    Kemampuan abstraksi digunakan dalam memecahkan masalah. Contoh: Lia anak berusia 4 tahun 6 bulan mampu mencari jejak (maze) yang diberikan oleh gurunya.
6.    Memerlukan tingkat konsentrasi yang tinggi. Contoh: Seorang anak bernama Rafi jari tangannya teriris oleh pisau, ia segera memanggil ibunya dan bukan hanya berteriak-teriak saja atau menangis tetapi tidak melakukan tindakan apapun.

D.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kognitif dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut:
1.    Keturunan
Teori hereditas atau nativisme pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer. Dia berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf inteligensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan, sejak faktor lingkungan tak berarti pengaruhnya. Para ahli psikologi Loehlin, Lindzey dan Spuhler berpendapat bahwa taraf inteligensi 75-80% merupakan warisan atau faktor keturunan. Pembawaan ditentukan oleh ciri-ciri yang dibawa sejak lahir (batasan kesanggupan). Meskipun anak-anak menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada (Monks, Knoers dan Haditono, 1999).
2.    Lingkungan
Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John Locke. Dia berpendapat bahwa manusia dilahirkan sebenarnya suci seperti kertas putih atau tabularasa. Menurut pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya. Berdasarkan pendapat John Locke tersebut perkembangan taraf inteligensi sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
3.    Kematangan
Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia kronologis.
4.    Pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja (sekolah/formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar/informal). Sehingga manusia berbuat inteligen untuk mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk penyesuaian diri.
5.    Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik lagi. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan di latih agar dapat terwujud. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Artinya, seseorang yang memiliki bakat tertentu, akan semakin mudah dan cepat mempelajari hal tersebut.

Materi di atas dapat didownload di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar