Mata Kuliah
|
:
|
Metode
Pengembangan Kognitif AUD
|
Tatap Muka Ke-
|
:
|
2
|
Materi
|
:
|
Hakikat
pengembangan kognitif AUD, berbagai teori dan pendekatan tentang pengembangan
kognitif
|
Dosen Pengampu
|
:
|
Robik Anwar Dani,
M.Psi
|
PENGEMBANGAN
KOGNITIF ANAK USIA DINI
A.
Hakikat Pengembangan Kognitif
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang istimewa karena memiliki
akal dan pikiran. Kedua hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk
ciptaan Tuhan yang lainnya. Melalui akal dan pikiran yang dimiliki, seharusnya
manusia dapat bertingkah laku sesuai dengan kodratnya sebagai “individu
manusia”. Hal ini dapat dengan mudah kita wujudkan lewat pikiran, tutur kata
dan melalui perbuatan atau tindakan kita. Hendaknya semua itu dapat
menggambarkan siapa diri kita yang sesungguhnya, sesuai dengan kodrat yang
telah dilimpahkan oleh Sang Maha Pencipta.
Sebuah pertanyaan klasik yang sering dilontarkan adalah “Apakah semua
manusia mampu menggunakan akal dan pikiran sebagaimana seharusnya sesuai dengan
fungsi dari alat berpikir tersebut?“. Sebagai ilustrasi, seorang anak berusia 5
tahun bernama Bamby telah mampu menjawab pertanyaan “mengapa kita tidak boleh
menyakiti binatang peliharaan seperti menendang anak kucing?“. Dia menjawab
bahwa “kucing juga makhluk hidup seperti dia, yang kalau ditendang juga akan merasakan
sakit. Dalam hal ini Bamby dapat dianggap sebagai seorang anak yang inteligen
atau brilliant karena mampu menganalisis hubungan sebab-akibat.
Kemampuan kognitif diperlukan oleh anak dalam rangka mengembangkan
pengetahuannya tentang apa yang mereka lihat, dengar, rasa, raba ataupun cium
melalui pancaindra yang dimilikinya. Di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
seperti di Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain, Pos PAUD dan lembaga pendidikan
sejenis lainnya, pengembangan kognitif dikenal juga dengan istilah pengembangan
daya pikir atau pengembangan intelektual
Pada hakikatnya pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah
terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.
Sedangkan kognitif merupakan suatu proses berpikir, yakni kemampuan individu
untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.
Kemampuan kognitif individu berhubungan dengan inteligensi yang dimilikinya.
Kognitif/kognisi lebih bersifat pasif atau statis yang merupakan potensi atau
daya memahami sesuatu. Sedangkan inteligensi lebih bersifat aktif yang
merupakan aktualisasi atau perwujudan dari daya atau potensi tersebut yang
berupa aktivitas atau perilaku.
Jadi pengembangan kognitif dapat diartikan sebagai usaha untuk memanfaatkan
kemampuan atau potensi individu dalam memahami sesuatu guna meningkatkan
fungsi, manfaat, dan penerapan kemampuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan kognitif pada anak mengacu pada perkembangan kemampuan anak dalam
berpikir dan kemampuan untuk memberikan alasan. Proses perkembangan kognitif
membuat anak mampu mengingat, membayangkan bagaimana cara memecahkan soal,
menyususn strategi kreatif atau menghubungkan kalimat menjadi pembicaraan yang
bermakna.
B.
Dasar Teori Pengembangan Kognitif
Terdapat tiga pendekatan klasik dalam pengembangkan kognitif pada usia
anak-anak awal, yaitu:
1.
Pendekatan behavioris, mempelajari mekanika
dasar pembelajaran. Pendekatan tersebut memberikan pehatian terhadap bagaimana
perilaku berubah sebagai respon terhadap sebuah pengalaman.
2.
Pendekatan psikometris, mencoba mengukur
perbedaan kuantitatif dalam memampuan kognitif dengan menggunakan tes yang
mengindikasikan kemampuan ini.
3.
Pendekatan piagetian, memperhatikan perubahan
atau langkah-langkan dalam kualitas fungsi kognitif. Pendekatan tersebut
memberikan perhatian tentang bagaimana pikiran menstruktur aktivitasnya dalam
beradaptasi dengan lingkungannya.
Ketiga pendekatan
ini, membantu kita dalam memahami perkembangan kognitif, yang kemudian akan
diperjelas dengan berbagai teori yang mendukung. Selanjutnya, dalam rangka
mengoptimalkan pengembangan potensi kognitif pada setiap individu maka para
ahli telah mengemukakan berbagai teori, berikut akan diuraikan pendapat para
ahli tersebut dengan teori-teori mereka.
1.
Teori Dua Faktor (Cherles Spearman)
Teori ini
berpendapat bahwa kognisi meliputi kemampuan yang diberi kode “g” (general
factor) dan kemampuan khusus yang diberi kode “s” (specific factor). Setiap
individu memiliki kedua kemampuan ini, keduanya menentukan penampilan atau
perilaku mentalnya.
2.
Teori Kemampuan Mental Primer (Thurstone)
Kognisi merupakan
penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu:
a.
pemahaman bahasa (verbal comprehension);
b.
mengingat (memory);
c.
bernalar (reasoning);
d.
pemahaman ruang (spatial factor);
e.
kemampuan menggunakan bilangan (numerical
ability);
f.
kelancaran penggunaan kata-kata (word
fluency);
g.
kecepatan memahami (perceptual speed).
3.
Teori Kecerdasan Jamak (Guildford &
Gardner)
Guilford berpendapat
bahwa kognisi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of
intellect”, yaitu operasi mental, isi (content) dan hasil (product).
Menurut Guilford keterkaitan antara ketiga kategori berpikir atau kemampuan
intelektual tersebut, telah melahirkan 180 kombinasi kemampuan. Model struktur
intelektual Guilford ini telah mengembangkan wawasan tentang hakikat kognitif
dengan menambah faktor-faktor seperti “social judgment” (evaluasi
terhadap orang lain) dan kreativitas (berpikir “divergen”). Sedangkan Gardner
membagi kognisi ke dalam delapan jenis, yaitu kecerdasan logika matematika,
kecerdasan menggunakan bahasa, kecerdasan musik, kecerdasan mengenal ruang/visual
spatial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan dalam pribadi/intrapersonal dan
kecerdasan dalam interpersonal serta kecerdasan mengenal alam/naturalistik.
4.
Teori Triachic of Intelligence (Stenberg)
Teori ini merupakan
pendekatan proses kognitif untuk memahami kognisi. Stenberg mengartikannya
sebagai suatu “deskripsi tiga bagian kemampuan mental” (proses berpikir,
mengatasi pengalaman atau masalah baru, dan penyesuaian terhadap situasi yang
dihadapi) yang menunjukkan tingkah laku kognitif. Dengan kata lain, tingkah
laku kognitif itu merupakan produk (hasil) dari penerapan strategi berpikir,
mengatasi masalah-masalah baru secara kreatif dan cepat, dan penyesuaian
terhadap konteks dengan menyeleksi dan beradaptasi dengan lingkungan.
C.
Perilaku Kognitif Anak Usia Dini
Suatu perilaku atau perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan
kognitif atau inteligen harus memenuhi beberapa persyaratan. Berikut adalah
ciri perilaku kognitif pada anak usia dini:
1.
Kemampuan mengatasi masalah, yaitu kemampuan
anak mampu memecahkan masalah baru yang lebih tinggi dari pada tingkat
kemampuannya. Contoh: Andi siswa TK A mampu menyusun lebih dari 20 kepingan
puzzle, sementara teman sebayanya baru mampu menyusun 10 keping saja dalam
waktu yang sama.
2.
Perbuatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan,
praktis, ekonomis (tepat guna), cepat, dan akurat. Apabila ada soal yang mudah
dan sukar maka anak akan mengerjakan tugas atau soal yang mudah lebih dulu
kemudian yang sukar. Contoh: Rani anak berusia lima tahun memilih mengerjakan menyusun
5 (lima) balok terlebih dahulu sebelum ia membangun sebuah piramida dari balok.
3.
Masalah yang dihadapi harus mengandung
kesulitan satu tingkat di atasnya. Tugas bagi anak kelas 1 SD dapat
diselesaikan oleh anak kelas TK B. Contoh: Ahmad anak TK B mampu membaca buku
cerita anak dengan lancar.
4.
Keterangan solusinya harus dapat diterima oleh
masyarakat. Apabila kita merasa lapar maka kita akan membeli makanan, bukan
mencuri. Contoh: Desi siswa kelas TK B meskipun ia haus tidak mau mengambil
minuman temannya tanpa izin.
5.
Kemampuan abstraksi digunakan dalam memecahkan
masalah. Contoh: Lia anak berusia 4 tahun 6 bulan mampu mencari jejak (maze)
yang diberikan oleh gurunya.
6.
Memerlukan tingkat konsentrasi yang tinggi.
Contoh: Seorang anak bernama Rafi jari tangannya teriris oleh pisau, ia segera
memanggil ibunya dan bukan hanya berteriak-teriak saja atau menangis tetapi
tidak melakukan tindakan apapun.
D.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Kognitif
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kognitif dapat dijelaskan
antara lain sebagai berikut:
1.
Keturunan
Teori hereditas atau
nativisme pertama kali dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer. Dia
berpendapat bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang
tidak dapat dipengaruhi lingkungan. Berdasarkan teorinya, taraf inteligensi
sudah ditentukan sejak anak dilahirkan, sejak faktor lingkungan tak berarti
pengaruhnya. Para ahli psikologi Loehlin, Lindzey dan Spuhler berpendapat bahwa
taraf inteligensi 75-80% merupakan warisan atau faktor keturunan. Pembawaan
ditentukan oleh ciri-ciri yang dibawa sejak lahir (batasan kesanggupan).
Meskipun anak-anak menerima latihan dan pelajaran yang sama,
perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada (Monks, Knoers dan Haditono, 1999).
2.
Lingkungan
Teori lingkungan
atau empirisme dipelopori oleh John Locke. Dia berpendapat bahwa manusia
dilahirkan sebenarnya suci seperti kertas putih atau tabularasa. Menurut
pendapatnya, perkembangan manusia sangatlah ditentukan oleh lingkungannya.
Berdasarkan pendapat John Locke tersebut perkembangan taraf inteligensi
sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari
lingkungan hidupnya.
3.
Kematangan
Tiap organ (fisik
maupun psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia
kronologis.
4.
Pembentukan
Pembentukan ialah
segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
inteligensi. Pembentukan dapat dibedakan menjadi pembentukan sengaja
(sekolah/formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam
sekitar/informal). Sehingga manusia berbuat inteligen untuk mempertahankan
hidup ataupun dalam bentuk penyesuaian diri.
5.
Minat dan Bakat
Minat mengarahkan
perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Apa
yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih
baik lagi. Sedangkan bakat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi
yang masih perlu dikembangkan dan di latih agar dapat terwujud. Bakat seseorang
akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya. Artinya, seseorang yang memiliki bakat
tertentu, akan semakin mudah dan cepat mempelajari hal tersebut.
Materi di atas dapat didownload di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar