Jumat, 29 November 2013

Peluang, Beberapa Asumsi Ilmu dan Batas-Batas Penjelajahan Ilmu

ONTOLOGI ILMU

A.    Peluang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pengertian peluang yaitu: (1) Kesempatan; (2) Ruang gerak, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang memberikan kemungkinan bagi suatu kegiatan untuk memanfaatkannya dalam usaha mencapai tujuan. Dalam perkembangannya peluang menjadi salah satu cabang ilmu yang baru yang kemudian dikenal dengan ilmu probabilistik atau ilmu peluang. Walau termasuk ilmu yang relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika berkembang cukup pesat. Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0 menyatakan bahwa suatu kejadian itu tidak mungkin terjadi. Dan angka 1 menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya bahwa peluang semua makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1.
Hukum statistika hanya menyatakan distribusi kemungkinan atau peluang dari nilai besaran dalam kasus-kasus individual. Misalnya peluang munculnya angka tertentu dari lemparan dadu adalah 1/6. Hukum statistik tidak meramalkan apa yang akan terjadi atau apa yang pasti terjadi dalam suatu lemparan dadu. Hukum ini hanya menyatakan jika kita melempar dalam jumlah lemparan yang banyak sekali maka setiap muka dadu diharapkan untuk muncul sama seringnya.
Kita tahu bahwa untuk menjelaskan fakta dari suatu pengamatan, tidak pernah pasti secara mutlak karena masih ada kemungkinan kesalahan pengamatan. Namun di luar dari pada itu jika hal ini ditinjau dari hakikat hukum keilmuwan maka terdapat kepastian yang lebih besar lagi. Hal itu karena ilmu menyimpulkan sesuatu dengan kesimpulan probabilistik. Ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan lewat penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi kita untuk mengambil keputusan, dimana keputusan harus berdasarkan penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif dengan demikian maka kata akhir dari suatu keputusan terletak di tangan kita dan bukan di teori-teori keilmuan. Oleh karena itu manusia yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya terhadap apa yang dinyatakan oleh ilmu tersebut.