Jumat, 16 Mei 2014

Extra Sensory Perception

Extra Sensory Perception (ESP) paling sering disebut “indra keenam”. Ini adalah informasi sensorik yang diterima seorang individu yang datang dari luar selain lima indra biasa (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan sentuhan). Sejarah istilah "ESP" digunakan pada tahun 1870 oleh Sir Richard Burton. Seorang peneliti Perancis Dr.Paulus Joire, pada tahun 1892 menggunakan istilah ESP untuk menggambarkan kemampuan orang yang telah dihipnosis atau berada di-trace eksternal negara untuk merasakan hal-hal tanpa menggunakan indera biasa.  Namun, fenomena kegiatan ESP telah diindikasikan jauh sebelumnya, beberapa bahkan mengatakan dalam zaman Alkitab.  Meskipun tidak ada bukti yang jelas mengenai kepastian dari fenomena ini telah menarik perhatian dan antusiasme dari banyak selama berabad-abad.

Pada tahun 1920-an seorang ahli mata Munich, Dr.Rudolph Tischner, menggunakan ESP dalam menggambarkan "eksternalisasi dari kepekaan". Kemudian pada tahun 1930-an Amerika JB Rhine parapsikologis mempopulerkan istilah untuk memasukkan fenomena psikis yang serupa dengan fungsi indera. Studi sistematis pertama ESP dilakukan pada tahun 1882, ketika Society for Physical Penelitian ini didirikan di London.  Jurnal-jurnal Proceedings masyarakat ini dan journal diterbitkan serta publikasi lainnya di Amerika Serikat dan Belanda.  Segera negara lainnya melaporkan penemuan serupa.  Namun, studi pertama ini ESP jarang eksperimental. Penelitian terdiri dari insiden yang spontan kebanyakan berada. Banyak dari individu-individu diteliti mengklaim diri "sensitives" atau paranormal. Jarang yang mereka diperiksa dibawah kondisi laboratorium yang menyerupai apapun. Para peneliti melakukan pemeriksaan jaksa pengacara mirip.
Ekstra Sensory Persepsi (ESP) melibatkan penerimaan informasi yang tidak diperoleh melalui fisik yang dikenali indera tetapi merasa dengan pikiran. Istilah ini diciptakan oleh peneliti psikis Jerman, Rudolf Tischner, dan diadopsi oleh psikolog Universitas Duke JB Rhine untuk menunjukkan psikis kemampuan seperti telepati dan clairvoyance, dan trans-operasi temporal precognition atau retrocognition. ESP juga kadang-kadang biasa disebut sebagai indra keenam, insting atau firasat, yang idiom Inggris sejarah. Menyiratkan istilah akuisisi informasi dengan cara eksternal untuk membatasi asumsi dasar ilmu, seperti organisme hanya dapat menerima informasi dari masa lalu hingga sekarang. Parapsikologi adalah studi tentang fenomena psikis paranormal, termasuk ESP. Parapsychologis umumnya menganggap semua ujian itu sebagai percobaan ganzfeld menyediakan bukti bagi keberadaan ESP. Para komunitas ilmiah tidak menerima ini karena bukti-bukti yang dipersengketakan dasar, kurangnya sebuah teori yang akan menjelaskan ESP, dan kurangnya teknik eksperimental yang dipercaya dapat memberikan hasil yang positif. Para konsensus ilmiah, seperti yang diungkapkan oleh National Science Foundation, telah diidentifikasi dan dijelaskan sepuluh mata pelajaran, termasuk ekstra persepsi, dan kepercayaan mereka menganggap mata pelajaran tersebut menjadi keilmu-ilmuan keyakinan.
JB Rhine Pada tahun 1930-an, di Universitas Duke di North Carolina, JB Rhine dan istrinya Louisa mencoba mengembangkan penelitian psikis percobaan sains.  Untuk menghindari konotasi dari keberadaan hantu dan pemanggilan arwah ruangan, mereka mengubah namanya menjadi "parapsikologi." Sementara Louisa Rhine berkonsentrasi pada account mengumpulkan kasus-kasus spontan, JB Rhine bekerja sebagian besar di laboratorium, dengan hati-hati mendefinisikan istilah-istilah seperti ESP dan psikologi dan mendesain percobaan untuk menguji mereka. Sebuah set kartu sederhana dikembangkan, awalnya disebut kartu Zener (setelah mereka desainer) kini disebut kartu ESP. Mereka menanggung simbol lingkaran, persegi, garis bergelombang, salib, dan bintang, ada lima kartu dari masing-masing dalam satu pak 25.
Extra Sensory Perception (ESP) termasuk dalam kelas fenomena yang lebih besar yang disebut fenomena parapsikokologi ( parapsychology phenomena). Fenomena ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a)      Persepsi ekstra sensoris (ESP), ada 3 macam:
1.      Telepati, atau pemindahan pikiran dari satu orang ke orang lainnya.
2.      ‘Clairvoyance’ (kemampuan melihat pikiran seseorang dan apa yang terjadi pada jarak jauh) atau persepsi akan benda dan peristiwa yang tidak mempengaruhi indera (seperti menyebutkan jumlah dan macam kartu yang ada di dalam amplop tertutup).
b)      ‘Precognition’, atau persepsi akan kejadian yang akan datang.
Psikokenesis (PK), memanipulasi objek secara mental tanpa menyentuhnya. (misalnya, ”kehendak” akan munculnya nomer tertentu pada waktu dadu dilempar).
Eksperimen Extra Sensory Perception (ESP)
Para penyelidik yang menyelidiki fenomena parapsikologis bekerja sesuai dengan ketentuan ilmiah biasa dan biasanya tidak menghubungkan percobaan mereka dengan spiritualisme, supernaturalisme, dan doktrin gaib lainnya. Banyak ahli ilmu jiwa yang tidak yakin sekalipun akan menerima bukti yang dapat memuaskan mereka. Sebagai contoh, kemungkinan adanya semacam pengaruh dari satu otak ke otak orang lain, selain melalui indera, tidak akan terbayangkan adanya dalam kerangka ilmu pengetahuan.
Kebanyakan penyelidikan awal tentang ESP ini dilakukan oleh Rhine (1942) dengan menggunakan prosedur suatu kartu tebak. Satu pak kartu khas ESP terdiri dari 25 kartu dengan 5 simbol yang berbeda-beda sehingga dengan menebak saja, orang yang dites dapat membagi rata 5 bagian dengan tepat dalam satu pak. Dalam percobaan khusus, kartu dikocok dan diletakkan diluar pandangan subjek, subjek kemudian menebak kartu sekaligus. Bila si penyelidik, atau si ‘pengirim’ melihat setiap kartu sebelum subjek memberi respon, penyelidikan ini berkaitan dengan telepati. Bila si penyelidik tidak melihat kartu tersebut/dalam keadaan tertutup dalam pak penyelidikan ini menyangkut ‘clairvoyance’.
Prosedur menebak kartu dapat tampak sebagai sesuatu yang dibuat-buat dan tidak bermanfaat bagi tindakan batiniah yang baik (“good psychic performance”), tetapi hal ini mempunyai beberapa keuntungan:
a)      Percobaan ini dapat diulang dengan subjek yang sama pada waktu yang berbeda.
b)      Hasil signifikansi statistik percobaan (jumlah tebakan yang tepat) dapat dievaluasi dengan menggunakan teknik statistik.
c)      Percobaan dapat dikendalikan, sehingga tidak mungkin terjadi penipuan.
Macam bukti yang digunakan untuk mendukung sifat penemuan yang tidak kebetulan ini digambarkan dengan giliran bermain yang berturut-turut dari seorang subjek yang peka yaitu Mrs. Gloria Stewart, yang dipelajarinya di England dalam jangka waktu yang panjang. Bila bukti ini dipandang dari sudut yang sama seperti berbagai percobaan lainnya. Maka jelas bahwa Mrs Stewart member reaksi lebih dari sekadar kebetulan pada percobaan telepati tetapi tidak merupakan percobaan ‘clairvoyance’.
Skeptisisme Tentang ESP
Salah satu alasan utama adanya skeptisisme tentang ESP ialah tidak adanya metode yang ditemukan untuk mendemonstasikan fenomena tersebut secara ajeg. Prosedur yang membuahkan hasil signifikan bagi seorang penyelidik tidak memberikan hasil yang sama bagi penyelidik lain. Sekalipun  penyelidik yang sama yang mengetes individu yang sama selama jangka waktu tertentu dapat memperoleh hasil yang signifikan pada satu peristiwa, namun tidak dapat mengulang hasil tersebut pada waktu yang lain.
Kritik yang kedua tentang riset ESP ini adalah bahwa hasilnya tidak bervariasi secara sistematis dengan adanya manipulasi percobaan yang berbeda-beda. Tetapi keberatan ini tidak seluruhnya ‘fair’. Beberapa hasil dilaporkan bahwa para subjek lebih berhasil pada percobaan awal dibandingkan dengan percobaan akhir dan terdapat bukti bahwa subjek yang bersikap positif menghasilkan sesuatu yang positif pula, sedangkan yang bersikap tidak menyenangkan menghasilkan skor dibawah kebetulan. Juga dilaporkan bahwa keadaan emosi pengirim dan penerima menurun sehingga dia dalam keadaan rileks (relax), maka ESP akan maksimal. akhirnya terdapat sejumlah penyelidikan yang menemukan bahwa ESP akan lebih baik bila penerima dalam keadaan mimpi/melamun atau dalam keadaan hipnotik dari pada dalam keadaan normal dan sedang berjalan. Argument yang digunakan terhadap ESP dan PK dapat diringkas sebagai berikut:
a)      Banyak klaim tentang fenomena luar biasa pada masa lalu telah terbukti curang.
b)      Banyak percobaan yang kelihatannya meyakinkan ternyata secara metodis ditemukan tidak sempurna.
c)      Metode eksperimental yang ditingkatkan gagal menghasilkan dampak yang lebih besar atau lebih ajeg dibandingkan metode yang sederhana.
d)     Pada umumnya tidak terdapat keajegan di dalam fenomena, yang menyebabkan pembuatan teori formal tidak dapat menggantikan spekulasi samar akhir-akhir ini tentang apa yang mungkin terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar