BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Manusia dilahirkan dengan karakter yang unik. Manusia
dididik dengan pola asuh yang berbeda. Manusia tumbuh dan berkembang di tengah lingkungan masyarakat yang
beraneka ragam. Hal tersebut yang menjadikan manusia hidup dengan sikap dan
perilakunya masing-masing. Demikian pula dengan peserta didik, mereka
dilahirkan dengan struktur sel-sel syaraf yang unik dalam otak mereka, yang membuat
mereka memiliki perbedaan dalam cara mengelola informasi dalam pikiran mereka. Peserta
didik juga memiliki perilaku yang berbeda-beda. Hal tersebut
menuntut para tenaga pendidik untuk memperhatikan kebutuhan masing-masing
peserta didiknya yang unik. Tidak terkecuali pada persoalan yang ada di
sekolah, tidak jarang peserta didik mempunyai masalah yang dapat mengganggu
produktifitasnya dalam belajar. Sehingga berakibat
menurunnya prestasi belajar atau muncul tindakan-tindakan yang di luar kendali.
Persoalan atau
masalah yang menjadi problem peserta didik biasanya berkutat pada masalah
belajar, keluarga, kesehatan dan lain-lain. Sebenarnya peran psikologi sangat
dibutuhkan pada bagian ini. Hal ini dikarenakan salah satu peran psikologi di
sekolah adalah untuk perlindungan, sosialisasi mengenai kesehatan mental dan
juga memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik.
Meskipun psikologi
tidak berperan sebagai pelaku utama dalam kancah pendidikan, namun psikologi
sangat diperlukan untuk beberapa kasus siswa yang memerlukan suatu intervensi
psikologi. Intervensi dapat dilakukan secara langsung yang berupa pengadaan
remidi, instruksi bimbingan dan konseling, training maupun pelatihan yang
bersifat edukatif dan mendukung tercapainya tujuan pendidikan di sekolah yang
bersangkutan.
Intervensi
psikoterapi tidak serta merta dapat dilakukan oleh semua pihak sekolah, namun
intervensi ini hanya dapat dilakukan oleh pihak sekolah yang memiliki wewenang
tertentu dan juga memiliki wawasan mengenai intervensi psikoterapi yang
dilakukan. Adapun intervensi psikoterapi yang dapat dilakukan oleh pihak yang
berwenang di sekolah akan dibahas dalam pembahasan makalah ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
definisi dan tujuan pelaksanaan intervensi psikoterapi?
2.
Bagaimanakah
pelaksanaan intervensi psikoterapi?
3.
Apa teknik
psikoterapi yang dapat diterapkan dalam intervensi psikoterapi?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
definisi dan tujuan pelaksanaan intervensi psikoterapi.
2.
Mengetahui
pelaksanaan intervensi psikoterapi.
3.
Mengetahui
teknik psikoterapi yang dapat diterapkan dalam intervensi psikoterapi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
dan Tujuan Intervensi Psikoterapi
Intervensi berasal
dari bahasa latin yang berarti coming between yang mengacu pada pengertian
usaha untuk mengubah kehidupan yang sedang berjalan dengan cara tertentu.
Perubahan itu bisa kecil atau besar dan perubahan positif atau negatif. Tetapi,
jika dalam lingkup sekolah perubahan yang dilakukan dalam intervensi
psikoterapi bertujuan agar peserta didik mengalami perubahan yang bersifat
positif.
Sedangkan psikoterapi
dalam Ardani (2011) berasal dari
dua kata yaitu “psiko” yang berarti kejiwaan atau mental dan “terapi” yaitu
penyembuhan. Secara umum Prawitasari (2002) mengatakan bahwa psikoterapi adalah
proses formal interaksi antara dua orang
atau lebih, dengan salah satu berposisi sebagai penolong dan yang lain
sebagai yang ditolong dengan tujuan perubahan dan penyembuhan. Wolberg (1967
dalam Phares dan Trull, 2011) menyatakan bahwa psikoterapi merupakan suatu
bentuk perlakuan atau tritment terhadap masalah yang sifatnya emosional, dimana
seorang yang telah terlatih secara sengaja membina hubungan professional dengan
seorang klien dengan tujuan menghilangkan, mengubah atau memperlambat symptom
untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan pribadi yang positif.
Selanjutnya, sekalipun terdapat perbedaan dalam konsep
dan praktek psikoterapi, namun system dalam psikoterapi berawal dari asumsi
mendasar bahwa perilaku manusia dapat dirubah Korchin (1976 dalam Ardani,
2011). Semua bantuk psikoterapi dikatakan oleh Strupp menitikberatkan pada
perubahan perilaku dan kepribadian. Psikoterapi merupakan salah satu intervensi
dalam konteks hubungan profesional antara psikolog dan klien atau pasien. Bila
digambarkan secara umum, tujuan psikoterapi adalah untuk pemecahan masalah,
untuk peningkatan kemampuan seseorang mengatasi masalahnya sendiri.
Adapun tujuan-tujuan Psikoterapi sangatlah beraneka
ragam, mulai penyusunan kembali kepribadian, penemuan makna hidup, penyenbuhan
gangguan emosional, penyesuaian terhadap masyarakat, pencapaian kebahagiaan dan
kepuasan, pencapaian aktualisasi diri, peredaan kecemasan, serta penghausan
tingkah laku maladaptive termasuk belajar pola-pola tingkah laku adaptif
(Corey,2010). Menurut kedalamannya dibedakan psikoterapi suportif, psikoterapi
reedukatif, dan psikoterapi rekonstruktif. Psikoterapi suportif tujuannya
adalah memperkuat perilaku penyesuaian diri klien yang sudah baik, memberi
dukungan psikologis, dan menghindari diri dari usaha untuk menggali apa yang
ada dalam alam-bawah sadar klien. Psikologi reedukatif bertujuan untuk mengubah
pikiran atau perasaan klien agar ia dapat berfungsi lebih efektif. Psikoterapi
Rekonstruktif bertujuan mengubah seluruh kepribadian klien menggali
ketidaksadaran, analisa defens yang patologis, memberi pemahaman pada klien
tentang proses tak sadar.
Menurut tujuannya, Hokanson (1983, dalam Phares 1992)
membahas psikoterapi yang bertujuan untuk mengatasi krisis, untuk perubahan
perilaku, untuk mengubah pengalaman emosional, dan memperoleh pemahaman
(insight).
Pada semua kasus
intervensi dan psikoterapi, aspek sentralnya adalah komunikasi, yakni
pertukaran verbal maupun non verbal diantara orang-orang. Aspek sentral yang
lain adalah hubungan yang dilandaskan pada azas kerahasiaan, saling menghormati
dan saling percaya.
B.
Pelaksanaan
Intervensi Psikoterapi
Ada beberapa jenis
permasalahan yang sering terjadi terhadap siswa di sekolah:
1.
Permasalahan
yang timbul dari dalam diri siswa , misalnya kesulitan untuk memehami dirinya
sendiri , kesulitan dalam menyalurkan minat, bakat, dan kemampuan.
2.
Masalah
Pribadi dan sosial si anak, misalnya kesulitan beradaptasi dengan lingkungan
sekolah , tuntutan orang tua terhadap anak.
3.
Pelanggaran
akan peraturan sekolah seperti membolos, mencontek, terlambat.
Solusi penyelesaian masalah:
1.
Konseling
antara siswa dengan Guru BK , solusi ini penting bagi siswa yang mengalami
masalah pribadi dengan dirinya sendiri atau juga dengan sosialnya.
2.
Memberikan
tugas sesuai dengan kemampuan siswa, kebanyakan siswa mencontek karena merasa
tugas yang diterimanya terlalu berat sementara terlalu banyak tuntutan dari
keluarga agar siswa tersebut memperoleh nilai bagus.
3.
Melibatkan
siswa dalam pembentukan peraturan dalam proses belajar mengajar , misalnya
tentang cara izin dari kelas, sehingga siswa merasa dihargai sebagai
bagian dari proses pembelajaran.
Psikolog Sekolah memberikan
pelayanan seperti membantu pendidik dalam melaksanakan kelas yang aman, kelas
sehat di lingkungan sekolah, mengasuh, memberi strategi pemecahan masalah dan
penyalahgunaan zat, dan topik lainnya yang berkaitan dengan sekolah sehat,
melakukan penelitian tentang instruksi yang efektif, manajemen perilaku,
program-program sekolah alternatif, dan intervensi kesehatan mental; intervensi
langsung dengan siswa dan keluarga melalui konseling individu, kelompok
pendukung, dan pelatihan keterampilan; mengkomunikasikan hasil evaluasi
psikologis untuk orang tua, guru, dan lain-lain sehingga mereka dapat memahami
sifat kesulitan siswa dan bagaimana untuk melayani kebutuhan siswa; bekerja
dengan berbagai masalah emosional dan akademik mahasiswa; melayani satu atau
beberapa sekolah di daerah sekolah atau bekerja untuk sebuah pusat kesehatan
mental masyarakat didalam lingkungan universitas.
Tahapan dalam Intervensi psikoterapi:
1. Kontak awal
-
Identifikasi masalah
peserta didik
2. Assessment
-
Menggali data atau info
-
Metode: observasi, interview, tes, dokumentasi
3. Tujuan treatment
-
Dilakukan setelah integrasi data assessment
-
Ditentukan bersama peserta
didik dan pihak
terkait
4. Implementasi treatment
-
Mirip dengan kontrak kerja/ sosialisasi
program (membicarakan: waktu, sasaran, tujuan program)
5. Terminasi, Evaluasi, dan tindak
lanjut
-
Penggunaan teknik-teknik intervensi tertentu
-
Perlu memperhatikan skill klinisi dalam
melakukan intervensi
-
Terhadap pencapaian, program, & rencana
tindak lanjut.
-
Biasanya berbentuk research based on cases.
C.
Teknik
dalam Intervensi Psikoterapi
1.
Psikoanalisis
Psikoanalisis dimulai dengan pengobatan pasien dengan
hipnosis. Di tahun 1881 Anna O, seorang wanita muda neurotik yang menderita
gangguan visual dan motorik yang multipel dan perubahan kesadaran, diobati oleh
dokter ahli penyakit daiam dari Vienne, Josef Breuer. Ia mengamati bahwa gejala
pasien menghilang jika ia mengekspresikannya secara verbal saat dihipnosis.
Sigmeun Freud dan Breuer menggunakan tehknik secara bersama, mereka mendorong
pasiennya untuk berkonsentrasi dengan mata tertutup pada ingatan masa lalu yang
berhubungan dengan gejala mereka. Metoda konsentrasi tersebut akhirnya menjadi
teknik asosiasi bebas. Freud menginstruksikan pasiennya untuk mengatakan apa
saja yang datang ke dalam pikirannya, tanpa menyensor pikiran mereka. Metoda
ini masih sering digunakan sekarang dan merupakan salah satu ciri
psikoanalisis, melalui mana pikiran dan perasaan yang berada dalam alam bawah
sadar dibawa ke dalam alam sadar.
Dalam The Interpretation of Drewns Freud menjelaskan
model topografik dan pikiran yang terdiri dari alam sadar (conscious), alam
prasadar (preconscious), dan alam bawah dasar (unconscious). Pikiran sadar
dianggap sebagai kesiagaan. Prasadar, di mana pikiran dan perasaan mudah masuk
ke kesadaran, dan bawah sadar, di mana pikiran dan perasaan tidak dapat
disadari tanpa melewati tahanan yang kuat. Bawah sadar mengandung bentuk fungsi
pikiran nonverbal dan membangkitkan mimpi, parapraksis (lidah terpeleset), dan
gejala psikologis. Psikoanalisis menekankan konflik antara dorongan bawah sadar
dan pertimbangan moral yang dimiliki pasien terhadap impuls mereka. Konflik
tersebut menyebabkan fenomena represi, yang dianggap sebagai patologis.
Asosiasi bebas memungkinkan ingatan yang terepresi diungkapkan kembali dan
dengan demikian berperan dalam penyembuhan.
Kebutuhan utama untuk psikoanalisis adalah integrasi
bertahap material yang sebelumnya direpresi ke dalam struktur kepribadian
total. Tugas anlisis pada awalnya adalah mempersiapkan pasien untuk menghadapi
material yang menimbulkan kecemasan yang telah diungkapkan. Pasien diajarkan
untuk menyadari pikiran dan perasaannya yang paling dalam dan untuk mengenali
resistensi alami dan kemauan atau kemampuan pikiran untuk menghadapi secara
langsung material psikis yang mencemaskan. Pasien dan ahli analisis jarang
mengikuti jalur langsung ke tilikan.
Lingkungan analisis yang biasanya adalah pasien
berbaring pada dipan atau sofa dan ahli analisis duduk di sebelahnya, sebagian
atau sama sekali di luar lapangan pandang pasien. Dipan membantu ahli analisis
menimbulkan regresi terkendali yang mempermudah timbulnya material yang
rerepresi. Posisi pasien yang berbaring dengan kehadiran ahli analisis yang
penuh perhatian hampir selalu menciptakan kembali secara simbolik situasi orang
tua anak pada kehidupan awal, yang bervariasi dari satu pasien ke pasien lain.
Posisi juga mewbantu pasien memusatkan perhatian pada pikiran, perasaan, dan
khayalan dalam, yang selanjutnya dapat menjadi pusat asosiasi bebas.
Idealnya, ahli analisis yang telah menjalani
psikoanalisis pribadi sebagai bagian dan latihan mereka mampu untuk
mempertahankan sikap objektivitas atau netralitas yang kepada pasien, mencoba
untuk tidak menanamkan kepribadian atau sistem nilai dirinya sendiri.
Pasien dan ahli psikoanalisis harus siap untuk
terlibat dalam proses untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Psikoanalisis
mernbutuhkan waktu antara tiga dan enam tahun, kadang-kadang lebih lama. Sesion
biasanya dilakukan empat atau lebih dalarn seminggu masing-masingnya selama 45
sampai 50 menit. Beberapa analisis dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang
dan dengan sesion yang bervaniasi dan 20 saiupai 30 menit.
Aturan dasar psikoanalisis adalah bahwa pasien setuju
untuk jujur sepenuhnya terhadap ahli analisis dan menceritakan segala sesuatu
tanpa pilih-pilih. Freud menarnakan teknik yang memungkinkan kejujuran tersebut
sebagai asosiasi bebas.
a) Asosiasi bebas. Dalam asosiasi bebas, pasien mengatakan segala
sesuatu yang datang ke dalam pikirannya tanpa adanya penyensoran, terlepas dan
apakah mereka rasakan pikiran tersebut tidak dapat diterima atau memalukan, itu
tidak penting. Asosiasi dipimpin oleh tiga jenis tenaga bawah sadar: konflik
patogenik neurosis, keinginan untuk sembuh, dan keinginan untuk menyenangkan
ahli analisis. Peranan antara faktor-faktor tersebut menjadi kompleks. Sebagai
contohnva, suatu pikiran atau impuls yang tidak dapat diterima bagi pasien dan
yang merupakan bagian dan neurosisnya dapat bertentangan dengan harapan mereka
untuk menyenangkan ahli analisis, yang, mereka anggap, juga merasakan impuls
sebagai tidak dapat ditenima. Tetapi jika pasien mengikuti aturan dasar, mereka
dapat mengatasi tahanan.
b) Perhatian mengalir bebas (free-floating attention). Jawaban
ahli analisis terhadap asosiasi bebas pasien adalah cara mendengarkan yang
khusus, yang dinamakan perhatian mengalir bebas. Ahli analisis membiarkan
asosiasi pasien menstimulasi asosiasi mereka sendiri dan dengan demikian mampu
untuk melihat tema dalam asosiasi bebas pasien yang mungkin dicerminkan kembali
kepada pasien kemudian atau pada beberapa waktu kemudian. Perhatian ahli
analisis yang cermat kepada pengalaman subjektifnya sendini adalah bagian yang
tidak dapat diterima dari analisis.
c) Aturan abstinensi. Dengan mengikuti aturan abstinensi, pasien mampu
menunda pemuasan tiap keinginan instinktual seperti membicarakannya dalam
terapi. Ketegangan yang ditimbulkan menghasilkan asosiasi relevan yang
digunakan oleh ahil analisis untuk meningkatkan kesadaran pasien. Aturan
tersebut tidak dimaksudkan abstinensi seksual, tetapi, dengan tidak mengijinkan
lingkungan terapi memuaskan harapan infantil pasien akan cinta dan kasih
sayang.
Indikasi
utama psikoanalisis adalah konflik psikologis yang berlangsung lama yang telah
menimbulkan gejala atau gangguan. Hubungan antara konflik dan gejala mungkin
langsung atau tidak langsung. Psikoanalisis dianggap efektif dalam mengobati
gangguan kecemasan tertentu, seperti fobia dan gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan depresif ringan (gangguan distimik), beberapa gangguan kepribadian,
dan beberapa gangguan pengendalian impuls dan gangguan seksual.
2.
Psikoterapi Psikoanalitik
Psikoterapi psikoasialitik adalah terapi yang
didasarkan pada rumusan psikoanalitik yang telah dimodifikasi secara konseptual
dan teknik. Tidak seperti psikoanalisis, yang sebagian permasalahan akhirnya
mengungkapkan dan bekerja selanjutnya melalui konflik infantil saat timbul
dalam neurosis transferensi, psikoterapi psikonalitik memusatkan perhatian pada
konflik pasien sekarang dan pola dinamika sekarang yaitu, analisis masalah
pasien dengan orang lain dan dengan dirinya sendiri. Juga tidak seperti
psikoanalisis, yang sebagai tekniknya menggunakan asosiasi bebas dan analisis
neurosis transferensi, psikoterapi psikoanalitik ditandai dengan teknik
wawancara dan diskusi yang jarang menggunakan asosiasi bebas, Dan sekali lagi
tidak seperti psikoanalisis, psikoterapi psikoanalitik biasanya mcmbatasi
kerjanya pada transferensi dengan suatu diskusi reaksi pasien terhadap dokter
pskiatrik dan orang lain.
Pada psikoterapi psikoanalitik pasien dan ahli terapi
biasanya saling bertatap-tatapan satu sama lainnya, yang membuat ahli terapi
terlihat nyata dan bukan mernpakan kumpulan khayaian yang diproyeksikan. Tipe
terapi ini jauh lebih fleksibel dibandingkan. psikoanalisis, dan dapat lebih
sering digunakan bersarna-sama dengan medikasi psikotropik dibandingkan
psikoanalisis.
Psikoterapi psikoanalitik dapat terentang dari
wawancara suportif tunggal, memusatkan pada masalah yang sekarang dan menekan,
sampal terapi selama bertahun-tahun, dengan satu sampai tiga wawancara dalam
seminggu dengan lama yang bervaniasi. Berbeda dengan psikoanalisis, psikoterapi
psikoanalitik mengobati sebagian besar gangguan yang dalam bidang psikopatologi.
3.
Psikoterapi Suportif
Psikoterapi suportif (juga disebut psikoterapi
berorientasi hubungan) menawarkan dukungan kepada pasien oleh seorang tokoh
yang berkuasa selama periode penyakit, kekacauan atau dekompensasi sementara.
Pendekatan ini juga memiliki tujuan untuk memulihkan dan memperkuat pertahanan
pasien dan mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu. Cara ini memberikan
suatu periode penerimaan dan ketergantungan bagi pasien yang membutuhkan
bantuan untuk menghadapi rasa bersalah, malu dan kecemasan dan dalam menghadapi
frustasi atau tekanan eksternal yang mungkin terlalu kuat untuk dihadapi.
Terapi suporttif menggunakan sejumlah metoda, baik
sendiri-sendiri atau konbinasi, termasuk :
a)
Kepemimpinan yang kuat, hangat, dan
ramah
b)
Pemuasan kebutuhan tergantungan
c)
Mendukung perkembangan kemandirian
yang sah pada akhirnya
d)
Membantu mengembangkan sublimasi
yang menyenangkan (sebagai contohnya, hobi)
e)
Istirahat dan penghiburan yang
adekuat
f)
Menghilangkan ketegangan eksternal
yang berlebihan.jika mungkin
g)
Perawatan di rumah sakit jika
diindikasikan
h)
Medikasi untuk menghilangkan gejala
i)
Bimbingan dan nasehat dalam
menghadapi masalah sekarang. Cara ini rnenggunakan teknik yang membantu pasien
merasa aman, diterima, terlindungi, terdorong dan tidak merasa cemas.
Psikoterapi
suportif cocok untuk berbagai penyakit psokogenik. Terapi ini dapat
dipilih jika penilaian diagnostic menyatakan bahwa proses kematangan yang
bertahap didasarkan pada perluasan sasaran baru untuk identifikasi, adalah
jalan yang paling menjanjikan untuk perbaikan.
Semua
dokter kiranya harus dapat melakukan psikoterapi suportif jenis:
katarsis, persusi, sugesti, penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan
(konseling). Oleh karena itu, hal ini akan dibicarakan secara singkat di bawah
ini.
a)
Ventilasi
atau katarsis ialah membiarkan pasien mengeluarkan isi hati
sesukanya. Sesudahnya biasanya ia merasa lega dan kecemasannya (tentang
penyakitnya) berkurang, karena ia lalu dapat melihat masalahnya dalam proporsi
yang sebenarnya. Hal ini dibantu oleh dokter dengan sikap yang penuh pengertian
(empati) dan dengan anjuran. Jangan terlalu banyak memotong bicaranya
(menginterupsi). Yang dibicarakan ialah kekhawatiran, impuls-impuls, kecemasan,
masalah keluarga, perasaan salah atau berdosa.
b)
Persuasi ialah
penerangan yang masuk akal tentang timbulnya gejala-gejala serta baik-baiknya
atau fungsinya gejala-gejala itu. Kritik diri sendiri oleh pasien penting untuk
dilakukan. Dengan demikian maka impuls-impuls yang tertentu dibangkitkan,
diubah atau diperkuat dan impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi,
serta pasien dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien
pelan-pelan menjadi yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang.
c)
Sugesti ialah secara
halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada pasien atau membangkitkan
kepercayaan padanya bahwa gejala-gejala akan hilang. Dokter sendiri harus
mempunyai sikap yang meyakinkan dan otoritas profesional serta menunjukkan
empati. Pasien percaya pada dokter sehingga kritiknya berkurang dan emosinya
terpengaruh serta perhatiannya menjadi sempit. Ia mengharap-harapkan sesuatu
dan ia mulai percaya. Bila tidak terdapat gangguan kepribadian yang mendalam,
maka sugesti akan efektif, umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan dengan
konflik yang dangkal atau pada neurosa cemas sesudah kecelakaan.
d)
Penjaminan
kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar yang halus
atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu berfungsi
secara adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara tegas berdasarkan
kenyataan atau dengan menekankan pada apa yang telah dicapai oleh pasien.
e)
Bimbingan ialah
memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus (spesifik) yang berhubungan
dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar ia lebih sanggup mengatasinya,
umpamanya tentang cara mengadakan hubungan antar manusia, cara berkomunikasi,
bekerja dan belajar, dan sebagainya.
f)
Penyuluhan atau
konseling (counseling) ialah suatu bentuk wawancara untuk membantu pasien
mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat mengatasi suatu masalah lingkungan
atau dapat menyesuaikan diri. Konseling biasanya dilakukan sekitar masalah
pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan pribadi.
g)
Kerja kasus
sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan
sebagai suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja sosial atau
social worker) kepada seorang pasien yang memerlukan satu atau lebih pelayanan
sosial khusus. Fokusnya ialah pada masalah luar atau keadaan sosial dan tidak
(seperti pada psikoterapi) pada gangguan dalam individu itu sendiri. Tidak diadakan
usaha untuk mengubah pola dasar kepribadian, tujuannya ialah hanya hendak
menangani masalah situasi pada tingkat realistik (nyata).
h)
Terapi kerja dapat berupa
sekedar memberi kesibukan kepada pasien, ataupun berupa latihan kerja tertentu
agar ia terapil dalam hal itu dan berguna baginya untuk mencari nafkah kelak.
4.
Psikoterapi Kelompok
Psikoterapi kelompok adalah terapi di mana orang yang
memiliki penyakit emosional yang telah dipilih secara cermat ditempatkan ke
dalam kelompok yang dibimbing oleh ahli terapi yang terlatih untuk membantu
satu sama lainnya dalarn menjalani perubahan kepribadian. Dengan menggunakan
berbagai manuver teknik dan gagasan teoritis, pembimbing menggunakan interaksi
anggota kelompok untuk membuat perubahan tersebut.
Psikoterapi kelompok meliputi spektruin terapi
teoritik dalam psikiatri suportif, terstruktur, terbatas waktu (sebagai
contohnya, kelornpok dengan orang psikotik yang kronis), kognitif perilaku,
interpersonal, keluarga, dan kelompok berorientasi analitik. Dua kekuatan utama
terapi kelompok, jika dibandingkan dengan terapi individual, adalah (1)
kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dan teman sebaya pasien dan (2)
kesempatan bagi pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi respon psikologis,
emosional, dan perilaku pasien terhadap berbagai orang, mendapatkan berbagai
transferensi.
5.
Terapi Keluarga
Keluarga adalah posisi yang kuat
untuk mendukung atau mengintervensi usaha
terbaik
personil sekolah. Kasus terhadap keluarga melakukan terapi di sekolah-sekolah juga dapat dibuat persuasif.
Biasanya konselor sekolah tidak punya cukup waktu, pelatihan yang sesuai, atau sanksi
administratif untuk melakukan terapi keluarga. Tidak
ada keuntungan untuk semua pihak yang terlibat ketika penasihat campur tangan dengan keluarga yang tidak
berfungsi baik. Keluarga seperti diatur untuk menentang
perubahan, dan upaya pemecahan masalah menimbulkan frustrasi. Sebuah keluarga yang tidak berfungsi baik
cara terbaik adalah dirujuk untuk terapi keluarga.
6.
Terapi Kognitif
Terapi kognitif menurut penciptanya, Aaron Beck adalah
“didasarkan pada alasan teoritis dasar di mana afek dan perilaku individual
sangat ditentukan oleh cara di mana ia rnenyusun dunia.” Penyusunan dunia
Seseorang didasarkan pada kognisi (idea verbal atau gambaran yang ada bagi alam
sadar), yang didasarkan pada asumsi (skema yang dikembangkan dari pengalaman
sebelumnya). Menurut Beck, jika seseorang menginterpretasikan pengalaman dalam
hal apakah ia kompeten dan adekuat, pikirannya mungkin didominasi oleh skema, “Jika
saya tidak melakukan segalanya dengan sempurna, saya adalah gagal.” Sebagai
akibatnya, ia bereaksi terhadap situasi dalam hal keadekuatan kendatipun hal
tersebut tidak berhubungan dengan apakah ia adalah kompeten secara pribadi atau
tidak.
Terapi kognitif adalah terapi terstruktur jangka
pendek yang menggunakan kerja sama aktif antara pasien dan ahli terapi untuk
mencapai tujuan terapetik. Terapi ini berorientasi terhadap rnasalah sekarang
dan pemecahannya. Terapi biasanya dilakukan atas dasar individual, walaupun
metoda kelompok juga digunakan. Terapi juga dapat digunakan bersama-sama dengan
obat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak adalah salah satu bagian dari
sistem keluarga. Keluarga merupakan
lingkungan
pertama ketika anak hidup dan berinteraksi. Segala sesuatu yang ditampilkan anak di lingkungan sosialnya
berasal dari pengaruh keluarga. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi keluarga sangatlah
berpengaruh kepada anak. Tumbuh kembang anak sangatlah dipengaruhi oleh
keluarga. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga saling
berinteraksi satu sama lainnya dalam peranannya dan menciptakan suatu budaya.
Sebagai mahluk social tentunya anak
akan mengalami permasalahan dalam
hidupnya,
permasalahan yang dihadapi anak bisa membuat penghambat bagi optimalisasi potensi dirinya. Tidak jarang saat
ini kita mendapati anak yang mengalami permasalahan di sekolah, dan ternyata
sumber permasalahannya tidak hanya timbul dari lingkungan sosialnya, tetapi
dari lingkungan keluarga.
Di sekolah, anak yang mengalami
hambatan dalam optimalisasi potensinya ditangani oleh psikolog sekolah dan
perlu adanya intervensi psikoterapi.
Apabila, sumber permasalahan anak berasal dari keluarga, maka haruslah
penyelesaiannya melibatkan pihak keluarga dan perlu adanya komunikasi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, Tristiadi Ardi. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung:
Lubuk Agung
Corey, Geral.
2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika
Aditama.
Maramis WF. 1997.
Psikoterapi, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa ed. 7, Airlangga University, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar