Sabtu, 04 Mei 2013

INTERVENSI PSIKOTERAPI DI SEKOLAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Manusia dilahirkan dengan karakter yang unik. Manusia dididik dengan pola asuh yang berbeda. Manusia tumbuh dan berkembang di tengah lingkungan masyarakat yang beraneka ragam. Hal tersebut yang menjadikan manusia hidup dengan sikap dan perilakunya masing-masing. Demikian pula dengan peserta didik, mereka dilahirkan dengan struktur sel-sel syaraf yang unik dalam otak mereka, yang membuat mereka memiliki perbedaan dalam cara mengelola informasi dalam pikiran mereka. Peserta didik juga memiliki perilaku yang berbeda-beda. Hal tersebut menuntut para tenaga pendidik untuk memperhatikan kebutuhan masing-masing peserta didiknya yang unik. Tidak terkecuali pada persoalan yang ada di sekolah, tidak jarang peserta didik mempunyai masalah yang dapat mengganggu produktifitasnya dalam belajar. Sehingga berakibat menurunnya prestasi belajar atau muncul tindakan-tindakan yang di luar kendali.
Persoalan atau masalah yang menjadi problem peserta didik biasanya berkutat pada masalah belajar, keluarga, kesehatan dan lain-lain. Sebenarnya peran psikologi sangat dibutuhkan pada bagian ini. Hal ini dikarenakan salah satu peran psikologi di sekolah adalah untuk perlindungan, sosialisasi mengenai kesehatan mental dan juga memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik.
Meskipun psikologi tidak berperan sebagai pelaku utama dalam kancah pendidikan, namun psikologi sangat diperlukan untuk beberapa kasus siswa yang memerlukan suatu intervensi psikologi. Intervensi dapat dilakukan secara langsung yang berupa pengadaan remidi, instruksi bimbingan dan konseling, training maupun pelatihan yang bersifat edukatif dan mendukung tercapainya tujuan pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
Intervensi psikoterapi tidak serta merta dapat dilakukan oleh semua pihak sekolah, namun intervensi ini hanya dapat dilakukan oleh pihak sekolah yang memiliki wewenang tertentu dan juga memiliki wawasan mengenai intervensi psikoterapi yang dilakukan. Adapun intervensi psikoterapi yang dapat dilakukan oleh pihak yang berwenang di sekolah akan dibahas dalam pembahasan makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dan tujuan pelaksanaan intervensi psikoterapi?
2.      Bagaimanakah pelaksanaan intervensi psikoterapi?
3.      Apa teknik psikoterapi yang dapat diterapkan dalam intervensi psikoterapi?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui definisi dan tujuan pelaksanaan intervensi psikoterapi.
2.      Mengetahui pelaksanaan intervensi psikoterapi.
3.      Mengetahui teknik psikoterapi yang dapat diterapkan dalam intervensi psikoterapi.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi dan Tujuan Intervensi Psikoterapi
Intervensi berasal dari bahasa latin yang berarti coming between yang mengacu pada pengertian usaha untuk mengubah kehidupan yang sedang berjalan dengan cara tertentu. Perubahan itu bisa kecil atau besar dan perubahan positif atau negatif. Tetapi, jika dalam lingkup sekolah perubahan yang dilakukan dalam intervensi psikoterapi bertujuan agar peserta didik mengalami perubahan yang bersifat positif.
Sedangkan psikoterapi dalam Ardani (2011) berasal dari dua kata yaitu “psiko” yang berarti kejiwaan atau mental dan “terapi” yaitu penyembuhan. Secara umum Prawitasari (2002) mengatakan bahwa psikoterapi adalah proses formal interaksi antara dua orang  atau lebih, dengan salah satu berposisi sebagai penolong dan yang lain sebagai yang ditolong dengan tujuan perubahan dan penyembuhan. Wolberg (1967 dalam Phares dan Trull, 2011) menyatakan bahwa psikoterapi merupakan suatu bentuk perlakuan atau tritment terhadap masalah yang sifatnya emosional, dimana seorang yang telah terlatih secara sengaja membina hubungan professional dengan seorang klien dengan tujuan menghilangkan, mengubah atau memperlambat symptom untuk mengantarai pola perilaku yang terganggu serta meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif.
Selanjutnya, sekalipun terdapat perbedaan dalam konsep dan praktek psikoterapi, namun system dalam psikoterapi berawal dari asumsi mendasar bahwa perilaku manusia dapat dirubah Korchin (1976 dalam Ardani, 2011). Semua bantuk psikoterapi dikatakan oleh Strupp menitikberatkan pada perubahan perilaku dan kepribadian. Psikoterapi merupakan salah satu intervensi dalam konteks hubungan profesional antara psikolog dan klien atau pasien. Bila digambarkan secara umum, tujuan psikoterapi adalah untuk pemecahan masalah, untuk peningkatan kemampuan seseorang mengatasi masalahnya sendiri.
Adapun tujuan-tujuan Psikoterapi sangatlah beraneka ragam, mulai penyusunan kembali kepribadian, penemuan makna hidup, penyenbuhan gangguan emosional, penyesuaian terhadap masyarakat, pencapaian kebahagiaan dan kepuasan, pencapaian aktualisasi diri, peredaan kecemasan, serta penghausan tingkah laku maladaptive termasuk belajar pola-pola tingkah laku adaptif (Corey,2010). Menurut kedalamannya dibedakan psikoterapi suportif, psikoterapi reedukatif, dan psikoterapi rekonstruktif. Psikoterapi suportif tujuannya adalah memperkuat perilaku penyesuaian diri klien yang sudah baik, memberi dukungan psikologis, dan menghindari diri dari usaha untuk menggali apa yang ada dalam alam-bawah sadar klien. Psikologi reedukatif bertujuan untuk mengubah pikiran atau perasaan klien agar ia dapat berfungsi lebih efektif. Psikoterapi Rekonstruktif bertujuan mengubah seluruh kepribadian klien menggali ketidaksadaran, analisa defens yang patologis, memberi pemahaman pada klien tentang proses tak sadar.
Menurut tujuannya, Hokanson (1983, dalam Phares 1992) membahas psikoterapi yang bertujuan untuk mengatasi krisis, untuk perubahan perilaku, untuk mengubah pengalaman emosional, dan memperoleh pemahaman (insight).
Pada semua kasus intervensi dan psikoterapi, aspek sentralnya adalah komunikasi, yakni pertukaran verbal maupun non verbal diantara orang-orang. Aspek sentral yang lain adalah hubungan yang dilandaskan pada azas kerahasiaan, saling menghormati dan saling percaya.
B.     Pelaksanaan Intervensi Psikoterapi
Ada beberapa jenis permasalahan yang sering terjadi terhadap siswa di sekolah:
1.      Permasalahan yang timbul dari dalam diri siswa , misalnya kesulitan untuk memehami dirinya sendiri , kesulitan dalam menyalurkan minat, bakat, dan kemampuan.
2.      Masalah Pribadi dan sosial si anak, misalnya kesulitan beradaptasi dengan lingkungan sekolah , tuntutan orang tua terhadap anak.
3.      Pelanggaran akan peraturan sekolah seperti membolos, mencontek, terlambat.
Solusi penyelesaian masalah:
1.      Konseling antara siswa dengan Guru BK , solusi ini penting bagi siswa yang mengalami masalah pribadi dengan dirinya sendiri atau juga dengan sosialnya.
2.      Memberikan tugas sesuai dengan kemampuan siswa, kebanyakan siswa mencontek karena merasa tugas yang diterimanya terlalu berat sementara terlalu banyak tuntutan dari keluarga agar siswa tersebut memperoleh nilai bagus.
3.      Melibatkan siswa dalam pembentukan peraturan dalam proses belajar mengajar , misalnya tentang cara izin dari kelas, sehingga siswa merasa dihargai  sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Psikolog Sekolah memberikan pelayanan seperti membantu pendidik dalam melaksanakan kelas yang aman, kelas sehat di lingkungan sekolah, mengasuh, memberi strategi pemecahan masalah dan penyalahgunaan zat, dan topik lainnya yang berkaitan dengan sekolah sehat, melakukan penelitian tentang instruksi yang efektif, manajemen perilaku, program-program sekolah alternatif, dan intervensi kesehatan mental; intervensi langsung dengan siswa dan keluarga melalui konseling individu, kelompok pendukung, dan pelatihan keterampilan; mengkomunikasikan hasil evaluasi psikologis untuk orang tua, guru, dan lain-lain sehingga mereka dapat memahami sifat kesulitan siswa dan bagaimana untuk melayani kebutuhan siswa; bekerja dengan berbagai masalah emosional dan akademik mahasiswa; melayani satu atau beberapa sekolah di daerah sekolah atau bekerja untuk sebuah pusat kesehatan mental masyarakat didalam lingkungan universitas.
Tahapan dalam Intervensi psikoterapi:
1.      Kontak awal
-          Identifikasi masalah peserta didik
2.      Assessment
-          Menggali data atau info
-          Metode: observasi, interview, tes, dokumentasi
3.      Tujuan treatment
-          Dilakukan setelah integrasi data assessment
-          Ditentukan bersama peserta didik dan pihak terkait
4.      Implementasi treatment
-          Mirip dengan kontrak kerja/ sosialisasi program (membicarakan: waktu, sasaran, tujuan program)
5.      Terminasi, Evaluasi, dan tindak lanjut
-          Penggunaan teknik-teknik intervensi tertentu
-          Perlu memperhatikan skill klinisi dalam melakukan intervensi
-          Terhadap pencapaian, program, & rencana tindak lanjut.
-          Biasanya berbentuk research based on cases.
C.    Teknik dalam Intervensi Psikoterapi
1.      Psikoanalisis
Psikoanalisis dimulai dengan pengobatan pasien dengan hipnosis. Di tahun 1881 Anna O, seorang wanita muda neurotik yang menderita gangguan visual dan motorik yang multipel dan perubahan kesadaran, diobati oleh dokter ahli penyakit daiam dari Vienne, Josef Breuer. Ia mengamati bahwa gejala pasien menghilang jika ia mengekspresikannya secara verbal saat dihipnosis. Sigmeun Freud dan Breuer menggunakan tehknik secara bersama, mereka mendorong pasiennya untuk berkonsentrasi dengan mata tertutup pada ingatan masa lalu yang berhubungan dengan gejala mereka. Metoda konsentrasi tersebut akhirnya menjadi teknik asosiasi bebas. Freud menginstruksikan pasiennya untuk mengatakan apa saja yang datang ke dalam pikirannya, tanpa menyensor pikiran mereka. Metoda ini masih sering digunakan sekarang dan merupakan salah satu ciri psikoanalisis, melalui mana pikiran dan perasaan yang berada dalam alam bawah sadar dibawa ke dalam alam sadar.
Dalam The Interpretation of Drewns Freud menjelaskan model topografik dan pikiran yang terdiri dari alam sadar (conscious), alam prasadar (preconscious), dan alam bawah dasar (unconscious). Pikiran sadar dianggap sebagai kesiagaan. Prasadar, di mana pikiran dan perasaan mudah masuk ke kesadaran, dan bawah sadar, di mana pikiran dan perasaan tidak dapat disadari tanpa melewati tahanan yang kuat. Bawah sadar mengandung bentuk fungsi pikiran nonverbal dan membangkitkan mimpi, parapraksis (lidah terpeleset), dan gejala psikologis. Psikoanalisis menekankan konflik antara dorongan bawah sadar dan pertimbangan moral yang dimiliki pasien terhadap impuls mereka. Konflik tersebut menyebabkan fenomena represi, yang dianggap sebagai patologis. Asosiasi bebas memungkinkan ingatan yang terepresi diungkapkan kembali dan dengan demikian berperan dalam penyembuhan.
Kebutuhan utama untuk psikoanalisis adalah integrasi bertahap material yang sebelumnya direpresi ke dalam struktur kepribadian total. Tugas anlisis pada awalnya adalah mempersiapkan pasien untuk menghadapi material yang menimbulkan kecemasan yang telah diungkapkan. Pasien diajarkan untuk menyadari pikiran dan perasaannya yang paling dalam dan untuk mengenali resistensi alami dan kemauan atau kemampuan pikiran untuk menghadapi secara langsung material psikis yang mencemaskan. Pasien dan ahli analisis jarang mengikuti jalur langsung ke tilikan.
Lingkungan analisis yang biasanya adalah pasien berbaring pada dipan atau sofa dan ahli analisis duduk di sebelahnya, sebagian atau sama sekali di luar lapangan pandang pasien. Dipan membantu ahli analisis menimbulkan regresi terkendali yang mempermudah timbulnya material yang rerepresi. Posisi pasien yang berbaring dengan kehadiran ahli analisis yang penuh perhatian hampir selalu menciptakan kembali secara simbolik situasi orang tua anak pada kehidupan awal, yang bervariasi dari satu pasien ke pasien lain. Posisi juga mewbantu pasien memusatkan perhatian pada pikiran, perasaan, dan khayalan dalam, yang selanjutnya dapat menjadi pusat asosiasi bebas.
Idealnya, ahli analisis yang telah menjalani psikoanalisis pribadi sebagai bagian dan latihan mereka mampu untuk mempertahankan sikap objektivitas atau netralitas yang kepada pasien, mencoba untuk tidak menanamkan kepribadian atau sistem nilai dirinya sendiri.
Pasien dan ahli psikoanalisis harus siap untuk terlibat dalam proses untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Psikoanalisis mernbutuhkan waktu antara tiga dan enam tahun, kadang-kadang lebih lama. Sesion biasanya dilakukan empat atau lebih dalarn seminggu masing-masingnya selama 45 sampai 50 menit. Beberapa analisis dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang dan dengan sesion yang bervaniasi dan 20 saiupai 30 menit.
Aturan dasar psikoanalisis adalah bahwa pasien setuju untuk jujur sepenuhnya terhadap ahli analisis dan menceritakan segala sesuatu tanpa pilih-pilih. Freud menarnakan teknik yang memungkinkan kejujuran tersebut sebagai asosiasi bebas.
a)      Asosiasi bebas. Dalam asosiasi bebas, pasien mengatakan segala sesuatu yang datang ke dalam pikirannya tanpa adanya penyensoran, terlepas dan apakah mereka rasakan pikiran tersebut tidak dapat diterima atau memalukan, itu tidak penting. Asosiasi dipimpin oleh tiga jenis tenaga bawah sadar: konflik patogenik neurosis, keinginan untuk sembuh, dan keinginan untuk menyenangkan ahli analisis. Peranan antara faktor-faktor tersebut menjadi kompleks. Sebagai contohnva, suatu pikiran atau impuls yang tidak dapat diterima bagi pasien dan yang merupakan bagian dan neurosisnya dapat bertentangan dengan harapan mereka untuk menyenangkan ahli analisis, yang, mereka anggap, juga merasakan impuls sebagai tidak dapat ditenima. Tetapi jika pasien mengikuti aturan dasar, mereka dapat mengatasi tahanan.
b)      Perhatian mengalir bebas (free-floating attention). Jawaban ahli analisis terhadap asosiasi bebas pasien adalah cara mendengarkan yang khusus, yang dinamakan perhatian mengalir bebas. Ahli analisis membiarkan asosiasi pasien menstimulasi asosiasi mereka sendiri dan dengan demikian mampu untuk melihat tema dalam asosiasi bebas pasien yang mungkin dicerminkan kembali kepada pasien kemudian atau pada beberapa waktu kemudian. Perhatian ahli analisis yang cermat kepada pengalaman subjektifnya sendini adalah bagian yang tidak dapat diterima dari analisis.
c)      Aturan abstinensi. Dengan mengikuti aturan abstinensi, pasien mampu menunda pemuasan tiap keinginan instinktual seperti membicarakannya dalam terapi. Ketegangan yang ditimbulkan menghasilkan asosiasi relevan yang digunakan oleh ahil analisis untuk meningkatkan kesadaran pasien. Aturan tersebut tidak dimaksudkan abstinensi seksual, tetapi, dengan tidak mengijinkan lingkungan terapi memuaskan harapan infantil pasien akan cinta dan kasih sayang.
Indikasi utama psikoanalisis adalah konflik psikologis yang berlangsung lama yang telah menimbulkan gejala atau gangguan. Hubungan antara konflik dan gejala mungkin langsung atau tidak langsung. Psikoanalisis dianggap efektif dalam mengobati gangguan kecemasan tertentu, seperti fobia dan gangguan obsesif-kompulsif, gangguan depresif ringan (gangguan distimik), beberapa gangguan kepribadian, dan beberapa gangguan pengendalian impuls dan gangguan seksual.
2.      Psikoterapi Psikoanalitik
Psikoterapi psikoasialitik adalah terapi yang didasarkan pada rumusan psikoanalitik yang telah dimodifikasi secara konseptual dan teknik. Tidak seperti psikoanalisis, yang sebagian permasalahan akhirnya mengungkapkan dan bekerja selanjutnya melalui konflik infantil saat timbul dalam neurosis transferensi, psikoterapi psikonalitik memusatkan perhatian pada konflik pasien sekarang dan pola dinamika sekarang yaitu, analisis masalah pasien dengan orang lain dan dengan dirinya sendiri. Juga tidak seperti psikoanalisis, yang sebagai tekniknya menggunakan asosiasi bebas dan analisis neurosis transferensi, psikoterapi psikoanalitik ditandai dengan teknik wawancara dan diskusi yang jarang menggunakan asosiasi bebas, Dan sekali lagi tidak seperti psikoanalisis, psikoterapi psikoanalitik biasanya mcmbatasi kerjanya pada transferensi dengan suatu diskusi reaksi pasien terhadap dokter pskiatrik dan orang lain.
Pada psikoterapi psikoanalitik pasien dan ahli terapi biasanya saling bertatap-tatapan satu sama lainnya, yang membuat ahli terapi terlihat nyata dan bukan mernpakan kumpulan khayaian yang diproyeksikan. Tipe terapi ini jauh lebih fleksibel dibandingkan. psikoanalisis, dan dapat lebih sering digunakan bersarna-sama dengan medikasi psikotropik dibandingkan psikoanalisis.
Psikoterapi psikoanalitik dapat terentang dari wawancara suportif tunggal, memusatkan pada masalah yang sekarang dan menekan, sampal terapi selama bertahun-tahun, dengan satu sampai tiga wawancara dalam seminggu dengan lama yang bervaniasi. Berbeda dengan psikoanalisis, psikoterapi psikoanalitik mengobati sebagian besar gangguan yang dalam bidang psikopatologi.
3.      Psikoterapi Suportif
Psikoterapi suportif (juga disebut psikoterapi berorientasi hubungan) menawarkan dukungan kepada pasien oleh seorang tokoh yang berkuasa selama periode penyakit, kekacauan atau dekompensasi sementara. Pendekatan ini juga memiliki tujuan untuk memulihkan dan memperkuat pertahanan pasien dan mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu. Cara ini memberikan suatu periode penerimaan dan ketergantungan bagi pasien yang membutuhkan bantuan untuk menghadapi rasa bersalah, malu dan kecemasan dan dalam menghadapi frustasi atau tekanan eksternal yang mungkin terlalu kuat untuk dihadapi.
Terapi suporttif menggunakan sejumlah metoda, baik sendiri-sendiri atau konbinasi, termasuk :
a)      Kepemimpinan yang kuat, hangat, dan ramah
b)      Pemuasan kebutuhan tergantungan
c)      Mendukung perkembangan kemandirian yang sah pada akhirnya
d)     Membantu mengembangkan sublimasi yang menyenangkan (sebagai contohnya, hobi)
e)      Istirahat dan penghiburan yang adekuat
f)       Menghilangkan ketegangan eksternal yang berlebihan.jika mungkin
g)      Perawatan di rumah sakit jika diindikasikan
h)      Medikasi untuk menghilangkan gejala
i)        Bimbingan dan nasehat dalam menghadapi masalah sekarang. Cara ini rnenggunakan teknik yang membantu pasien merasa aman, diterima, terlindungi, terdorong dan tidak merasa cemas.
Psikoterapi suportif cocok untuk berbagai penyakit psokogenik.  Terapi ini dapat dipilih jika penilaian diagnostic menyatakan bahwa proses kematangan yang bertahap didasarkan pada perluasan sasaran baru untuk identifikasi, adalah jalan yang paling menjanjikan untuk perbaikan.
Semua  dokter  kiranya harus dapat melakukan psikoterapi suportif jenis: katarsis, persusi, sugesti, penjaminan kembali, bimbingan dan penyuluhan (konseling). Oleh karena itu, hal ini akan dibicarakan secara singkat di bawah ini.
a)      Ventilasi atau katarsis ialah membiarkan pasien mengeluarkan isi hati sesukanya. Sesudahnya biasanya ia merasa lega dan kecemasannya (tentang penyakitnya) berkurang, karena ia lalu dapat melihat masalahnya dalam proporsi yang sebenarnya. Hal ini dibantu oleh dokter dengan sikap yang penuh pengertian (empati) dan dengan anjuran. Jangan terlalu banyak memotong bicaranya (menginterupsi). Yang dibicarakan ialah kekhawatiran, impuls-impuls, kecemasan, masalah keluarga, perasaan salah atau berdosa.
b)      Persuasi ialah penerangan yang masuk akal tentang timbulnya gejala-gejala serta baik-baiknya atau fungsinya gejala-gejala itu. Kritik diri sendiri oleh pasien penting untuk dilakukan. Dengan demikian maka impuls-impuls yang tertentu dibangkitkan, diubah atau diperkuat dan impuls-impuls yang lain dihilangkan atau dikurangi, serta pasien dibebaskan dari impuls-impuls yang sangat menganggu. Pasien pelan-pelan menjadi yakin bahwa gejala-gejalanya akan hilang.
c)      Sugesti ialah secara halus dan tidak langsung menanamkan pikiran pada pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa gejala-gejala akan hilang. Dokter sendiri harus mempunyai sikap yang meyakinkan dan otoritas profesional serta menunjukkan empati. Pasien percaya pada dokter sehingga kritiknya berkurang dan emosinya terpengaruh serta perhatiannya menjadi sempit. Ia mengharap-harapkan sesuatu dan ia mulai percaya. Bila tidak terdapat gangguan kepribadian yang mendalam, maka sugesti akan efektif, umpamanya pada reaksi konversi yang baru dan dengan konflik yang dangkal atau pada neurosa cemas sesudah kecelakaan.
d)     Penjaminan kembali atau reassurance dilakukan melalui komentar yang halus atau sambil lalu dan pertanyaan yang hati-hati, bahwa pasien mampu berfungsi secara adekuat (cukup, memadai). Dapat juga diberi secara tegas berdasarkan kenyataan atau dengan menekankan pada apa yang telah dicapai oleh pasien.
e)      Bimbingan ialah memberi nasehat-nasehat yang praktis dan khusus (spesifik) yang berhubungan dengan masalah kesehatan (jiwa) pasien agar ia lebih sanggup mengatasinya, umpamanya tentang cara mengadakan hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, bekerja dan belajar, dan sebagainya.
f)       Penyuluhan atau konseling (counseling) ialah suatu bentuk wawancara untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri lebih baik, agar ia dapat mengatasi suatu masalah lingkungan atau dapat menyesuaikan diri. Konseling biasanya dilakukan sekitar masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan dan pribadi.
g)      Kerja kasus sosial (social casework) secara tradisional didefinisikan sebagai suatu proses bantuan oleh seorang yang terlatih (pekerja sosial atau social worker) kepada seorang pasien yang memerlukan satu atau lebih pelayanan sosial khusus. Fokusnya ialah pada masalah luar atau keadaan sosial dan tidak (seperti pada psikoterapi) pada gangguan dalam individu itu sendiri. Tidak diadakan usaha untuk mengubah pola dasar kepribadian, tujuannya ialah hanya hendak menangani masalah situasi pada tingkat realistik (nyata).
h)      Terapi kerja dapat berupa sekedar memberi kesibukan kepada pasien, ataupun berupa latihan kerja tertentu agar ia terapil dalam hal itu dan berguna baginya untuk mencari nafkah kelak.
4.      Psikoterapi Kelompok
Psikoterapi kelompok adalah terapi di mana orang yang memiliki penyakit emosional yang telah dipilih secara cermat ditempatkan ke dalam kelompok yang dibimbing oleh ahli terapi yang terlatih untuk membantu satu sama lainnya dalarn menjalani perubahan kepribadian. Dengan menggunakan berbagai manuver teknik dan gagasan teoritis, pembimbing menggunakan interaksi anggota kelompok untuk membuat perubahan tersebut.
Psikoterapi kelompok meliputi spektruin terapi teoritik dalam psikiatri suportif, terstruktur, terbatas waktu (sebagai contohnya, kelornpok dengan orang psikotik yang kronis), kognitif perilaku, interpersonal, keluarga, dan kelompok berorientasi analitik. Dua kekuatan utama terapi kelompok, jika dibandingkan dengan terapi individual, adalah (1) kesempatan untuk mendapatkan umpan balik segera dan teman sebaya pasien dan (2) kesempatan bagi pasien dan ahli terapi untuk mengobservasi respon psikologis, emosional, dan perilaku pasien terhadap berbagai orang, mendapatkan berbagai transferensi.
5.      Terapi Keluarga
Keluarga adalah posisi yang kuat untuk mendukung atau mengintervensi usaha terbaik personil sekolah. Kasus terhadap keluarga melakukan terapi di sekolah-sekolah juga dapat dibuat persuasif. Biasanya konselor sekolah tidak punya cukup waktu, pelatihan yang sesuai, atau sanksi administratif untuk melakukan terapi keluarga. Tidak ada keuntungan untuk semua pihak yang terlibat ketika penasihat campur tangan dengan keluarga yang tidak berfungsi baik. Keluarga seperti diatur untuk menentang perubahan, dan upaya pemecahan masalah menimbulkan frustrasi. Sebuah keluarga yang tidak berfungsi baik cara terbaik adalah dirujuk untuk terapi keluarga. 
6.      Terapi Kognitif
Terapi kognitif menurut penciptanya, Aaron Beck adalah “didasarkan pada alasan teoritis dasar di mana afek dan perilaku individual sangat ditentukan oleh  cara di mana ia rnenyusun dunia.” Penyusunan dunia Seseorang didasarkan pada kognisi (idea verbal atau gambaran yang ada bagi alam sadar), yang didasarkan pada asumsi (skema yang dikembangkan dari pengalaman sebelumnya). Menurut Beck, jika seseorang menginterpretasikan pengalaman dalam hal apakah ia kompeten dan adekuat, pikirannya mungkin didominasi oleh skema, “Jika saya tidak melakukan segalanya dengan sempurna, saya adalah gagal.” Sebagai akibatnya, ia bereaksi terhadap situasi dalam hal keadekuatan kendatipun hal tersebut tidak berhubungan dengan apakah ia adalah kompeten secara pribadi atau tidak.
Terapi kognitif adalah terapi terstruktur jangka pendek yang menggunakan kerja sama aktif antara pasien dan ahli terapi untuk mencapai tujuan terapetik. Terapi ini berorientasi terhadap rnasalah sekarang dan pemecahannya. Terapi biasanya dilakukan atas dasar individual, walaupun metoda kelompok juga digunakan. Terapi juga dapat digunakan bersama-sama dengan obat.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Anak adalah salah satu bagian dari sistem keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama ketika anak hidup dan berinteraksi. Segala sesuatu yang ditampilkan anak di lingkungan sosialnya berasal dari pengaruh keluarga. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi keluarga sangatlah berpengaruh kepada anak. Tumbuh kembang anak sangatlah dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga saling berinteraksi satu sama lainnya dalam peranannya dan menciptakan suatu budaya.
Sebagai mahluk social tentunya anak akan mengalami permasalahan dalam hidupnya, permasalahan yang dihadapi anak bisa membuat penghambat bagi optimalisasi potensi dirinya. Tidak jarang saat ini kita mendapati anak yang mengalami permasalahan di sekolah, dan ternyata sumber permasalahannya tidak hanya timbul dari lingkungan sosialnya, tetapi dari lingkungan keluarga.
Di sekolah, anak yang mengalami hambatan dalam optimalisasi potensinya ditangani oleh psikolog sekolah dan perlu adanya intervensi psikoterapi. Apabila, sumber permasalahan anak berasal dari keluarga, maka haruslah penyelesaiannya melibatkan pihak keluarga dan perlu adanya komunikasi keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, Tristiadi Ardi. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung: Lubuk Agung
Corey, Geral. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Maramis WF. 1997. Psikoterapi, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa ed. 7, Airlangga University, 1998.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar