Kamis, 02 Mei 2013

CINTA: Studi Komparasi Perspektif Islam dan Psikologi (Konsep Cinta Al-Ghazali dan The Sternberg's Triangular Theory of Love)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Cinta adalah suatu proses di dalam hati, berupa kecenderungan yang dibarengi gejolak emosi, yang menimbulkan gerakan hati menuju sesuatu yang sesuai dengan selera cinta.[1] Cinta merupakan tema purba yang semangatnya selalu atraktif dan menggoda siapa saja. Eksistensinya mampu mencerahkan sekaligus membutakan dunia. Cinta dapat menenggelamkan sekaligus mengangkat eksistensi manusia. Cinta menggairahkan bagi mayoritas orang, menggetarkan hati orang-orang beriman dan menggoyangkan lidah orang-orang yang beribadah ketika menyebut namanya. Cinta adalah sebuah tonikum bagi orang yang letih dan berbeban berat dalam menjalani hidup. Cinta memiliki bahasanya sendiri, suara yang menyentuh dari hati ke hati, yang nada mistisnya hanya dipahami oleh cinta.[2] Demikian ungkapan puisi cinta dari Persia. Banyak orang berpendapat bahwa dunia tanpa cinta akan terasa senyap dan hampa dengan segenap resah yang melanda. Tanpa cinta hidup akan terasa sia-sia.
Erich Fromm mengatakan bahwa cinta bersifat absolut dan kompleks dan hanya melibatkan perasaan serta emosi. Karena itu, tak aneh jika perasaan cinta sudah melekat dalam hati, tindakan irrasionalpun akan dilakukan. Bahkan cinta dapat mengubah seorang penakut menjadi pemberani dan rela berkorban apa saja demi orang yang dicintainya. Bahkan ada kata pepatah yang sudah sangat familiar tentang cinta, “gunung tinggi akan ku daki, lautan luas akan aku seberangi”.
Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dsb. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dsb. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Sternberg terkenal dengan Teori Cinta Triangular (The Triangular Theory of Love). Teori Stenberg yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama yaitu gairah, keintiman, dan komitmen.[3] Gairah seperti yang kita gambarkan di awal adanya daya tarik fisik dan seksual pada pasangan. Keintiman adalah perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam hubungan. Komitmen adalah penilaian kognitif kita atas hubungan dan niat kita untuk mempertahankan hubungan bahkan ketika menghadapai masalah.
Dalam banyak kultur, cinta dianggap sebagai ketertarikan yang berbahaya, pengacau keteraturan sosial yang didasarkan pada pernikahan yang diatur. Sepanjang dua abad terakhir, pernikahan di masyarakat barat dan beberapa masyarakat non-barat harus didasarkan kepada cinta. Cinta romantis lebih dapat diterima dalam masyarakat yang individualistis daripada dalam masyarakat yang kolektivitas.
Rasa cinta yang dimiliki manusia tidak hanya berkutat pada sesama manusia saja. Namun rasa cinta tersebut juga ada pada rasa cinta manusia akan Tuhan pencipta mereka, dan juga rasa cinta terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya termasuk hewan dan tumbuhan. Karena segala sesuatu dasarnya adalah cinta, maka setiap kali terjalin cinta antara manusia dengan yang dicintainya maka ia akan menuntut ketaatan.
Dalam perspektif islam setiap manusia dan khususnya manusia muslim akan berkata bahwa dirinya mencintai Allah. Cintanya kepada Allah melebihi cintanya kepada yang lain. Akan tetapi ungkapan yang terlontar itu haruslah ada suatu bukti nyata. Seperti dalam Al-Qur’an Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 24 yang berbunyi:

ö@è% bÎ) tb%x. öNä.ät!$t/#uä öNà2ät!$oYö/r&ur öNä3çRºuq÷zÎ)ur ö/ä3ã_ºurør&ur óOä3è?uŽÏ±tãur îAºuqøBr&ur $ydqßJçGøùuŽtIø%$# ×ot»pgÏBur tböqt±øƒrB $ydyŠ$|¡x. ß`Å3»|¡tBur !$ygtRöq|Êös? ¡=ymr& Nà6øs9Î) šÆÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur 7Š$ygÅ_ur Îû ¾Ï&Î#Î7y (#qÝÁ­/uŽtIsù 4Ó®Lym šÎAù'tƒ ª!$# ¾Ín͐öDr'Î/ 3 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# šúüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇËÍÈ  

Artinya:
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Q.S At-Taubah: 24).

Dari ayat diatas kita dapat mengambil hikmah bahwa kita harus benar-benar cinta kepada Allah karena Allah-lah Maha segalanya. Kita sebagai manusia yang beriman hendaknya menghindari bahwa kecintaan kita kepada dunia dapat mengalahkan kecintaan kita kepada Allah. Dan seharusnya rasa cinta kita pada dunia dapat menambah rasa cinta kita kepada Allah. Sehingga kita dapat menjadi hamba Allah yang selalu ada dalam cinta-Nya.
Dalam kalam Ilahi, kata cinta tercantum di delapan puluh tempat lebih, dengan berbagai macam turunannya dari satu sumber.[4] Ayat-ayat Al-Qur’an telah menjelaskan ikatan khusus dan istimewa yang menghimpun hamba dengan Tuhannya, yaitu dengan cinta. Ayat-ayat cinta ini turun untuk menggambarkan tentang cinta Allah kepada hamba-Nya dan cinta mereka kepada-Nya. Salah satunya seperti pada firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 165 sebagai berikut:

šÆÏBur Ä¨$¨Z9$# `tB äÏ­Gtƒ `ÏB Èbrߊ «!$# #YŠ#yRr& öNåktXq6Ïtä Éb=ßsx. «!$# ( tûïÉ©9$#ur (#þqãZtB#uä x©r& ${6ãm °! 3 öqs9ur ttƒ tûïÏ%©!$# (#þqãKn=sß øŒÎ) tb÷rttƒ z>#xyèø9$# ¨br& no§qà)ø9$# ¬! $YèÏJy_ ¨br&ur ©!$# ßƒÏx© É>#xyèø9$# ÇÊÏÎÈ  

Artinya:
“dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)”.

Seperti halnya, Al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ ‘Ulum Al-Din, bab cara menggapai esensi cinta dari Allah mengungkapkan: “Pandangan mata batin itu lebih tajam daripada pandangan mata lahir. Mata hati itu lebih peka dan sensitif daya tangkapnya daripada mata biasa. Keindahan hal-hal abstrak yang diperoleh melalui pandangan batin itu jauh lebih mengagumkan daripada keindahan hal-hal konkret yang disaksikan secara kasat mata.” Lebih lanjut beliau juga berpendapat, “Manusia itu hamba dari kebajikan. Hati itu akan menjadi luluh untuk mencintai pihak yang berbuat baik kepadanya. Sedangkan Allah adalah Sang pemberi kenikmatan, karunia dan rezeki.”[5]
Maka berdasarkan latar belakang tersebut mendorong penulis untuk mengkaji tentang seluk beluk dari teori yang dikemukakan oleh Stenberg yakni The Triangular Theory of Love kemudian mengkomparasikannya dengan konsep cinta dalam islam yang mengacu pada konsep cinta menurut Al-Ghazali, sehingga kita dapat menemukan persamaan dan perbedaan antara kedua konsep tersebut untuk pemahaman yang lebih komprehensip.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang diatas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji perbandingan konsep cinta dalam perspektif islam dan psikologi. Secara lebih rinci masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut:

1.      Bagaimana telaah konseptual cinta dalam perspektif psikologi menurut The Triangular Theory of Love yang dipaparkan oleh Stenberg?
2.      Bagaimana telaah konseptual cinta dalam perspektif islam menurut konsep cinta Al-Ghazali?
3.      Bagaimana komparasi konsep cinta antara islam dan psikologi menurut Al-Ghazali dan The Sternberg’s Triangular Theory of Love?

C.    Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji perbandingan konsep cinta dalam perspektif islam dan psikologi. Secara lebih detail tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1.      Mengetahui telaah konseptual cinta dalam perspektif psikologi menurut The Triangular Theory of Love yang dipaparkan oleh Stenberg.
2.      Mengetahui telaah konseptual cinta dalam perspektif islam menurut konsep cinta Al-Ghazali.
3.      Mengetahui komparasi konsep cinta antara islam dan psikologi menurut Al-Ghazali dan The Sternberg’s Triangular Theory of Love.

D.    Manfaat Penelitian

Hasil penelitian mengenai komparasi konsep cinta antara islam dan psikologi menurut Al-Ghazali dan The Sternberg’s Triangular Theory of Love ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari aspek teoritik maupun aspek praktis, secara lebih rinci dijabarkan sebagai berikut:

1.      Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan dapat menambah khasanah keilmuwan di bidang psikologi khususnya menyangkut Psikologi Islami sebagai sebuah wacana baru dalam psikologi.
2.      Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa pengetahuan baru mengenai komparasi konsep cinta antara islam dan psikologi menurut Al-Ghazali dan The Sternberg’s Triangular Theory of Love.

E.     Metode Penelitian

1.      Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap objek yang diteliti. Gambaran dan uraian pada objek yang diteliti bersumber pada buku dan telaah pustaka yang lain yang dapat menjelaskan secara jelas objek yang diteliti. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang dalam memaparkan data menggunakan metode induktif yaitu dimana dalam pengambilan kesimpulan dilakukan dari hal yang bersifat khusus kepada hal yang bersifat umum.

2.      Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data literatur perpustakaan yang menggunakan 2 macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah semua literatur yang membahas tentang The Triangular Theory of Love dan juga kajian islam mengenai cinta menurut Al-Ghazali baik berupa buku-buku, artikel, makalah maupun skripsi, tesis dan disertasi. Sedangkan data sekunder adalah segala buku/kajian yang relevan dengan data primer.

3.      Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Metode ini kami gunakan dengan cara menelaah secara langsung sumber data baik data primer maupun data sekunder baik yang berbentuk buku, artikel dan sebagainya yang relevan dengan pembahasan ini.

4.      Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini ialah bibliografi dan juga katalog dari semua buku yang berkaitan. Bibliografi dan katalog tersebut diperoleh dari perpustakaan dan toko buku yang dapat terjangkau oleh peneliti.

5.      Analisis Data
Bersamaan dengan pengumpulan data maka dilakukan analisa data dengan cara:
a.       Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, baik data primer maupun data sekunder. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah selanjutnya ialah mereduksi data. Reduksi data diartikan sebagai pemilihan, pemusatan perhatian pada proses penyederhanaan dan transformasi data kasar yang telah diperoleh.
b.      Langkah selanjutnya adalah menyusun data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorikan masing-masing secara tematis. Setelah data terkategorikan, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Hal ini dilakukan dengan tiga cara yaitu deskripsi, interpretasi, dan refleksi. Deskripsi dilakukan untuk menjelaskan secara detail berbagai hal yang berkaitan dengan teori cinta. Interpretasi dilakukan untuk memahami teori cinta beserta hal yang berkaitan dengan teori cinta dan refleksi kritis disampaikan sebagai evaluasi terhadap konsep cinta tersebut.
c.       Langkah terakhir ialah pengambilan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan ini dilakukan secara terus menerus dan susul menyusul agar penelitian ini mendapatkan hasil yang akurat. Dalam penelitian kualitatif pengambilan kesimpulan yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode induktif yaitu melakukan kesimpulan dari khusus ke umum.

F.     Sistematika Pembahasan

Bab I : Pendahuluan. Berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, serta tujuan dan manfaat penelitian secara praktis maupun teoritis. Dan juga dilengkapi dengan metode penelitian serta sistematika pembahasan penelitian ini.
Bab II : Cinta Perspektif Psikologi. Pembahasan ini dikhususkan pada The Sternberg’s Triangular Theory of Love. Membahas tentang konsep cinta dari perspektif psikologi, khususnya mengacu pada teori triangular cinta yang dicetuskan oleh Sternberg.
Bab III : Cinta Perspektif Islam. Pembahasan mengenai konsep Cinta Al-Ghazali yang menguraikan tentang konsep cinta dari kacamata islam dengan perspektif tokoh Al-Ghazali.
Bab IV: Komparasi Cinta Perspektif Islam dan Psikologi. Menjelaskan dan menganalisa mengenai konsep cinta dari kedua perspektif yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Selain itu juga menganalisa perbedaan dan persamaan konsep cinta antara islam dan psikologi, sehingga menghasilkan suatu pandangan baru tentang cinta yang komprehensip.
Bab V : Kesimpulan. Berisi tentang hasil analisa serta persamaan dan perbedaan antara konsep cinta dalam perspektif islam dan psikologi.



BAB II
CINTA PERSPEKTIF PSIKOLOGI

A.    Definisi Cinta Menurut Beberapa Ahli Psikologi

Cinta menurut kamus lengkap psikologi adalah: 1. Satu perasaan kuat penuh kasih sayang atau kecintaan terhadap seseorang, biasanya disertai satu komponen seksual. 2. Satu sentimen dengan sifat karakteristik dominan ialah satu perasaan kuat penuh kasih sayang/cinta; ditunjukkan oleh kecintaan seseorang terhadap tanah airnya. 3. (Psikoanalisis) naluri libidinal atau erotis, yang mencari pemuasan pada satu objek. 4. (Watson) dengan ketakutan dan kemurkaan, salah satu dari ketiga emosi primer atau emosi yang melekat menjadi asli. 5. Dalam penulisan religius, berupa satu kualitas spiritual dan mistik yang mempersatukan individu dengan Tuhan.[6] Sedangkan definisi cinta menurut beberapa ahli psikologi antara lain:

1.      Abraham Maslow: cinta adalah suatu proses aktualisasi diri yang bisa membuat orang melahirkan tindakan-tindakan produktif dan kreatif. Dengan cinta seseorang menyadari bahwa dirinya akan mendapatkan kebahagiaan bila mampu membahagiakan orang yang dicintainya. Menurut Maslow, cinta tidak boleh dikacaukan dengan kebutuhan seks yang merupakan kebutuhan fisiologi semata, karena biasanya perilaku seks ditentukan oleh banyak kebutuhan.[7]

2.      Ashley Montagu (Psikolog asal AS): cinta adalah sebuah perasaan memperhatikan, menyayangi dan menyukai yang mendalam yang biasanya disertai dengan rasa rindu dan hasrat terhadap sang objek.
3.      Elaine dan William Walster: cinta adalah suatu keterlibatan yang sangat dalam yang diasosiasikan dengan timbulnya rangsangan fisiologis yang kuat yang diirigi dengan perasaan untuk mendambakan pasangan dan keinginan untuk memuaskan tersebut memalui pasangannya itu.

4.      Sternberg: cinta adalah sebuah kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan.

5.      Erich Fromm: cinta adalah suatu perasaan yang selalu bersifat absolut dan kompleks dan hanya melibatkan perasaan dan emosi. Erich Fromm tidak semata-mata mendefinisikan cinta dalam pengertian yang erotis, definisi ini meliputi cinta orang tua terhadap anak, cinta pada diri sendiri dan dalam pengertian yang lebih luas solidaritas dengan semua orang dan mencintai mereka.[8]

6.      Carl Rogers: cinta adalah keadaan dimengerti secara mendalam dan diterima dengan sepenuh hati.[9]

B.     Tipologi dan Konsep Cinta Stenberg

Sebagian besar orang, teman dan orang yang dicintai berada didekat mereka dalam waktu yang relative lama, mereka tumbuh bersama, mencari pendidikan bersama, tergabung dalam kegiatan social bersama. Setelah terbuka kepada orang dalam jangka waktu tertentu akan menjadi suatu hubungan yang dekat yaitu  persahabatan bahkan percintaan. Kita suka berkumpul dengan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan kita baik kesamaan sikap, perilaku dan karakteristik seperti kecerdasan, baju, kepribadian, gaya hidup, daya tarik fisik dan sebagainya. Pada beberapa kasus terbatas dan karakteristik tertentu perbedaan mungkin akan menarik. Seorang introvert mungkin akan berharap dekat dengan seseorang yang ekstrovert, seorang yang sedikit uang mungkin akan bersahabat dengan orang yang memiliki banyak uang misalnya. Tetapi umumnya kita tertarik dengan individu yang memiliki karakteristik yang sama daripada karakteristik yang berbeda.
Dalam satu penelitian sebagai contoh yang dikemukakan oleh Wenzlaff & Prohaska (1989), adagium kuno menyatakan “kesedihan mencari teman” terbukti karena mahasiswa yang depresi cenderung menemui teman yang sedih dan mahasiswa yang tidak depresi cenderung menemui teman yang bahagia.[10] Validasi konsensual memberikan sebuah penjelasan mengapa seorang individu tertarik kepada orang yang memiliki kesamaan dengannya. Sikap dan perilaku kita didukung ketika sikap dan perilaku orang lain sama dengan kita, juga karena orang lain yang tidak mirip tidak sama dengan kita lebih tidak dikenali. Kita mungkin lebih dapat mengontrol orang lain yang sama dengan kita, yang sikap dan perilakunya dapat kita prediksi. Dan implikasi dari kesamaan adalah kita akan menikmati interaksi dengan orang lain dalam kegiatan yang saling menguntungkan, dimana sebagian besar memerlukan pasangan dengan perilaku dan sikap yang sama.[11]
Dari daya tarik akan menimbulkan keintiman tertentu, dari keintiman nilai-nilai cinta muncul. Cinta mengacu pada perilaku manusia yang sangat luas dan kompleks. Menurut Santrock (1995) cinta dapat diklasifikasikan menjadi empat macam bentuk, yakni altruisme, persahabatan, cinta yang romantic atau bergairah, cinta yang penuh dengan perasaan atau kebersamaan.[12] Penjelasan dari empat macam bentuk cinta adalah sebagai berikut:

1.      Cinta Altruisme
Cinta Altruisme ditandai dengan adanya perhatian, keinginan untuk selalu memberikan sesuatu, dan selalu siap menerima dan memaafkan kesalahan atau kekurangan yang dicintainya. Cinta diartikan sebagai suatu tugas yang harus dilakukan tanpa pamrih. Bentuk cinta ini diungkapkan melalui pengorbanan diri, kesabaran dan rasa percaya terhadap orang yang dicintai.
Cinta seorang ibu kepada anaknya adalah contoh dari cinta altruisme. Betapapun besarnya pengorbanan, demi kecintaan pada buah hatinya, ia akan senatiasa melakukannya. Tentu saja kecintaan itu tidak memiliki pamrih sekecil apapun. Walaupun, seringkali pengorbanan yang dilakukannya itu tidak sebanding dengan apa yang ia terima. Cinta altruisme memang cinta yang unik. Cinta yang didasari oleh ketulusan. Cinta yang mendatangkan energi kuat untuk melakukan pengorbanan apa saja. Seringkali kita berbuat kebaikan kepada orang lain, tetapi balasannya tidak sebanyak kebaikan yang kita lakukan.

2.       Persahabatan
Persahabataan (friendship) adalah satu bentuk hubungan dekat yang melibatkan kenikmatan (kita suka menghabiskan waktu dengan sahabat kita), penerimaan (kita menerima teman kita tanpa mencoba mengubahnya), kepercayaan (kita menganggap seorang teman akan bertindak untuk kepentingan kita yang paling baik), hormat (kita berfikir teman kita membuat keputusan yang baik), saling menolong (kita saling mendukung teman kita), menceritakan rahasia (berbagi pengalaman dan rahasia), mengerti (kita merasa seorang teman sangat memahami kita), spontanitas (kita merasa bebas untuk menjadi diri sendiri di depan seorang teman).[13]
Persahabatan itu berbeda dengan cinta, perbedaan ini dapat dilihat dari skala menyukai dan mencintai. Menyukai berarti menyadari bahwa orang lain sama dengan kita (hal ini penilaian positif dari seorang individu). Mencintai, melibatkan kedekatan dengan seseorang, hal ini termasuk ketergantungan, tidak berorientasi pada diri sendiri, kekaguman,  kualitas dari penerimaan dan eksklusivitas. Tetapi teman dan kekasih sama dalam beberapa hal. Teman dan kekasih sama-sama memiliki sifat menerima, percaya, hormat, terus terang, memahami, spontanitas, saling menolong dan kebahagiaan. Hubungan dengan teman cenderung lebih stabil, terutama pada individu yang tidak terlibat dalam urusan pernikahan.

3.        Cinta yang romantic
Cinta yang romantic juga disebut cinta yang bergairah atau “eros” dimana cinta tersebut memiliki elemen seksual dan kekanak-kanakan dan seringkali mendominasi bagian awal suatu hubungan cinta.[14] Menurut Ellen Berscheif (1988) cinta romantic inilah yang dimaksud ketika kita “jatuh cinta” pada seseorang.

4.      Cinta yang penuh afeksi atau kebersamaan
Cinta lebih dari sekedar gairah, cinta afeksi juga disebut cinta yang penuh kebersamaan. Cinta yang penuh afeksi adalah cinta yang terjadi ketika hasrat individu untuk berada dekat dengan orang lain dan melibatkan perasaan yang dalam dan sayang terhadap orang tersebut.[15]

Robert J. Stenberg percaya bahwa cinta yang penuh dengan perasaan sebenarnya terdiri atas dua tipe, yakni keintiman dan komitmen. Teori cinta triangular (The Triangular Theory of Love) adalah teori Stenberg yang menyatakan bahwa cinta memiliki tiga bentuk utama yaitu gairah, keintiman, dan komitmen.[16] Gairah seperti yang telah digambarkan pada awal adanya daya tarik fisik dan seksual pada pasangan. Keintiman adalah perasaan emosional tentang kehangatan, kedekatan, dan berbagi dalam hubungan. Komitmen adalah penilaian kognitif kita atas hubungan dan niat kita untuk mempertahankan hubungan bahkan ketika menghadapai masalah. Jika hanya gairah  (rendah atau tidak ada keintiman dan komitmen), hanya nafsu yang terjadi mungkin akan terjadi perselingkuhan. Jika hubungan memiliki keintiman dan komitmen tapi sedikit gairah maka atau tidak ada gairah maka terjadi cinta yang afeksi atau kebersamaan, sering ditemukan pada pasangan bahagia yang telah menikah bertahun-tahun lamanya. Jika gairah dan komitmen tetapi tidak ada keintiman maka adalah cinta yang konyol (fatuous love). Jika ketiganya ada maka itulah cinta yang sempurna (consummate love). Lebih jelasnya dapat dilihat pada konsep segitiga cinta pada gambar berikut:



Gb1. Segi tiga cinta Stenberg

Menurut Sternberg, setiap komponen itu pada setiap orang derajatnya berbeda, tergantung dengan hubungan yang dijalani dan siapa yang menjalani hubungan tersebut. Ada yang hanya tinggi digairah, tapi rendah pada komitmen atau mungkin sebaliknya. Cinta yang ideal adalah bila ketiga komponen itu berada pada proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Pola-pola proporsi ketiga komponen ini dapat membentuk berbagai macam tipe hubungan seperti dalam tabel pola cinta sebagai berikut:

Tipe
Komponen yang Hadir
Deskripsi
Non-love
Ketiga komponen tidak ada
Ada pada kebanyakan hubungan inter-personal, seperti pertemanan biasa (hanya kenalan saja).
Liking
Hanya keintiman
Ada kedekatan, pemahaman, dukungan emosional, afeksi, keterikatan dan kehangatan. Tapi tidak ada hasrat atau komitmen. Biasanya ada pada hubungan persahabatan (bisa sesama jenis kelamin).
Infatuation
Hanya gairah
Ini adalah ‘cinta pada pandangan pertama’, ketertaikan fisik yang kuat dan gairah seksual, tanap intimasi atau komitmen. Kegilaan seperti ini dapat bergelora secara tiba-tiba dan padam sama capatnya atau dengan beberapa syarat akan berlangsung dalam waktu yang panjang.
Empty Love
Hanya komitmen
Cinta kosong kerap ditemukan dalam hubungan jangka panjang yang telah kehilangan intimasi dan hasrat (pasangan lanjut usia) atau dalam perkawinan yang dijodohkan.
Romantic Love
Keintiman dan gairah
Hubungan yang melibatkan gairah fisik maupun emosi yang kuat, tanpa ada komitmen.
Companionate Love
Keintiman dan komitmen
Hubungan jangka panjang yang tidak melibatkan unsur seksual, termasuk persahabatan. Sering kali terjadi dalam hubungan perkawinan dimana ketertarikan fisik sudah padam tapi pasangan tersebut merasa dekat satu dengan yang lain dan membuat keputusan untuk tetap bersama.
Fatous Love
Gairah dan komitmen
Cinta jenis ini yang mengarah pada ingkaran percumbuan, dimana pasanga membuat komitmen berdasarkan hasrat tanpa memberikan waktu kepada diri mereka untuk mengembangkan intimasi. Jenis cinta ini biasanya tidak berlangsung lama, terlepas dari niat awal ketika melakukan komitmen.
Consummate Love
Semua komponen ada
Ketiga komponen ada dalam cinta ‘sempurna’ ini, yang diperjuangkan banyak orang, terutama dalam hubungan romantis. Lebih mudah mencapainya ketimbang mempertahankannya. Salah satu dari kedua pasangan tersebut dapat berubah dalam apa yang diinginkannya dari hubungan tersebut. Apabila pasangannya juga berubah, hubunga tersebut bisa jadi terus berlangsung dalam bentuk yang berbeda. Akan tetapi jika pasangannya tidak berubah, hubungan tersebut bisa putus.



BAB III
CINTA PERSPEKTIF ISLAM

A.    Cinta Menurut Beberapa Tokoh Islam

Cinta dalam bahasa arab berasal dari kata ‘Mahabbah’. Mahabbah dalam ilmu tasawuf merupakan tantangan bagi ketaatan dalam syariat. Jika seseorang hanya taat maka ketaatan itu tidak menjamin kedekatan seorang hamba kepada Allah. Mahabbah mengatur tingkah laku manusia yang mampu menguasai nilai-nilai kesadaran batin. Cinta atau mahabbah tidak dapat dipelajari namun harus dialami karena merupakan anugerah dari Allah. Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dan Ahmad Mubarok banyak sekali ragam istilah cinta yang dijadikan kebiasaan manusia. dalam konteks budaya arab misalnya ada tiga karakteristik cinta, yakni ta’dzim (menghargai), ihtimaman (penuh perhatian) dan mahabbah (cinta).[17]
Cinta merupakan salah satu tingkatan dalam memperoleh pencapaian yang harus dilalui oleh seorang sufi. Menurut kaum sufi, cinta dengan segala aspek yang terkandung didalamnya merupakan inspirasi, pancaran, limpahan anugerah dan hembusan halus. Cinta tidak dapat didefinisikan dan tidak pula dapat diberi batasan, bahkan juga tidak dapat dijelaskan hakikat dan rahasianya. Untuk mengetahui inti dan hakikat makna cinta secara lengkap dan menyeluruh, ini diluar batas kemampuan manusia. Karena cinta dapat dirasakan tetapi tidak dapat disifati, dan dapat dimengerti tetapi tidak dapat didefinisikan.
Ibn Al-Qoyyim Al-Jauziyah, dalam Raudhat Al-Muhibbin Al-Mustaqin (Taman orang-orang yang sedang jatuh cinta dan pelipur lara bagi orang-orang yang sedang memendam rindu), berpendapat bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan tumbuhnya perasaan cinta, yaitu: sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang yang membuat ia dicintai kekasihnya, perhatian sang kekasih terhadap sifat-sifat tersebut dan pertautan antara seseorang yang sedang jatuh cinta dengan yang dicintainya.
Muhammad Ibnu Daud Al-Zhahiri, dalam Al-Zahra, sebagaimana dikutip oleh Ibn Al-Qoyyim mengatakan “Cinta merupakan cermin bagi seseorang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahui watak  dan kelemah lembutan dirinya dalam citra kekasihnya. Kerena sebenarnya ia tidak jatuh cinta kecuali terhadap dirinya sendiri.”
Muhyiddin bin Al-‘Arabi menyatakan, “Cinta adalah kerinduan yang tidak berujung, rasa rindu yang meletup-letup dan kegilaan yang tidak berkesudahan. Setinggi apapun tingkatan cinta yang dicapai oleh seseorang dia akan selalu berkeyakinan bahwa jauh disana masih ada cinta yang lebih tinggi dan sempurna tingkatannya.”

B.     Cinta Menurut Al-Ghazali

Dalam mengelaborasi dasar-dasar filosofis ajaran tentang cinta (mahabbah) ini, Al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah melakukannya dengan cukup bagus. Menurut Al- Ghazali cinta adalah kecenderungan diri pada sesuatu yang dapat memberikan kelezatan dalam bentuk apa pun.[18] Menurut beliau, ada tiga hal yang mendasari tumbuhnya cinta dan bagaimana kualitasnya.[19] Ketiga hal tersebut adalah:

1.      Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan (idrak)
Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia kenal. Karena itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan kata lain, cinta merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau seseorang telah dikenal dan diketahui dengan jelas oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya akan timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.

2.      Cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan
Semakin intens pengenalan dan semakin dalam pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek, maka semakin besar peluang obyek itu untuk dicintai. Selanjutnya, jika semakin besar kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh dari obyek yang dicintai, maka semakin besar pula cinta terhadap obyek yang dicintai tersebut.
Kenikmatan dan kebahagiaan itu bisa dirasakan manusia melalui pancaindranya. Kenikmatan dan kebahagiaan seperti ini juga dirasakan oleh binatang. Namun ada lagi kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan bukan melalui pancaindra, namun melalui mata hati. Kenikmatan rohaniah seperti inilah yang jauh lebih kuat daripada kenikmatan lahiriah yang dirasakan oleh pancaindra. Dalam konteks inilah, cinta terhadap Tuhan terwujud.

3.      Manusia tentu mencintai dirinya
Hal pertama yang dicintai oleh makhluk hidup adalah dirinya sendiri dan eksistensi dirinya. Cinta kepada diri sendiri berarti kecenderungan jiwa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menghindari hal-hal yang bisa menghancurkan dan membinasakan kelangsungan hidupnya.

Selanjutnya Al-Ghazali juga menguraikan lebih jauh tentang hal-hal yang menyebabkan tumbuhnya cinta. Pada gilirannya, sebab-sebab tersebut akan mengantarkan seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta kepada Tuhan Yang Maha Mencintai.[20] Sebab-sebab itu adalah sebagai berikut:

1.      Cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan dan keberlangsungan hidup
Orang yang mengenal diri dan Tuhannya tentu ia pun mengenal bahwa sesungguhnya ia tidak memiliki diri pribadinya. Eksistensi dan kesempurnaan dirinya adalah tergantung kepada Tuhan yang menciptakannya. Jika seseorang mencintai dirinya dan kelangsungan hidupnya, kemudian menyadari bahwa diri dan hidupnya dihasilkan oleh pihak lain, maka tak pelak ia pun akan mencintai pihak lain tersebut. Saat ia mengenal bahwa pihak lain itu adalah Tuhan Yang Maha Pencipta, maka cinta kepada Tuhan pun akan tumbuh. Semakin dalam ia mengenal  Tuhannya, maka semakin dalam pula cintanya kepada Tuhan.

2.      Cinta kepada orang yang berbuat baik
Pada galibnya, setiap orang yang berbuat tentu akan disukai oleh orang lain. Hal ini merupakan watak alamiah manusia untuk menyukai kebaikan dan membenci kejahatan. Namun pada dataran manusia dan makhluk umumnya, pada hakikatnya kebaikan adalah sesuatu yang nisbi. Karena sesungguhnya, setiap kebaikan yang dilaksanakan oleh seseorang hanyalah sekedar menggerakkan motif tertentu, baik motif duniawi maupun motif ukhrawi.
Untuk motif duniawi, hal itu adalah jelas bahwa kebaikan yang dilakukan tidaklah ikhlas. Namun untuk motif ukhrawi, maka kebaikan yang dilakukan juga tidak ikhlas, karena masih mengharapkan pahala, surga, dan seterusnya. Pada hakikatnya, ketika seseorang memiliki motif ukhrawi atau agama, maka hal itu juga akan mengantarkan kepada pemahaman bahwa Allah jugalah yang berkuasa menanamkan ketaatan dan pengertian dalam diri dan hatinya untuk melakukan kebaikan sebagaimana yang Allah perintahkan. Dengan kata lain, orang yang berbuat baik tersebut pada hakikatnya juga terpaksa, bukan betul-betul mandiri, karena masih berdasarkan perintah Allah.
Ketika kesadaran bahwa semua kebaikan berujung kepada Allah, maka cinta kepada kebaikan pun berujung kepada Allah. Hanya Allah yang memberikan kebaikan kepada makhluk-Nya tanpa pamrih apapun. Allah berbuat baik kepada makhluk-Nya bukan agar Ia disembah. Allah Maha Kuasa dan Maha Suci dari berbagai pamrih. Bahkan meskipun seluruh makhluk menentang-Nya, kebaikan Allah kepada para makhluk tetap diberikan. Kebaikan-kebaikan Allah kepada makhluk-Nya itu sangat banyak dan tidak akan mampu oleh siapa pun. Karena itulah, pada gilirannya bagi orang yang betul-betul arif, akan timbul cinta kepada Allah sebagai Dzat Yang Maha Baik, yang memberikan berbagai kebaikan dan kenikmatan yang tak terhitung jumlahnya.

3.      Mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya tidak dirasakan
Mencintai kebaikan juga merupakan watak dasar manusia. Ketika seseorang mengetahui bahwa ada orang yang berbuat baik, maka ia pun akan menyukai orang yang berbuat baik tersebut, meskipun kebaikannya tidak dirasakannya langsung. Seorang penguasa yang baik dan adil, tentu akan disukai rakyatnya, meskipun si rakyat jelata tidak pernah menerima langsung kebaikan sang penguasa. Sebaiknya, seorang pejabat yang lalim dan korup, tentu akan dibenci oleh rakyat, meski sang rakyat tidak mengalami langsung kelaliman dan korupsi sang pejabat.
Hal ini pun pada gilirannya akan mengantar kepada cinta terhadap Allah. Karena bagaimanapun, hanya karena kebaikan Allah tercipta alam semesta ini. Meski seseorang mungkin tidak langsung merasakannya, kebaikan Allah yang menciptakan seluruh alam semesta ini menunjukkan bahwa Allah memang pantas untuk dicintai. Kebaikan Allah yang menciptakan artis Dian Sastrowardoyo nan cantik jelita namun tinggal di Jakarta, misalnya, adalah kebaikan yang tidak langsung dirasakan seorang Iwan Misbah yang tinggal nun jauh di Ciwidey.

4.      Cinta kepada setiap keindahan
Segala yang indah tentu disukai, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Lagu yang indah dirasakan oleh telinga. Wajah yang cantik diserap oleh mata. Namun keindahan sifat dan perilaku serta kedalaman ilmu, juga membuat seorang Imam Syafi’i, misalnya, dicintai oleh banyak orang. Meskipun mereka tidak tahu apakah wajah dan penampilan Imam Syafi’i betul-betul menarik atau tidak. Keindahan yang terakhir inilah yang merupakan keindahan batiniah. Keindahan yang bersifat batiniah inilah yang lebih kuat daripada keindahan yang bersifat lahiriah. Keindahan fisik dan lahiriah bisa rusak dan sirna, namun keindahan batiniah relatif lebih kekal.
Pada gilirannya, segala keindahan itu pun akan berujung pada keindahan Tuhan yang sempurna. Namun keindahan Tuhan adalah keindahan rohaniah yang hanya dapat dirasakan oleh mata hati dan cahaya batin. Orang yang betul-betul menyadari betapa Tuhan Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan segala sifat kesempurnaan melekat dalam Zat-Nya, maka tak ayal ia pun akan menyadari betapa indahnya Tuhan, sehingga sangat pantas Tuhan untuk dicintai.

5.      Kesesuaian dan keserasian
Jika sesuatu menyerupai sesuatu yang lain, maka akan timbul ketertarikan antara keduanya. Seorang anak kecil cenderung lebih bisa akrab bergaul dengan sesama anak kecil. Seorang dosen tentu akan mudah berteman dengan sesama dosen daripada dengan seorang tukang becak. Ketika dua orang sudah saling mengenal dengan baik, maka tentu terdapat kesesuaian antara keduanya. Berangkat dari kesesuaian dan keserasian inilah akhirnya muncul cinta. Sebaliknya, jika dua orang tidak saling mengenal, kemungkinan besar karena memang terdapat perbedaan dan ketidakcocokan antara keduanya. Karena ketidakcocokan dan perbedaan pula akan muncul tidak suka atau bahkan benci.
Dalam konteks kesesuaian dan keserasian inilah, cinta kepada Tuhan akan muncul. Meski demikian, kesesuaian yang dimaksud ini bukanlah bersifat lahiriah seperti yang diuraikan di atas, namun kesesuaian batiniah. Sebagian hal tentang kesesuaian batiniah ini merupakan misteri dalam dunia tasawuf yang menurut al-Ghazali tidak boleh diungkapkan secara terbuka. Sedangkan sebagian lagi boleh diungkapkan, seperti bahwa seorang hamba boleh mendekatkan diri kepada Tuhan dengan meniru sifat-sifat Tuhan yang mulia, misalnya ilmu, kebenaran, kebaikan, dan lain-lain.
Terkait dengan sebab keserasian dan kecocokan ini, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Allah tidak akan pernah ada yang mampu menandingi atau menyerupainya. Keserasian yang terdapat dalam jiwa orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah, sehingga ia mampu mencintai Allah dengan sepenuh hati, hanyalah dalam arti metaforis (majazi). Keserasian tersebut adalah wilayah misteri yang hanya diketahui oleh orang-orang yang betul-betul mengalami cinta ilahiah.


BAB IV
KOMPARASI CINTA PERSPEKTIF ISLAM DAN PSIKOLOGI

A.    Komparasi Cinta

Cinta adalah sesuatu yang berliku, tak seorangpun yang cukup bijak untuk menemukan semuanya. Demikian ungkapan dari salah seorang pujangga WB. Yeats. Cinta memang tidak pernah habis menjadi buah bibir manusia. cinta selalu hadir di relung-relung hati dan selalu menghiasi hari-hari kehidupan manusia. Itulah cinta duniawi, yang tidak pernah lepas dari keintiman, komitmen dan gairah dengan pasangannya. Cinta pada duniawi lebih cenderung pada cinta pada lawan jenis untuk membina suatu hubungan yang sering disebut dengan hubungan asmara. Walaupun ukuran cinta berbeda-beda tarafnya, namun ketiga unsur tersebut selalu ada dalam setiap bentuk cinta.
Cinta tumbuh karena ada proses perkenalan satu dengan yang lain, karena ada sesuatu yang menarik maka akan muncul hasrat untuk ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang yang menarik hatinya (baik itu cinta secara vertikal maupun horizontal). Apabila kita sadari, tumbuhnya cinta dalam hati manusia akan mengantarkan seseorang pada cintanya yang sejati, yakni pemilik dari segala cinta itu sendiri, ialah Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hal tersebut dikarenakan manusia mencintai dirinya sendiri, kekekalan, kesempurnaan, kebaikan, keindahan, keserasian dan kesesuaian, yang mana semua itu hanya dimiliki oleh Allah. Jika manusia sadar akan hal itu, tentunya setiap dia merasa mencintai atau dicintai oleh seseorang akan menambah rasa cintanya kepada pencinta dari cinta itu sendiri.
Psikologi sudah berbicara masalah cinta, akan tetapi Al-Qur’an sudah lebih dahulu membicarakan tentang cinta, hanya saja tidak dalam bentuk teori praktis, akan tetapi dalam bentuk kata-kata, yang kata-kata tersebut  merupakan macam-macam bentuk dari teori cinta.
Pada dasarnya masalah cinta yang dibahas dalam kedua perspektif ini saling berkesinambungan. Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta tumbuh karena ada perkenalan dan ketertarikan, yang dalam istilah psikologi dikenal dengan interest dan gairah. Kemudian setelah saling mengenal maka akan muncul keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang yang kita cintai, maka akan muncul janji-janji atau komitmen. Lalu dari komitmen yang telah dibangun makan akan timbul suatu kedekatan atau intimacy antara pihak yang saling mencinta.
Aspek pembeda dari kedua perspektif tersebut adalah objek yang menjadi sasaran untuk dicintai. Dalam perspektif psikologi yang menjadi objek untuk dicintai adalah sesama manusia, baik itu lawan jenis, orang tua, anak, saudara, dsb. Sedangkan objek sasaran cinta menurut Al-Ghazali cenderung lebih luas dari pada Stenberg. Al-Ghazali menuturkan bahwa setiap hal yang menjadi faktor munculnya rasa cinta akan dapat membawa orang yang sedang dilanda cinta untuk lebih mencintai Sang Pemilik Cinta yang sebenarnya. Hal ini berarti bahwa cinta pada manusia tidak bersifat kekal. Walaupun memang mencintai dan dicintai adalah fitrah dan anugrah manusia, tetapi cinta pada manusia tidak abadi. Hal ini dikarenakan ada cinta yang begitu hakiki untuk sebuah kehidupan, cinta sejati yang begitu murni, yakni cinta abadi Yang Maha Tinggi. Komparasi dari kedua perspektif tersebut dapat diringkas dalam tabel sebagai berikut:
The triangular theory of love
Cinta perspektif Al-ghazali
Muncul karena ada interest dan gairah
Muncul karena dan perkenalan dan ketertarikan
Ada komitmen
Ada janji dan ketaatan
Ada intimacy
Ada rasa dekat dan nyaman
Objek yang dicintai hanya sebatas manusia
Objek yang dicintai tidak hanya sebatas manusia, tetapi lebih kepada Sang pemilik cinta yang sebenarnya
Tidak ada titik klimak cinta. Karena hanya sebatas pada manusia saja
Semua hal yang berhubungan dengan cinta akan mengarah pada cinta yang lebih hakiki atau cinta pada Allah (titik klimaks cinta yang sebenarnya)

Al-Qur’an Al-Karim adalah kitab suci yang sangat sempurna. Karena tidak pernah diragukan akan kehakikian ayat dan suratnya. Yang sudah dijamin 100% oleh Sang Khaliq akan pelindungan keasliannya dan keamanannya. Sehingga ta’rif-ta’rif Al-Qur’an yang muncul, seperti dalam faham Syiah, selalu dapat ditolak dan diluruskan. Karena kemurniannya inilah, Al-Qur’an memiliki banyak sekali rahasia-rahasia yang masih belum terbuka. Dalil-dalil dalam Al-Qur’an, misalnya sebagai berikut:

QS. Al-Baqarah ayat 165
šÆÏBur Ä¨$¨Z9$# `tB äÏ­Gtƒ `ÏB Èbrߊ «!$# #YŠ#yRr& öNåktXq6Ïtä Éb=ßsx. «!$# ( tûïÉ©9$#ur (#þqãZtB#uä x©r& ${6ãm °! 3 öqs9ur ttƒ tûïÏ%©!$# (#þqãKn=sß øŒÎ) tb÷rttƒ z>#xyèø9$# ¨br& no§qà)ø9$# ¬! $YèÏJy_ ¨br&ur ©!$# ßƒÏx© É>#xyèø9$# ÇÊÏÎÈ  
Artinya:
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, sangat besar cinta mereka kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”

Dalam ayat diatas terdapat kata ‘cinta’, yaitu cinta kepada Allah dan juga cinta kepada sesama manusia. Dewasa ini tentu kita telah tahu berapa banyak orang yang mencintai pengasuhnya, gurunya, anak-anaknya, harta kekayaannya dan keluarganya sebagaimana ia mencintai Allah. Bagi orang yang melakukan seperti ini masuk dalam kategori menduakan cinta kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak ingin hamba-Nya mencintai diri-Nya sama dengan kecintaannay kepada makhluk-makhluk-Nya, karena yang demikian itu sama dengan menjadikan sekutu bagi-Nya. Hal ini juga tidak sesuai dengan nilai-nilai keimanan, karena seorang mukmin sejati akan meletakkan cinta kepada Allah diatas segala-galanya.
Menyamakan cinta merupakan perkara yang haram dan batil, dan bisa menjadi penyebab masuk kedalam neraka. Allah berfirman menceritakan perkataan para penghuni neraka dalam surat:

QS. Asy-Syu’ara’ ayat 97-98
«!$$s? bÎ) $¨Zä. Å"s9 9@»n=|Ê AûüÎ7B ÇÒÐÈ   øŒÎ) Nä3ƒÈhq|¡èS Éb>tÎ/ tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÑÈ  
Artinya:
"Demi Allah: sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, (97) karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam". (98)

Ayat diatas merupakan ujian kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya, dengan menyebutka perkara-perkara halal yang menjadikan seorang hamba lebih mencintai atau sama dengan kecintaannya kepada Allah.

QS. Al-Maidah ayat 54
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä `tB £s?ötƒ öNä3YÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ t$öq|¡sù ÎAù'tƒ ª!$# 5Qöqs)Î/ öNåk:Ïtä ÿ¼çmtRq6Ïtäur A'©!ÏŒr& n?tã tûüÏZÏB÷sßJø9$# >o¨Ïãr& n?tã tûï͍Ïÿ»s3ø9$# šcrßÎg»pgä Îû È@Î6y «!$# Ÿwur tbqèù$sƒs sptBöqs9 5OͬIw 4 y7Ï9ºsŒ ã@ôÒsù «!$# ÏmŠÏ?÷sム`tB âä!$t±o 4 ª!$#ur ììźur íOŠÎ=tæ ÇÎÍÈ  
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” 

Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa hilangnya rasa cinta kepada Allah dari hati orang-orang yang beriman sama keadaannya dengan orang yang murtad. Dan inilah yang menjadi sebab diturunkannya azab Allah kepada mereka dan mengganti dengan generasi baru yang mencintai Allah.

QS. Ali Imran ayat 31
ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq7Åsè? ©!$# ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósムª!$# öÏÿøótƒur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçR茠3 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÊÈ 
Artinya:
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam ayat diatas Allah menyebut kata cinta yang ditujukan kepada-Nya dengan cinta yang ditujukan kepada Rasul-Nya.

QS. At-Taubah ayat 24
ö@è% bÎ) tb%x. öNä.ät!$t/#uä öNà2ät!$oYö/r&ur öNä3çRºuq÷zÎ)ur ö/ä3ã_ºurør&ur óOä3è?uŽÏ±tãur îAºuqøBr&ur $ydqßJçGøùuŽtIø%$# ×ot»pgÏBur tböqt±øƒrB $ydyŠ$|¡x. ß`Å3»|¡tBur !$ygtRöq|Êös? ¡=ymr& Nà6øs9Î) šÆÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur 7Š$ygÅ_ur Îû ¾Ï&Î#Î7y (#qÝÁ­/uŽtIsù 4Ó®Lym šÎAù'tƒ ª!$# ¾Ín͐öDr'Î/ 3 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# šúüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇËÍÈ  
Artinya:
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

QS. Yusuf ayat 23
çmø?yŠurºuur ÓÉL©9$# uqèd Îû $ygÏF÷t/ `tã ¾ÏmÅ¡øÿ¯R ÏMs)¯=yñur šUºuqö/F{$# ôMs9$s%ur |Møyd šs9 4 tA$s% sŒ$yètB «!$# ( ¼çm¯RÎ) þÎn1u z`|¡ômr& y#uq÷WtB ( ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムšcqßJÎ=»©à9$# ÇËÌÈ  
Artinya:
“dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.”

Dalam ayat diatas diungkapkan bahwa adanya cinta yang hanya ada unsur gairah saja. Contohnya adalah cintanya Siti Zulaikha kepada nabi Yusuf AS.

QS. Al-Imran ayat 146
ûÉiïr'x.ur `ÏiB %cÓÉ<¯R Ÿ@tG»s% ¼çmyètB tbqÎn/͠׎ÏWx. $yJsù (#qãZydur !$yJÏ9 öNåku5$|¹r& Îû È@Î6y «!$# $tBur (#qàÿãè|Ê $tBur (#qçR%s3tGó$# 3 ª!$#ur =Ïtä tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÍÏÈ  
Artinya:
“Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.”

Di dalam Al-Qur'an telah dijelaskan cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1.        Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan "nggemesi". Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.

2.        Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya disbanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur'an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham, yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.

3.        Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur'an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.

4.        Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur'an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.

5.        Cinta ra'fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan
norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur'an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina.

6.        Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur'an menyebut term ini ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin.

7.        Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur'an tetapi dari
hadis yang menafsirkan al Qur'an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma'tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as'aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa'ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi.

8.        Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur'an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.

B.     Inventarisasi dan Tabulasi Ayat Tentang Cinta

No
Term
Lafadz
Makna
Substansi
Sumber
Jml
1
Suka/cinta
يحب
Suka
Intimacy
{3:134,5:54,6:18,49:12}
4
يحرف
Suka
Intimacy
{5:13}
1
طوعا
Suka
Intimacy
{3:21,41:11}
2
2
Kasih sayang
محبة
Kasih sayang
Intimacy & Komitmen
{20:39}
1
مودة
Kasih sayang
Intimacy & Komitmen
{4:73,29:25,42:23,60:1,60:7}
5
رحمة
Kasih sayang
Intimacy & Komitmen
{6:12,6:54,57:27}
3
رحمن
Kasih sayang
Intimacy & Komitmen
{19:16}
1
3
Kagum
عجب
Kagum
Intimacy
{63:4}
1
4
Senang

Senang
Intimacy
{2:120,4:4,6:113,7:189,
9:50,12:12,15:3,16:32,
20:40,20:130,22:15,
28:13,28:58,29:66,31:24,
36:55,46:20,47:12,88:9,40:83}
20
5
Nafsu atau gairah

Gairah
Hasrat
{24:2, 12:33, 3:14, 26:97, 26:98, 9:24, 12:23, 16:107, 59:9, 24:2}
10
6
Cinta khulfah

Hakiki
Consumate Love
{2:165, 2:222, 2:286, 3:76, 3:146, 3:31, 5:42, 49:7, 55:13, 55:16, 55:18, 55:21, 55:23, 55:25, 55:28, 55:30, 55:32, 55:34, 55:36, 55:38, 55:40, 55:42, 55:45, 55:47, 55:49, 55:51, 55:53, 55:57, 55:59, 55:61, 55:63, 55:65, 55:67, 55:69, 55:71, 55:73, 55:75, 55:77, 1:1}
40
Jumlah

88
Gb2. Figurisasi Istilah Cinta


BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Cinta dalam pandangan The Triangular Theory of Love yang dicetuskan oleh Stenberg mempunyai tiga unsur, yakni keintiman, gairah dan komitmen. Ketiga unsur tersebut selalu ada dalam setiap hubungan, namun dengan kadar yang berbeda-beda. Kadar dari unsur tersebutlah yang menentukan bentuk dan wajah dari cinta.
2.      Cinta dalam pandangan Al-Ghazali adalah sebuah kecenderungan diri pada sesuatu yang dapat memberikan kelezatan dalam bentuk apapun. Cinta dapat timbul karena ada perkenalan dan tahapan saling mengenal. Timbulnya cinta dapat mendorong manusia yang sadar akan kehadirannya untuk lebih mencintai Sang Pemilik Cinta yang sebenarnya.
3.      Cinta dalam perspektif Stenberg dan Al-Ghazali hampir sama dalam urusan cintanya dengan dunia. Adapun perbedaannya terletak pada objek yang dijadikan sasaran cinta Al-Ghazali mempunyai cakupan lebih luas daripada Stenberg. Hal ini dikarenakan Al-Ghazali menuturkan ada cinta yang lebih tinggi selain cinta kepada sesama manusia, yakni cinta pada Sang Pemilik Kehidupan. Cinta diciptakan dengan keagungan, tetapi cinta tidak dapat mengalahkan keagungan penciptanya. Sebaik-baik cinta adalah cinta yang dapat menggiring menuju kebaikan. Secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

The triangular theory of love
Cinta perspektif Al-ghazali
Muncul karena ada interest dan gairah
Muncul karena dan perkenalan dan ketertarikan
Ada komitmen
Ada janji dan ketaatan
Ada intimacy
Ada rasa dekat dan nyaman
Objek yang dicintai hanya sebatas manusia
Objek yang dicintai tidak hanya sebatas manusia, tetapi lebih kepada   Sang pemilik cinta yang sebenarnya
Tidak ada titik klimak cinta. Karena hanya sebatas pada manusia saja
Semua hal yang berhubungan dengan cinta akan mengarah pada cinta yang lebih hakiki atau cinta pada Allah (titik klimaks cinta yang sebenarnya)




DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ghanayim, Muhammad. 2006. Menjalin Cinta dengan Allah. Jakarta: Cakrawala Publishing.
Asyhari, Muhammad. 2006. Tafsir Cinta: Tebar Kebajikan dengan Spirit Al-Qur’an. Jakarta: Hikmah.
Aziz Ahmad, Abdul. 2009. Fiqh Cinta. Bandung: Pustaka Hidayah.
Baihaqi, MIF. 2008. Psikologi Pertumbuhan: Kepribadian Sehat untuk Mengembangkan Optimisme. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Bin Asy Syarif, Mahmud. 2003. Al-Qur’an Bertutur Tentang Cinta. (Yusuf Hanafi, Andul Fattah Penerjemah). Yogyakarta: Cahaya Hikmah.
Bin Nuh, Abdullah. 1973. Imam Ghazali: Cinta dan Bahagia. Jakarta: Tinta Mas.
Chaplin. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. (Kartini Kartono Penerjemah). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Departemen Agama RI. 2005. Al-Jumanatul ‘Ali Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: J-Art.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Harianto, Eko. 2004. Psikologi Cinta Sejati. Yogyakarta: Prismashopie.
Khan, Inayat. 2000. Dimensi Spiritual Psikologi. Bandung: Pustaka Hidayah.
Komaidi, Didik. 2004. B-Love & D-Love Cinta Luhur dan Cinta Nista. Yogyakarta: Palem.
Muhammad Bunduq, Shahba’. 2007. Cinta Memang Ajaib. (Saefuddin Zuhri Penerjemah). Jakarta: Al-Kautsar.
Musawi Lari, Sayyid Mujtaba. 1995. Psikologi islam. Bandung: Pustaka Hidayah.
Paplia, Diane E. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana.
Santrock, John W. 2002. Life-Span Development Perkembangan Masa hidup. Edisi 5. Jilid II. (Juda Damanik, Achmad Chusairi Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Schultz, Duane. 2010. Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. (Yustinus Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.
Tresidder, Megan. 2008. Handbook of Love. (Helmi J Fauzi Penerjemah). Yogyakarta: Kata Hati.
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika. 2008. Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



[1] Abdul Aziz Ahmad, Fiqih Cinta, Bandung, Psutaka Hidayah, 2009, h. 22.
[2] Megan Tresidder, Handbook of Love, Yogyakarta, Kata Hati, 2008, h. 71.
[3] Santrock, Life Span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima Jilid 2, Jakarta, Erlangga, 2002, h. 112.
[4] Shahba Muhammad Bunduq, Cinta Memang Ajaib, The True Love in Islam, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2007, h. 1.
[5] Mahmud Bin Asy Syarif, Al-Qur’an bertutur Tentang Cinta, Yogyakarta, Cahaya Hikmah, 2003, h. 11.
[6] Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006, h. 281.
[7] MIF Baihaqi, Psikologi Pertumbuhan, Kepribadian Sehat untuk Mengembangkan Optimisme, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2008, h. 197.
[8] Duane Schultz, Psikologi Pertumbuhan, Model-Model Kepribadian Sehat, Yogyakarta, Kanisius, 2010, h. 67.
[9] MIF Baihaqi, loc. cit.
[10] Santrock, op. cit, h. 109
[11] Ibid.
[12] Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2007, h. 243.
[13] Santrock, op. cit, h. 110
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Didik Komaidi, B-Love & D-Love Cinta Luhur dan Cinta Nista, Yogyakarta, Penerbit Palem, 2004, h. 9.
[18] Abdul Aziz Ahaad, Fiqih Cinta, Bandung, Pustaka Hidayah, 2009, h. 20.
[19] Muhammad Asyari, Tafsir Cinta Tebar Kebajikan Dengan Spirit Al-Qur’an. Jakarta, Hikmah, 2006, h. 78
[20] Ibid.

2 komentar:

  1. Bagus sekali penjelasan tentang Cinta Menurut Islam ini yang lengkap dan detail. Makasih dan salam kenal....

    BalasHapus