BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Pada saat ini, berita tentang NAPZA selalu menjadi berita
hangat dan menarik di berbagai media, baik media cetak maupun media
elektronika. Pembicaraan tentang NAPZA seakan-akan tidak ada habisnya dan
selalu muncul setiap hari. Pemerintah, dalam hal ini POLRI tidak pernah lelah
melakukan pemberantasan NAPZA, tetapi kenyataannya mati satu tumbuh seribu,
artinya satu kasus NAPZA teratasi muncul seribu kasus NAPZA lainnya. Jaringan NAPZA
telah begitu besar dan mengakar di negara kita, sehingga sangat sulit bagi
semua pihak penegak hukum dalam memberantas habis semua jaringan yang ada.
Nampaknya kita hampir-hampir putus asa, namun masalah ini harus diatasi karena
menyangkut generasi muda sebagai sasaran empuk peredaran NAPZA.
Siswa SMP dan SMA termasuk kategori remaja. Masa remaja
adalah masa dimana seseorang mencoba mencari identitas diri dan ingin diakui
keberadaan atau eksistensi dirinya dalam lingkungannya, baik lingkungan rumah,
sekolah, maupun masyarakat. Gejolak mental emosional remaja biasanya
meletup-letup karena adanya perubahan drastis sebagai akibat perkembangan fisik
dan psikis. Perubahan fisik ditunjukkan dengan bertambah dan berkembangnya
ukuran tubuh. Perubahan psikis berupa perubahan mental emosional dari alam
anak-anak ke alam dewasa. Mereka disebut anak-anak sudah tidak tepat, dikatakan
dewasa masih jauh dari kematangan sikap dan pola pikir orang dewasa. Selain itu
terjadi perkembangan psikoseksual, yaitu terjadi menstruasi pada wanita dan politio
(mimpi basah) pada pria, dimana perubahan ini membuat mereka cemas dan
tertekan.
Semakin maraknya berita peredaran dan penyalahgunaan NAPZA
di media massa memiliki pengaruh yang kuat terhadap masyarakat, khususnya bagi
remaja, mengingat pengguna NAPZA sebagian besar adalah remaja. Remaja yang
berada pada tahap pencarian identitas diri selalu memiliki keinginan untuk
mencoba sesuatu yang baru dan tidak memikirkan akibatnya, baik bagi dirinya,
keluarganya, maupun masyarakat sekitarnya. Hal ini karena sebagian remaja tidak
memiliki cukup bekal pengetahuan tentang NAPZA dan bahayanya bagi kesehatan dan
masa depannya.
Jiwa yang masih labil yang ada pada diri siswa SMP dan
SMA berakibat pada mudahnya mereka terkena pengaruh dari lingkungan. Masa
mencari identitas diri digunakan sebagai ajang untuk mencoba apa saja yang
menurutnya baru dan berbau modern. Mereka sangat takut dikatakan sebagai remaja
yang ketinggalan jaman, sehingga apapun yang dilakukan teman sebayanya
merupakan “keharusan” untuk mencoba dan merasakan. Salah satu yang mempengaruhi
kehidupan remaja saat ini adalah adanya penyalahgunaan obat terlarang, atau
terkenal dengan NAPZA. Meskipun banyak himbauan disampaikan oleh Pemerintah
kita dan lembaga-lembaga yang peduli dengan bahaya NAPZA, namun hal itu
seolah-olah tidak ada gunanya, karena memang sulit untuk menyadarkan mereka
yang sudah terkena (kecanduan). Dengan demikian himbauan kemudian lebih
diarahkan pada mereka yang belum terkena. Banyak slogan terpampang dimana-mana,
seperti “Say No to DRUGS”, “Hidup Sehat tanpa NAPZA”, “Jauhkan diri dari pil neraka”, dan
sebagainya.
Banyaknya tayangan TV yang bertitel “Buser”, “Sergap”,
“TKP”, “Patroli”, “Brutal”, dan lain-lain setiap hari nampaknya tidak cukup
efektif dalam menyadarkan kaum remaja akan bahaya NAPZA bagi masa depannya.
Melalui tayangan yang berdurasi relatif cepat dan sepintas dikhawatirkan justru
kemungkinan dapat membuat penasaran mereka dan berkeinginan kuat untuk mencoba.
Hal inilah yang menjadi pemikiran kita bersama tentang pentingnya penyuluhan
tentang bahaya dan cara penangggulangan penyalahgunaan NAPZA, baik dalam
lingkup yang sempit maupun dalam lingkup yang lebih luas langsung kepada
sasarannya, terutama bagi kaum remaja, siswa yang masih duduk di SMP dan SMA.
Selain lebih efektif dalam menjelaskan tentang pengertian NAPZA dan
permasalahannya, para siswa dapat secara langsung mendengarkan penjelasan dari
berbagai pihak yang berkompeten tentang NAPZA dan bertanya berbagai hal yang
belum jelas yang selama ini hanya mereka ketahui dari berbagai media massa.
Berdasarkan pertimbangan fakta di lapangan saat ini, maka penting
bagi masyarakat, khususnya remaja, siswa SMP dan SMA untuk dibekali pengetahuan
tentang bahaya penyalahgunaan NAPZA bagi kesehatan dan masa depan mereka dan
bagaimana cara menanggulanginya. Selain itu, pada umumnya remaja lebih mudah
kena pengaruh hal-hal yang berbau ”modern” dalam pemahaman mereka, padahal
justru dapat membahayakan bagi kehidupannya.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari gangguan penggunaan zat (NAPZA)?
2.
Bagaimana
epidemiologi gangguan penggunaan zat (NAPZA)?
3.
Bagaimana
patofisiologi gangguan penggunaan zat (NAPZA)?
4.
Apa
latar belakang individu mengalami gangguan penggunaan zat (NAPZA)?
5.
Apa
saja gelaja klinis yang muncul pada individu yang mengalami gangguan penggunaan
zat (NAPZA)?
6.
Apa
komplikasi yang dapat ditimbulkan pada gangguan penggunaan zat (NAPZA)?
7.
Bagaimana
penatalaksanaan untuk individu yang mengalami gangguan penggunaan zat (NAPZA)?
3.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
pengertian dari gangguan penggunaan zat (NAPZA).
2.
Mengetahui
epidemiologi gangguan penggunaan zat (NAPZA).
3.
Mengetahui
patofisiologi gangguan penggunaan zat (NAPZA).
4.
Mengetahui
latar belakang individu mengalami gangguan penggunaan zat (NAPZA).
5.
Mengetahui
gelaja klinis yang muncul pada individu yang mengalami gangguan penggunaan zat
(NAPZA).
6.
komplikasi
yang dapat ditimbulkan pada gangguan penggunaan zat (NAPZA).
7.
Mengetahui
penatalaksanaan untuk individu yang mengalami gangguan penggunaan zat (NAPZA).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Gangguan Penyalahgunaan Zat (NAPZA)
Sejarah awal
Kurang lebih 2000 SM di Samaria ditemukan opion atau
kemudian lebih di kenal dengan nama Opium (Candu = papavor
somniferitum). Bunga ini tumbuh didaerah dataran
tinggi diatas ketinggian 500 meter diatas permukaan laut, penyebarannya di
daerah India, Cina dan wilayah Asia. Tahun 1806 seorang dokter dari Westphalia
bernama Friedrich Wihelim menemukan modifikasi candu yang dicampur amoniak yang
dikenal dgn nama Morphin (diambil nama dewa mimpi Yunani yang bernama
Morphius). Tahun 1856 waktu pecah perang saudara di Amerika dipergunakan untuk
penghilang rasa sakit akibat luka perang.
Tahun 1874 seorang ahli kimia dari London bernama
Alder Wright merebus cairan morphin dengan asam anhidrat. Campuran ini membawa
efek ketika diuji kepada anjing dengan reaksi: tiarap, ketakutan, mengantuk dan muntah-muntah. Tahun 1898 “Bayer” memproduksi obat
tersebut dengan nama Heroin sbg obat resmi penghilang sakit. Saat ini heroin tidak dipakai lagi
sebagai obat, hanya morphin saja.
Kokain
(ery throxylor coca) berasal dari tumbuhan coca yang tumbuh di Peru dan Bolivia
biasanya digunakan penyembuh asma dan TBC. Kemajuan teknologi candu tersebut dijual dalam bentuk obat-obatan setelah diberi campuran khusus dan
jenisnya bertambah banyak seperti extasy dan putauw.
Definisi
Gangguan mental, perilaku akibat zat :
a. Penyalahgunaan obat
b. Sindroma ketergantungan
c. Gangguan Psikotik
d. Keadaan putus obat
Termasuk kedalam Axis
1, antara lain: Penyalahgunaan zat tidak menyebabkan ketergantungan diagnoses (F 55):
antidepresan (F 55,0),pencahar( F 55.1) , aspirin, analgetika (F 55.2),
antasida (F 55.3), vitamin (F 55.4), jamu( F 55.6).
NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, Zat Adiktif Lain) adalah istilah kedokteran untuk sekelompok zat
yang sangat berbahaya bagi tubuh manusia dan organ-organ didalam tubuh
tersebut. Dan jika salah satu zat itu
masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan ketergantungan (adiktif) dan berpengaruh
pada kerja otak (psikoaktif). Narkoba atau Napza itu adalah obat, bahan, dan zat kimia berbahaya tetapi
bukan seperti makanan, jika zat atau obat-obatan ini diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau
disuntikkan. Dapat mengakibatkan, kerja otak berubah (meningkat atau menurun).
Demikian pula fungsi vital organ tubuh lain
seperti jantung, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain. Dan
Mengenai NAPZA ini sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan hukum lain,
tetapi masih banyak orang yang sering memakai bahkan disalahgunakan, Zat-zat
yang sering digunakan yaitu seperti alkohol, nikotin, kafein, dan juga inhalansia/solven.
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) merupakan bahan/zat/obat
yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama
otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik,
psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan
oleh sector pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya
penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA sering
disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga
menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.
NARKOBA (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22
tahun 1997 tentang Narkotika)
Narkoba adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya. Istilah ini sebetulnya
mempunyai makna yang sama dengan NAPZA. Ada juga menggunakan istilah Madat
untuk NAPZA tetapi istilah Madat tidak disarankan karena hanya berkaitan dengan
satu jenis Narkotika saja, yaitu turunan Opium.
Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika yang sering disalahgunakan
adalah :
-
Opiat : morfin, herion (putauw), petidin,
candu, dan lain-lain
-
Ganja atau kanabis, marihuana, hashis
-
Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain,
daun koka.
PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun
1997 tentang Psikotropika)
Psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
-
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
-
Sedatif & Hipnotika (obat penenang,
obat tidur) : MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain
-
Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
Sedangkan minuman beralkohol termasuk dalam NAPZA
karena menyebabkan ketergantungan. Minuman beralkohol adalah Adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan
hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau diproses dengan cara
mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang
mengandung etanol.
Penggolongan Narkotika
1.Candu atau Opium
Candu
atau opium merupakan sumber utama dari narkotika alam. Dari candu ini dapat
dihasilkan morfin, heroin. Candu berasal dari getah tanaman Papaver
Somniferum (Gambar 1A) yang dibiarkan mengering sehingga berwarna coklat
kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal
lunak (Gambar 1B). Bentuk ini dinamakan candu mentah atau candu kasar. Cara
menggunakan candu adalah dengan menghisapnya sama seperti cara orang merokok.
2.Morfin
Morfin
(C17 H19 NO3)
adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu mentah
(Gambar 2). Khasiat morfin adalah untuk analgetik, menurunkan rasa kesadaran
(sedasi, hipnotis), menghambat pernafasan, menghilangkan refleks batuk dan
menimbulkan rasa nyaman (euphoria) yang kesemuanya berdasarkan penekanan
susunan saraf pusat (SSP). Cara menggunakan morfin adalah dicampur dengan
tembakau kemudian dihisap, diminum, disuntikkan pada lengan bagian bawah
sebelah dalam, digosokkan pada goresan silet bagian bawah lengan bagian dalam.3.Ganja
Ganja
atau kanabis adalah nama singkat untuk tanaman Cannabis Sativa. Ganja
mengandung sejenis bahan kimia yang disebut delta-9-tetrahydrocannabinol (THC)
yang dapat mempengaruhi suasana hati manusia dan cara orang tersebut melihat
serta mendengar hal-hal disekitarnya. Ganja dianggap narkoba yang aman
dibandingkan dengan putaw atau shabu. Kenyataannya sebagian besar pecandu
narkoba memulai dengan mencoba ganja. Jika menggunakan ganja, maka pikiran akan
menjadi lambat, terlihat bodoh dan membosankan. Ganja dapat mempengaruhi
konsentrasi dan ingatan, meningkatkan denyut nadi, keseimbangan dan koordinasi
tubuh yang buruk, ketakutan dan rasa panik, depresi, kebingungan dan
halusinasi. Cara menggunakan ganja yaitu dengan membuat lintingan rokok,
dicampur dengan tembakau dan menghisapnya.4.Kokain
Kokain
merupakan alkaloida tanaman belukar Erythroxylon Coca dari Amerika
Selatan. Kokain digunakan dengan tujuan untuk lebih fit, segar, kuat,
bersemangat, hilang rasa kantuk dan tidak terasa lapar. Bila terlanjur kronis
akan menimbulkan tidak bergairah bekerja, tidak dapat tidur, halusinasi, tidak
nafsu makan, berbuat dan berpikir tanpa tujuan, tidak punya ambisi, kemauan dan
perhatian. Pada tingkat overdosis dapat menyebabkan kematian karena
serangan dan gangguan pada pernafasan dan terhadap jantung. Disamping itu dapat
juga menimbulkan keracunan pada SSP sehingga korban dapat mengalami
kejang-kejang, tingkah laku yang kasar, pikiran yang kacau dan mata gelap. Cara
menggunakan kokain adalah menyuntikkannya secara intravena atau subkutan,
dihirup dengan hidung (sniff), dikunyah, dilarutkan kemudian diminum,
dihisap seperti orang merokok.
5.Hashish
Hashish merupakan bahan yang
diperoleh dari getah bagian pucuk berbunga tumbuhan marijuana. Hashish
mengandung THC 5 - 12%. Hashish mempunyai efek sama dengan ganja. Hashish
banyak beredar di Australia, Amerika, dan Eropa, Indonesia hanya sebagai negara
transit.
6.Heroin
Heroin
dan codein adalah turunan morphin. Heroin disintesa pada tahun1874 oleh Bayer
Company German. Heroin disebut pula putauw. Efek heroin sama dengan morphin,
tetapi menimbulkan rasa senang lebih kuat. Efek adiksi lebih kuat dari pada
morphin, selain itu menimbulkan toleransi sehingga ingin mengkonsumsi lebih
banyak dari dosis sebelumnya. Codein mempunyai efek sama dengan morphin tetapi
lebih lemah efek adiksinya. Codein biasanya dicampur dalam obat batuk. Codein
lebih banyak digunakan dalam pengobatan karena efek adiksi cukup aman.
Penggolongan Psikotropika
|
|
Beberapa macam psikotropika turunan dari amphetamine
antara lain :
a. MDMA, dengan nama kimia 3,4-Methylene-dioxy-N-methamphetamine. Biasa
dikenal sebagai ecstasy, XTC, pil surga, inex, pil setan.
b. Metaphetamine disebut juga shabu-shabu dan inex.
c. MDA, dengan nama kimia 3,4-metilen-dioksi-amphetamine.
d. MDE, dengan nama kimia 3,4-metilen-dioksi-N-etilamphetamine
Menurut UU RI. NO.05/97 tentang
Psikotropika, maka ada empat golongan psikotropika, yaitu :
a. Golongan I
Digunakan untuk ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan sebagai sarana pengobatan / terapi, berpotensi
sangat kuat, dan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh untuk golongan ini antara lain : psilosibin, ecstasy,
LSD (Lisergik Dietilamida), dan MDMA (3,4-Methylene-dioxy-N-methamphetamine).
b. Golongan II
Digunakan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan dapat digunakan untuk pengobatan terapi, berpotensi kuat,
dan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya antara lain : amphetamine
(shabu-shabu), metakualon, metilfenidat.
3. Golongan III
Digunakan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, dapat digunakan untuk pengobatan / terapi, berpotensi sedang,
dan mengakibatkan ketergantungan. Contoh untuk golongan ini antara lain :
katina, flunetrazepam, amorbarbitol.
4. Golongan IV
Berkhasiat untuk pengobatan /
terapi, berpotensi ringan, dan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :
barbital, diazepam, bramazepam (obat anjing).
Zat adiktif
disintesa dari bahan kimia Ephedrine (Phenyl Propanol Amine) secara kimiawi.
Ephedrine diperoleh dari tanaman Ephedra (Ma Huang). Zat adiktif ini banyak
diproduksi di Belanda dan Guang Zhu. Peredaran gelap psikotropika jenis ini
terjadi hampir di semua kota besar di dunia, termasuk Indonesia.
Ecstasy dapat merusak sel otak, jantung dan hati. Efek
ecstasy, yaitu :
a. Pada dosis sedang, ecstasy menimbulkan gejala bervariasi selama 6-24 jam. Gejala
yang muncul mulai dari rasa senang yang
berlebihan, rasa kantuk dan lelah hilang, harga diri meningkat, banyak bicara,
dan kewaspadaan meningkat. Secara fisik menimbulkan jantung berdebar, tekanan darah
naik, nyeri otot, kehilangan selera makan.
b.
Pada dosis tinggi, menimbulkan halusinasi, perasaan
melayang-layang, gangguan keseimbangan, pandangan kabur, kejang-kejang, muntah,
dan bertindak irrasional. Jika terjadi overdosis menimbulkan diare, kejang-kejang, koma,
bahkan meninggal
c.
Efek
yang tersisa sampai dengan
hari ke – 14 adalah demam, tekanan darah naik, dan jantung berdebar.
d. Efek jangka panjang adalah melemahkan kerja otak karena rusaknya sel-sel
otak dan menderita gangguan jiwa.
Obat-obat yang
termasuk golongan psikotropika digunakan sebagai: neuro-leptika, anti depresan,
dan obat penenang. Pemakaian obat ini dapat menyebabkan depresi, stimulasi pada
susunan syaraf pusat, halusinasi, dan gangguan fungsi motorik / otot, dan efek
lainnya. Selain itu dapat menimbulkan problematika sosial bagi si pemakai. Oleh
karena itu obat-obat yang termasuk dalam golongan psikotropika harus
benar-benar digunakan sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk keperluan
pengobatan, penelitian, dan atau tujuan khusus lainnya. Contoh obat golongan
psikotropika adalah : tablet Valium, Artane, Mogadon, Dumalid, Rivoltril, dan
sebagainya, yang di kalangan para pemakainya sering disebut PIL KOPLO.
Penggolonggan Zat Adiktif
a.
Alkohol
Efeknya adalah merusak terhadap saluran pencernaan, usus hati, jantung, ginjal dan akan menimbulkan
paranoid, depresi dan hilang ingatan. Orang yang sedang menggunakan obat
penenang atau obat tidur dan alkohol akan tampak gembira, banyak bicara,
bersemangat akan tetapi bila jumlah yang dipakai bertambah maka nampak gerakan
lambat , bicara cadel, jalan sempoyongan, mengantuk dan tertidur . Bila
ketagihan akan nampak gelisah, gemetar, keluar banyak keringat, kesadaran
menurun dan kejang.
Contoh : Minuman keras berkadar alkohol tinggi
b.Rokok
Efeknya akan menimbulkan gangguan terhadap jantung dan
pembuluh darah. Contoh : Rokok
c.
Kafein
Pada dasarnya akan menimbulkan rasa cemas dan akan
mengakibatkan gangguan terhadap jantung dan pembuluh
darah. Contoh : terdapat pada kopi.
d.
Solvent
Efek menghambat pernafasan, infeksi dalam tenggorokan,
gangguan pada otak, kerusakan pada hati dan ginjal. Contoh : zat perekat, bensin, spidol yang dapat dihirup baunya.
Ciri-ciri ketergantungan NAPZA:
- Keinginan yang tak tertahankan untuk
mengkonsumsi salah satu atau lebih zat yang tergolong NAPZA.
- Kecenderungan untuk menambah dosis
sejalan dengan batas toleransi tubuh yang meningkat.
- Ketergantungan psikis, yaitu apabila
penggunaan NAPZA dihentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi dan gejala
psikis lain.
- Ketergantungan fisik, yaitu apabila
pemakaian dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang disebut gejala
putus zat (withdrawal syndrome). Withdrawal Syndrome terlihat dari
beberapa aktivitas fisik seperti orang yang mengalami sakaratul maut,
meronta, berteriak maupun melakukan aktivitas lain yang menunjukkan bentuk
bahwa dia membutuhkan sebuah zat psikotropika.
Ciri-Ciri Pengguna
Napza:
Fisik
- Berat badan turun drastis.
- Mata cekung dan merah, muka pucat dan
bibir kehitaman.
- Buang air besar dan air kecil kurang
lancar.
- Sembelit atau sakit perut tanpa alasan
yang jelas.
- Tanda berbintik merah seperti bekas
gigitan nyamuk dan ada bekas luka sayatan.
- Terdapat perubahan warna kulit di
tempat bekas suntikan.
- Sering batuk-pilek berkepanjangan.
- Mengeluarkan air mata yang berlebihan.
- Mengeluarkan keringat yang berlebihan.
- Kepala sering nyeri, persendian ngilu.
Emosi
- Sangat sensitif dan cepat bosan.
- Jika ditegur atau dimarahi malah
membangkang.
- Mudah curiga dan cemas
- Emosinya naik turun dan tidak ragu
untuk memukul atau berbicara kasar kepada orang disekitarnya, termasuk kepada anggota
keluarganya. Ada juga yang berusaha menyakiti diri sendiri..
Perilaku
- Malas dan sering melupakan tanggung
jawab/tugas rutinnya.
- Menunjukkan sikap tidak peduli dan
jauh dari keluarga.
- Di rumah waktunya dihabiskan untuk
menyendiri di kamar, toilet, gudang, kamar mandi, ruang-ruang yang gelap.
- Nafsu makan tidak menentu.
- Takut air, jarang mandi.
- Sering menguap.
- Sikapnya cenderung jadi manipulatif
dan tiba-tiba bersikap manis jika ada maunya, misalnya untuk membeli obat.
- Sering bertemu dengan orang-orang yang
tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah malam.
- Selalu kehabisan uang, barang-barang
pribadinya pun hilang dijual.
- Suka berbohong dan gampang ingkar
janji.
- Sering mencuri baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun pekerjaan.
Ciri-ciri orang yang
kecanduan NAPZA:
- Air mata berlebihan
- Banyaknya lendir dari hidung
- Pupil mata membesar
- Diare
- Bulu kuduk berdiri
- Sukar tidur
- Menguap
- Jantung berdebar-debar
- Ngilu pada sendi
B.
Epidemiologi Gangguan Penggunaan Zat (NAPZA)
Pada saat ini
kenakalan remaja sudah berada pada kondisi memprihatin-kan. Oleh karena itu,
siapapun remaja tersebut, kita semestinya sedikit banyak ikut andil dalam
membantu memecahkan masalah mereka. Melalui cara preventif diantara kita semua
warga masyarakat, maka hal-hal yang tidak diinginkan sangat kecil peluang-nya
terjadi di sekitar kita.
Kenakalan
remaja yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perbuatan / kejahatan /
pelangggaran yang dilakukan oleh remaja yang bersifat melawan hukum,
anti-sosial, dan menyalahi norma-norma agama. Perbuatan yang termasuk
pelanggaran antara lain : kejahatan yang disertai kekerasan, seperti
pembunuhan, penganiayaan, pencurian, penipuan, tawuran, pemerasan, gelandangan,
dan penyalahgunaan Narkoba.
Menurut Dr.
Fuad Hasan, kenakalan remaja adalah perbuatan anti-sosial yang dilakukan oleh
remaja yang bilamana dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai
tindak kejahatan. Namun terlepas dari
pengertian siapa-pun, kenakalan remaja perlu diatasi, karena dapat meresahkan
masyarakat.
Kenakalan
remaja yang paling berbahaya dan merusak masa depan generasi muda kita adalah
penyalahgunaan Narkoba. Seperti kita ketahui, pecandu Narkoba banyak terjadi di
semua kalangan, namun kalangan remaja mencapai 97%. Pada umumnya pemakai
Narkoba dimotivasi oleh beberapa hal, diantaranya: mencoba-coba, mengikuti
trend, membuktikan keberanian, ingin diterima oleh lingkungan pemakai, cari
kenikmatan sesaat, cari perhatian / sensasi, ingin santai dan menghilangkan
suasana jenuh karena masalah, dan pelarian dari masalah atau tekanan hidup.
Faktor lingkungan yang dapat memicu seorang remaja terjerumus pemakaian Narkoba
adalah : hubungan yang tidak harmonis dengan orangtua, lingkungan yang rawan
Narkoba, kurangnya kontrol / pengawasan orangtua, dan tekanan kelompok sebaya.
Sebagian besar
remaja beresiko tinggi kecanduan Narkoba adalah mereka yang: tidak dalam
pengawasan orangtua, Tidak dapat komunikasi dengan orangtua (introvert / tertutup), pengendalian diri
yang rendah (dasar agama yang kurang), tidak suka diatur, senang mencari
sensasi, bergaul dengan pecandu, sulit beradaptasi, merasa dikucilkan, dan
memiliki anggota keluarga yang pecandu.
Para pecandu
akan merasa senang, nyaman, damai, dan kuat pada awal penggunaan, namun pada
dasarnya membahayakan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain (keluarga atau
kehidupan sosial). Adapun bahaya tersebut adalah :
a.
Bahaya
bagi diri sendiri, antara lain :
rusaknya sel saraf, efek adiksi (keta-gihan) yang berujung pada perbuatan
kriminal karena jalan apapun ditempuh untuk mendapatkannya, gejala putus obat
yang berakibat penderitaan badan yang sangat hebat, dapat menyebabkan penyakit
jantung, ginjal, dan liver, merusak pankreas, resiko cacat pada janin, kelainan
sex, gangguan metabolisme, resiko kanker, dan kematian.
b.
Bahaya
bagi keluarga : kerusakan pada individu berdampak langsung pada keluarga
sehingga terjadi broken home atau
disharmonis.
c.
Bahaya
bagi sosial : pencurian dan perampokan, mengganggu keamanan dengan ngebut atau
perkelahian, dan pemerkosaan atau perbuatan mesum.
Akibat yang
berbahaya adalah tertularnya virus HIV penyebab penyakit AIDS yang sampai saat
ini belum ada obatnya. Tertularnya virus HIV ini disebabkan penggunaan jarum
suntik secara bersama-sama.
C.
Patofisiologi Gangguan Penggunaan Zat (NAPZA)
Narkoba bekerja di
dalam tubuh manusia berbeda-beda tergantung cara pemakaiannya, hal ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Melalui saluran pernapasan: dihirup melalui hidung (shabu), dihisap sebagai
rokok (ganja).
Narkoba yang masuk ke
saluran pernapasan setelah melalui hidung atau mulut, sampai ke tenggorokan,
terus ke bronkus, kemudian masuk ke paru-paru melalui bronkiolus dan berakhir
di alveolus. Di dalam alveolus, butiran “debu” narkoba itu diserap oleh
pembuluh darah kapiler, kemudian dibawa melalui pembuluh darah vena ke jantung.
Dari jantung, narkoba disebar ke seluruh tubuh. Narkoba masuk dan merusak organ
tubuh (hati, ginjal, paru, usus, limpa, otak, dll). Narkoba
yang masuk ke dalam otak merusak sel otak. Kerusakan pada sel otak menyebabkan
kelainan pada tubuh(fisik) dan jiwa (mental dan moral). Kerusakan sel otak
menyebabkan terjadinya perubahan sifat, sikap, dan perilaku.
2. Melalui saluran pencernaan: dimakan atau diminum (ekstasi, psikotropika)
Narkoba masuk melalui
saluran pencernaan setelah melalui mulut, diteruskan ke kerongkongan, kemudian
masuk ke lambung, dan diteruskan ke usus. Di dalam usus hakus, narkoba
dihisap oleh jonjot usus, kemudian diteruskan ke dalam pembuluh darah kapiler,
narkoba lalu masuk ke pembuluh darah balik, selanjutnya masuk ke hati. Dari
hati, narkoba diterskan melalui pembuluh darah ke jantung, kemudian menyebar ke
seluruh tubuh. Narkoba masuk dan merusak organ-organ tubuh(hati, ginjal,
paru-paru, usus, limpa, otak, dll). Setelah di otak, narkoba merusak sel-sel
otak. Karena fungsi hati dan peranan sel otak, narkoba tersebut menyebabkan
kelainan tubuh (fisik) dan jiwa (mental dan moral). Cara pemakaian seperti ini
mendatangkan reaksi setelah relatif lebih lama karena jalurnya panjang.
3. Melalui aliran darah
Jalan ini adalah jalan
tercepat. Narkoba langsung masuk ke pembuluh darah vena, terus ke jantung dan
seterusnya sama dengan mekanisme melalui saluran pencernaan dan pernapasan.
Beberapa
penelitian telah menunjukkan pengaruh narkoba terhadap kondisi gigi dan
periodontal pemakainya. Penelitian menemukan adanya perbedaan status kesehatan
gigi dan mulut dan perilaku kesehatan gigi yang cukup besar antara kelompok
pengguna narkoba dan kelompok bukan pengguna narkoba. Thomson
dkk (2008) melaporkan merokok ganja merupakan faktor resiko bagi penyakit
periodontal yang berdiri sendiri terlepas dari penggunaan tembakau dimana zat
aktif dari ganja merupakan faktor penting yang secara biologis dapat memicu
proses inflamatoris. Peneliti lain yaitu Lopez dkk (2009) menemukan hubungan
yang signifikan antara pengguna ganja dengan kerusakan periodontal berupa lesi
gingival ulseratif nekrosis akut yang ditemukan pada orang dewasa. Pada
dasarnya terdapat dua mekanisme narkoba dalam mempengaruhi kerusakan
periodontal.
Mekanisme langsung berupa iritasi jaringan gingiva disebabkan oleh kontak
langsung zat-zat narkotika yang bersifat toksik maupun efek termal yang didapat
dari jenis narkotika yang dibakar. Metode penggunaan narkotika antara lain yang
diletakkan langsung pada mukosa alveolar, biasanya di bawah lidah akan
menyebabkan terbakarnya jaringan secara kimiawi. Parry dkk seperti yang dikutip
dari Brazier dkk melaporkan suatu kasus dari pengguna narkotika multipel
berumur 14 tahun yang memiliki kebiasaan meletakkan kokain dan ampetamin pada
daerah mukosa alveolar bagian labial rahang atas menunjukkan terjadinya nekrose
pada gingiva dengan gejala klinis adanya eritema dan ulserasi pada daerah
gingiva dimana narkotika tersebut diaplikasikan.
Cara kerja ekstasi:
Stimulan dalam ekstasi memacu sistem
syaraf pusat, sementara halusinogen pada obat tersebut pada saat
yang bersamaan bereaksi terhadap persepsi. MDMA mengurangi kemampuan untuk
mengendalikan diri dan menyebabkan penggunanya lebih waspada,
dibangkitkan afeksinya dan lebih energetik. Ekstasi mulai “menunjukkan
reaksinya” dalam waktu 20 menit setelah dikonsumsi, yang menghasilkan
rasa gembira yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya setelah kurang
lebih satu jam. Akibat ini bisa berlangsung sampai delapan jam, diikuti
oleh penurunan yang bisa disertai dengan rasa lelah dan iritasi.
Akibat ini bisa diperparah jika digunakan bersamaan dengan obat-obatan
lain, termasuk alkohol.
Cara kerja ICE:
Perasaan “senang yang berlebihan”
atau “gembira yang tiba-tiba” yang dialami dari konsumsi ice dapat berlangsung
sampai 12 jam, tergantung pada berapa kali ice dikonsumsi. Penggunanya
mengalami perasaan gembira dan bergairah. Obat tersebut bekerja dengan
membanjiri reseptor otak dengan monoamin. Dengan penggunaan yang
berulang-ulang, reseptor ini akan mati, sehingga si pengguna tidak bisa merasa
senang sama sekali tanpa lebih banyak ice. Karena itu, ice ini sangat membuat
kecanduan, baik secara fisik maupun psikis.
Cara kerja mariuyana:
THC diserap melalui paru-paru (atau
perut) ke dalam aliran darah dan dibawa ke otak, tempat zat itu membanjiri
reseptor dengan bahan kimia yang membangkitkan rasa senang di otak. Pada umumnya,
mengisap kanabis memberikan efek santai pada si pengguna. Kanabis juga
meningkatkan nafsu makan, dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan sebutan
menjadi “kelaparan”.
Cara kerja kokain:
Tergantung pada kualitas dan
kemurniannya, semua tiga jenis kokain memberikan rasa gembira yang tiba-tiba
dan hanya sebentar yang disebabkan oleh terlepasnya zat kimia syaraf yang
disebut dopamin. Di samping rasa bergairah, pengguna merasa punya harga diri
yang besar dan banyak bicara.
Cara kerja speed:
Sebagaimana semua amfetamin, speed
memberikan rasa gembira yang tiba-tiba setelah dikonsumsi. Energi yang
meningkat, nafsu makan yang berkurang dan kewaspadaan merupakan hal yang normal
– terutama karena obat ini bekerja dengan jalan mempercepat pesan antara otak dan
tubuh. Akibatnya, pernapasan dan denyut jantung bertambah cepat, sebagaimana
juga tekanan darah.
Cara kerja Gamma-hydroxybutyrate atau GHB:
Asal mulanya obat ini dikembangkan
sebagai anestesi umum, yang memberikan efek sebagai penenang. Pengguna mengalami
berkurangnya kemampuan untuk mengendalikan diri dan rasa kantuk pada umumnya.
Penggunaan overdosis bisa menyebabkan hilangnya kesadaran, kejang-kejang otot
dan muntah, sementara jika dicampur dengan alkohol akan menjadikan obat itu
sangat berbahaya dan bisa menyebabkan berhentinya pernapasan, berhentinya
jantung dan kematian. Lebih buruk lagi, obat itu dapat menyebabkan kecanduan
baik fisik maupun psikis pengucilan diri yang menyebabkan insomnia, kecemasan,
kepekaan terhadap sinar dan suara keras, dan penumpulan respons mental.
Cara kerja depresan:
Depresan bisa berfungsi sebagai
anestesi pada sistem syaraf pusat, mengurangi perasaan cemas, stres atau
paranoia. Obat ini juga membantu penyembuhan insomnia dan mengendorkan
otot-otot tubuh. Seringkali, pengguna melaporkan susana hati mereka membaik dan
mereka mengalami perasaan lebih mudah bergaul. Dalam istilah obat-obatan,
depresan dapat digunakan sebagai ”penawar” sederhana untuk mengatasi
gejala-gejala menarik diri atau ”depresi” karena mengkonsumsi stimulan
terlarang lainnya.
D.
Etiologi atau Penyebab Gangguan Penggunaan Zat (NAPZA)
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi
antara factor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor
tersedianya zat (NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause).
1.
Psycodinamic
factors
Menurut teori klasik, penyalahgunaan zat adalah setara masturbasi
(beberapa pengguna heroin menggambarkan awal sebagai mirip dengan orgasme
seksual berkepanjangan), pertahanan terhadap impuls cemas, atau manifestasi
dari regresi oral (yaitu, ketergantungan). Formulasi psikodinamik terakhir
berhubungan penggunaan zat sebagai refleksi dari fungsi ego terganggu
(misalnya, ketidakmampuan untuk menangani dengan realitas.
2.
Learning
and conditioning
Beberapa obat dapat peka sistem saraf untuk memperkuat efek obat. Akhirnya,
pernak-pernik (jarum, botol, bungkus rokok) dan perilaku yang terkait dengan
penggunaan narkoba dapat menjadi reinforcers sekunder, serta isyarat sinyal
ketersediaan substansi, dan, keinginan kehadiran mereka atau keinginan untuk
mengalami peningkatan efek. Pengguna narkoba menanggapi rangsangan narkoba
dengan peningkatan aktivitas di daerah limbik, termasuk amigdala.
3.
Genetic
factors
Bukti kuat dari studi kembar, diadopsi, dan saudara dibesarkan
secara terpisah menunjukkan bahwa penyebab penyalahgunaan alkohol memiliki
komponen genetik. Para peneliti baru-baru ini telah menggunakan polimorfisme
fragmen restriksi panjang (RFLP) dalam studi penyalahgunaan zat dan
ketergantungan zat, dan asosiasi untuk gen yang mempengaruhi produksi dopamin
telah didalilkan.
4.
Neurochemical
factors
Para peneliti telah mengidentifikasi neurotransmitter tertentu atau
reseptor neurotransmitter yang terlibat dengan zat yang paling penyalahgunaan
zat. Seseorang dengan terlalu sedikit aktivitas opioid endogen (misalnya,
konsentrasi rendah endorfin) atau dengan aktivitas terlalu banyak antagonis
opioid endogen mungkin beresiko untuk mengembangkan ketergantungan opioid. Jalur
ini mungkin terlibat dalam sensasi reward dan mungkin mediator utama dari efek
zat-zat seperti amfetamin dan kokain. Lokus seruleus, kelompok terbesar dari
neuron adrenergic, mungkin menengahi efek dari opiat dan opioid. Jalur ini
telah secara kolektif disebut sebagai brain-reward circuitry.
Ada beberapa alasan mengapa orang
menyalahgunakan NAPZA, yaitu dorongan dari diri
sendiri, dari lingkungan, dan dari NAPZA itu sendiri. Alasan-alasan yang biasanya berasal dari diri sendiri sebagai penyebab penyalahgunaan napza antara lain:
1.
Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa
sadar atau berpikir panjang mengenai akibatnya.
2.
Keinginan untuk bersenang-senang.
3.
Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya.
4.
Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau
kelompok.
5.
Lari dari kebosanan, masalah atau kesusahan hidup.
6.
Pengertian yang salah bahwa penggunaan sekali-sekali
tidak menimbulkan ketagihan.
7.
Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan
dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan NAPZA.
8.
Tidak dapat berkata TIDAK terhadap NAPZA.
Akibat Penyalahgunaan
Napza:
- Secara fisik: penggunaan NAPZA akan
mengubah metabolisme tubuh seseorang. Hal ini terlihat dari peningkatan
dosis yang semakin lama semakin besar dan gejala putus obat. Keduanya
menyebabkan seseorang untuk berusaha terus-menerus mengkonsumsi NAPZA.
- Secara psikis: berkaitan dengan
berubahnya beberapa fungsi mental, seperti rasa bersalah, malu dan
perasaan nyaman yang timbul dari mengkonsumsi NAPZA. Cara yang kemudian
ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan fungsi mental itu adalah
dengan mengkonsumsi lagi NAPZA.
- Secara sosial: dampak sosial yang
memperkuat pemakaian NAPZA. Proses ini biasanya diawali dengan perpecahan
di dalam kelompok sosial terdekat seperti keluarga, sehingga muncul
konflik dengan orang tua, teman-teman, pihak sekolah atau tempat kerja.
Perasaan dikucilkan pihak-pihak ini kemudian menyebabkan si penyalahgunaan
melakukan hal yang diluar kendali. Pengaruh lingkungan serta bergabung
dengan kelompok orang-orang serupa, yaitu para penyalahguna NAPZA juga
E.
Gelaja Klinis Gangguan Penggunaan Zat (NAPZA)
Kelompok Risiko Tinggi, adalah orang yang belum
menjadi pemakai atau terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko
untuk terlibat hal tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon
pemakai, golongan rentan). Jadi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perubahan.
Perubahan Fisik (secara umum)
1.
Pada
saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh
tak acuh), mengantuk, agresif,curiga
2.
Bila
kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat, kulit
teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
3.
Bila
sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair, menguap terus
menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,
kejang, kesadaran menurun.
4.
Pengaruh
jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap kesehatan dan
kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan pada lengan
atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)
Perubahan Sikap
dan Perilaku
1.
Prestasi
sekolah menurun, sering tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos,
pemalas, kurang bertanggung jawab.
2.
Pola
tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk dikelas atau
tempat kerja.
3.
Sering
mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota
keluarga lain dirumah.
4.
Sering
mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh keluarga,kemudian
menghilang.
5.
Sering
berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas
penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik
keluarga, mencuri, terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi.
6.
Sering
bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan,
pencuriga, tertutup dan penuh rahasia
Tabel gejala klinis yang diakibatkan penyalahgunaan NAPZA:
No.
|
Zat
|
Efek
Perilaku
|
Efek
Fisik
|
1
|
Opiad dan opioid: opium, morfin, heroin, meperidine (Demerol),
Methadone, Pentazocine (Talwin)
|
Euforia, mengantuk, anoreksia, penurunan dorongan seksual,
hipoaktivitas, perubahan kepribadian
|
Miosis: pruritus, mual, bradikardia, konstipasi, jejak jarum di
lengan, tungkai, pantat
|
2
|
Amfetamin dan Simpatomimetik lain, termasuk kokaiin
|
Terjaga, banyak bicara, euphoria, hiperaktivitas, agresivitas,
agitasi, kecenderungan paranoid, impotensi, halusinasi lihat dan raba
|
Mmidriasis, tremor, halitosis, mulut kering, takikardia, hipertensi,
penurunan berat badan, aritmia, demam, kejang, perforasi septum hidung (pada
kokain)
|
3
|
Depresan system saraf pusat: Barbiturat, Methaqualone (illegal
dibuat di AS), Meprobamate (Equanil), Benzodiazepin glutethimide (Doriden)
|
Mengantuk, konfusi, tidak ada perhatian
|
Diaforesis, ataksia, hipotensi, kejang, delirium, miosis
|
4
|
Inhalan lain: Nitrogen Oksida
|
Euforia, mengantuk, konfusi
|
Ataksia, analgesia, depresi pernapasan, hipotensi
|
5
|
Alkohol
|
Pertimbangan buruk, banyak bicara, agresi, gagguan atensi, amnesia
|
Nistagmus, muka kemerahan, ataksia, bicara cadel
|
6
|
Halusinogen: LSD (Lysergic Acid Diethylamide), Psylocybin (jamur),
Mescaline (peyote), DMT (diethyltryptalmine), DOM atau STP
(dimethoxymethylamp hetamine), MDA (methylene dioxyamphetamine)
|
Lama 8-12 jam dengan flashback setelah abstinensi, halusinasi lihat,
ide paranoid, perasaan pencapaian dan kekuatan yang palsu, kecenderungan
bunuh diri atau membunuh, dipersonalisai, derealisasi
|
Midriasis, ataksia, konjungtiva hiperemis, takikardia, hipertensi
|
7
|
Phencyclidine (PCP)
|
Lama 8-12 jam, halusinasi, ide paranoid, mood labil, asosiaso
longgar (dapat menyerupai paranoid), katatonia, perilaku kekerasan, kejang
|
Nistagmus, midriasis, ataksia, takikardia, hipertensi
|
8
|
Hidrokarbon volatile dan derivate minyak bumi: lem, benzene,
gasoline, tiner vernis, cairan pemantik api, aerosol
|
Euforia, sensorium mengabur, bicara cadel, halusinasi pada 50%
kasus, psikosis
|
Ataksia, bau pada pernapasan, takikardia dengan kemungkinan
fibrilasi ventricular, kemungkinan kerusakan pada otak, hati, ginjal,
miokardium, kerusakan otak permanen jika digunakan setiap hari selama lebih
dari 6 bulan
|
9
|
Alkaloid belladonna (medikasi yang dijual bebas dan morning glory
seeds); Stramonium, Homarthropine, Atropine, Scopolamine, Hyoscyamine
|
Konfusi, luapan kegembiraan, delirium, stupor, koma (delirium
antikolinergik)
|
Kulit panas, eritema, lemah, haus, pandangan kabur, mulut dan
tenggorokan kering, midriasis, kedutan, disfagia, sensitivitas cahaya,
pireksia, hipertensi diikuti syok
|
F.
Komplikasi Gangguan Penggunaan Zat (NAPZA)
Masalah Psikiatri Akibat Penyalahgunaan NAPZA, antara lain:
1.
Mood
disorder
2.
Cemas
menyeluruh (GAD /General Anxiety Disorder), dan Bipolar
3.
Gangguan
penyesuaian
4.
Gangguan
personality (dependensi → unsolved problem)
5.
Halusinasi
visual
6.
Gangguan
depresi dan gagasan buduh diri
7.
Kebingungan
peran
Juga beberapa kerusakan yang terjadi disebagian sistem saraf,
terlebih fungsi otak. Dalam otak terdapat sistem saraf Apiot Indogin (morfin)
berfungsi sebagai fungsi euphoria otomatis pada individu dalam suasana senang,
atau sebaliknya, dimana hal ini akan rusak jika pemakaian NAPZA tanpa kontrol
dan rekomendasi orang yang ahli, sehingga adiksi pada obat-obatan atau zat
tertentu untuk mensuplai fungsi euphoria. hal lain yang juga menjadi akibat
dari penggunaan NAPZA adalah GMP.
GMP
atau Gangguan Mental dan Perilaku merupakan keadaan darurat (intoksikasi) dari
penggunaan NAPZA sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, afek,
prilaku atau respon psikofisiolog. GMP ditandai dengan sindrom dependensi,
kecenderungan menaikan dosis, ketergantungan psikologi atau emosional dan
ketergantungan fisik. Dari sisi psikologi ditandai dengan waham paranoid,
halusinasi visual, delerium dan demensia.
G.
Penatalaksanaan Gangguan Penggunaan Zat (NAPZA)
Penatalaksanaan
Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :
a)
Outpatient
(rawat jala)
b)
Inpatient (rawat
inap)
c)
Residency
(Panti/Pusat Rehabilitasi)
Pendekatan pengobatan
untuk menyalahgunakan zat berfariasi menurut zat, pola penyalahgunaan, tersedianya
system pendukung dan ciri individual pasien.Tujuan utama pengobatan adalah
abstinensi sat serta mencapai kesehatan fisik psikiatrik dan psikososial.
Pendekatan dapat
dilakukan dengan rawat inap atau rawat jalan.Pengobatan rawat inap
diindikasikan pada adanya gejala medis atau psikiatrik yang parah suatu riwayat
gagalnya pengobatan rawat jalan,tidak adanya dukungan psikososial, atau riwayat
penggunaan sat yang parah atau berlangsung lama.
Pada beberapa kasus
pengunaan obat psikotropik mungkin dindikasikan untuk menghalangi pasien untuk
menggunakan zat yang dislah gunakan, untuk rnurunkan efek putus zat,atau untuk
mengobati suatu perkiraan gangguan psikiatrik dasar kadang – kadang psikotrapi
diperlukan.
Upaya
pencegahan penyalahgunaan NAPZA dilakukan melalui berbagai cara, yaitu :
a.
Berbasis Keluarga
1)
Mengasuh
anak dengan baik.
2)
Ciptakan
suasana yang hangat dan bersahabat di rumah.
3)
Luangkan waktu untuk kebersamaan.
4)
Orang-tua menjadi contoh yang baik.
5)
Kembangkan
komunikasi yang baik.
6)
Mengerti
dan menerima anak sebagaimana adanya.
7)
Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan
bukan hanya ritual agama, tetapi juga memperkuat nilai moral yang terkandung
dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,
8)
Orang
tua memahami masalah yang timbul agar dapat berdiskusi dengan anak :
a)
Mengetahui
dan memahami bahaya penyalahgunaan NAPZA.
b)
Mengetahui ciri anak yang mempunyai risiko
tinggi untuk menyalahgunakan NAPZA.
c)
Mengetahui gejala anak yang sudah
menyalahgunakan NAPZA.
d)
Apa yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah
untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA.
b.
Berbasis Sekolah
Upaya
terhadap siswa, antara lain :
1)
Memberikan
pendidikan kepada siswa tentang bahaya dan akibat dari penyalahgunaan NAPZA.
Sebaiknya hal ini dimasukkan ke dalam kurikulum
2)
Melibatkan
siswa dalam perencanaan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA di
sekolah.
3)
Melatih
siswa :
a)
Menolak
tawaran pemakaian NAPZA,
b)
Membentuk
citra diri yang positif, mengatasi stres dan menyelesaikan masalah, mengembangkan
keterampilan untuk tetap bebas dari pemakaian NAPZA/rokok,
c)
Cara
berkomunikasi yang baik, cara mengemukakan pendapat dengan asertif dan keterampilan
sosial serta keterampilan hidup lainya.
4)
Menyediakan
pilihan kegiatan yang bermakna bagi siswa (kegiatan ekstra kurikuler), sehingga
mereka tidak terjerumus kepada kegiatan yang negatif.
5)
Meningkatkan
kegiatan konseling yang dilakukan oleh guru BK (Bimbingan Konseling) untuk
membantu menangani masalah yang terjadi pada siswa
6)
Membantu siswa yang telah menyalahgunakan
NAPZA, sehingga ia tidak merasa disingkirkan oleh guru atau teman-temannya.
7)
Penerapan
kehidupan beragama dalam kegiatan sehari-hari.
Upaya
untuk mencegah peredaran NAPZA di sekolah, antara lain berupa :
1)
Razia
dengan cara sidak (inspeksi mendadak).
2)
Melarang
orang yang tidak berkepentingan masuk ke lingkungan sekolah.
3)
Melarang
siswa ke luar lingkungan sekolah pada jam pelajaran tanpa izin guru.
4)
Membina
kerja sama yang baik dengan berbagai pihak terkait.
5)
Meningkatkan
pengawasan sejak siswa datang sampai pulang.
Upaya
untuk membina lingkungan sekolah, antara lain :
1)
Menciptakan
suasana yang sehat dengan membina hubungan yang harmonis antara pendidik-anak
didik-orangtua.
2)
Mengembangkan proses belajar mengajar yang
mendukung terbentuknya remaja yang mandiri.
3)
Mengupayakan
kehadiran guru secara teratur di sekolah.
c.
Berbasis Masyarakat
Upaya
pencegahan yang dilakukan di masyarakat antara lain :
1)
Memperbaiki
kondisi lingkungan,penataan kota dan tempat tinggal yang dapat menumbuhkan
keserasian antara manusia dengan lingkungannya
2)
Menumbuhkan perasaan kebersamaan melalui
pembinaan tempat tinggal,
3)
Memberikan
penyuluhan kepada masyarakat tentang penyalahgunaan NAPZA
4)
Menberikan
penyuluhan tentang hukum yang berkaitan dengan NAPZA
5)
Melibatkan
dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
TERAPI MEDIS ( TERAPI ORGANO-BIOLOGI)
Terapi ini antara lain ditujukan untuk :
a.
TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI
1. Intoksikasi opioida :
Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM
atau SC dapat pula diulang setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali
2.
Intoksikasi
kanabis (ganja):
Ajaklah bicara yang menenangkan
pasien. Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam 3x10
mg.
3.
Intoksikasi
kokain dan amfetamin
Beri Diazepam 10-30 mg oral atau
pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25 mg oral atau Clobazam 3x10 mg. Dapat
diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk mengatasi palpitasi beri
propanolol 3x10-40 mg oral
4.
Intoksikasi
alkohol :
5.
Mandi
air dingin bergantian air hangat
6.
Minum
kopi kental
7.
Aktivitas
fisik (sit-up,push-up)
8.
Bila
belum lama diminum bisa disuruh muntahkan
9.
Intoksikasi
sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip):
10.
Melonggarkan
pakaian
11.
Membarsihkan
lender pada saluran napas
12.
Bila
oksigen dan infus garam fisiologis
b. TERAPI TERHADAP KEADAAN OVER DOSIS
1. Usahakan agar pernapasan berjalan
lancar, yaitu :
a)
Lurus
dan tengadahkan (ekstenikan) leher kepada pasien (jikadiperlukan dapat memberikan
bantalan dibawah bahu)
b)
Kendurkan
pakaian yang terlalu ketat
c)
Hilangkan
obstruksi pada saluran napas
d)
Bila
perlu berikan oksigen
2. Usahakan agar peredaran darah
berjalan lancar
a)
Bila
jantung berhenti, lakukan masase jantung eksternal,injeksi adrenalin 0.1-0.2 cc
I.M
b)
Bila
timbul asidosis (misalnya bibir dan ujung jari biru,hiperventilasi) karena
sirkulasi darah yang tidak memadai, beriinfus 50 ml sodium bikarbonas
1.
Pasang
infus dan berikan cairan (misalnya : RL atau NaC1 0.9 %) dengan kecepatan rendah
(10-12 tetes permenit) terlebih dahulu sampai ada indikasi untuk memberikan
cairan. Tambahkan kecepatan sesuai kebutuhan,jika didapatkan tanda-tanda
kemungkinan dehidrasi.
2.
Lakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau
trauma yang membahayakan
3.
Observasi
terhadap kemungkinan kejang. Bila timbul kejang berikan diazepam 10 mg melalui
IV atau perinfus dan dapat diulang sesudah 20 menit jika kejang belum teratasi.
4.
Bila
ada hipoglikemi, beri 50 ml glukosa 50% IV
c. TERAPI PADA SINDROM PUTUS ZAT
1.
Terapi
putus zat opioida
Terapi ini sering dikenal dengan
istilah detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat
jalan maupunrawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda : 1-2
minggu untuk detoksifikasi konvensional dan 24-48 jam untuk detoksifikasi
opioid dalam anestesi cepat (Rapid
2.
Opiate
Detoxification Treatment)
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan
dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA Beberapa jenis cara mengatasi putus
opioida :
a)
Tanpa
diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawaltau cold turkey).
Terapi hanya simptomatik saja :
1)
Untuk
nyeri diberi analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam
mefenamat dan sebagainya
2)
Untuk
rhinore beri dekongestan,misalnya fenilpropanolamin
3)
Untuk
mual beri metopropamid
4)
Untuk
kolik beri spasmolitik
5)
Untuk
gelisah beri antiansietas
6)
Untuk
insomnia beri hipnotika,misalnya golongan benzodiazepin
b)
Terapi
putus opioida bertahap (gradual withdrawal)
1)
Dapat
diberi morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi
sedikit. Misalnya yang digunakan di RS Ketergantungan Obat Jakarta, diberi
kodein 3 x 60 mg – 80 mg selanjutnya dikurangi 10 mg setiap hari dan
seterusnya. Disamping itu diberi terapi simptomatik
c)
Terapi
putus opioida dengan substitusi non opioda
1)
Dipakai
Clonidine dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali
pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari
2)
Sebaiknya
dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole< 70 mmHg), terapi
harus dihentikan.
d)
Terapi
putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi (Rapid Opioid
Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single drug opiat saja,di
lakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim Anestesiolog dan
Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan anatagonist opiat (naltrekson)
lebih kurang 1 tahun.
e)
Terapi
putus zat sedative/hipnotika dan alkohol
Harus
secara bertahap dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi
dengan cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan bertahap
sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan kembali secara
bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
f)
Terapi
putus Kokain atau Amfetamin
Rawat
inap perlu dipertimbangkan karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri.
Untuk mengatasi gejala depresi berikan anti depresi.
g)
Terapi
untuk waham dan delirium pada putus NAPZA
1)
Pada
gangguan waham karena amfetamin atau kokain berikan Inj. Haloperidol 2.5-5 mg
IM dan dilanjutkan peroral 3x2,5-5mg/hari.
2)
Pada
gangguan waham karena ganja beri Diazepam 20-40 mg IM
3)
Pada
delirium putus sedativa/hipnotika atau alkohol beri Diazepam seperti pada
terapi intoksikasi sedative/hipnotika atau alkohol
h)
Terapi
putus opioida pada neonatus
Gejala putus opioida pada bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang
mengalami ketergantungan opioida, timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah
lahir. Gejalanya antara lain : menangis terus(melengking), gelisah,sulit
tidur,diare,tidak mau minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam,
berkeringat. Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan
Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai dalam 10
hari
d. TERAPI TERHADAP KOMORBIDITAS
Setelah keadaan intoksikasi dan
sindroma putus NAPZA dapat teratasi, maka perlu dilanjutkan dengan terapi
terhadap gangguan jiwa lain yang terdapat bersama-sama dengan gangguan mental
dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (co-morbid psychopathology),
sebagai berikut :
1.
Psikofarmakologis
yang sesuai dengan diagnosis
2.
Psikoterapi
individual
a)
Konseling
: bila dijumpai masalah dalam komonikasi interpersonal
b)
Psikoterapi
asertif : bila pasien mudah terpengaruh dan mengalami kesulitan dalam mengambil
keputusan yang bijaksana
c)
Psikoterapi
kognitif : bila dijumpai depresi psikogen
3.
Psikoterapi
kelompok
4.
Terapi
keluarga bila dijumpai keluarga yang patologik
5.
Terapi
marital bila dijumpai masalah marital
6.
Terapi
relaksasi untuk mengatasi ketegangan
7.
Dirujuk
atau konsultasi ke RS Umum atau RS Jiwa
e. TERAPI TERHADAP KOMPLIKASI MEDIK
Terapi disesuaikan dengan besaran masalah dan dilaksanakan secara terpadu
melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran.
Misalnya :
- Komplikasi Paru dirujuk ke Bagian Penyakit Paru
- Komplikasi Jantung di rujuk ke Bagian Penyakit Jantung atau
Interna/Penyakit Dalam
- Komplikasi Hepatitis di rujuk ke Bagian Interna/Penyakit Dalam
- HIV/AIDS dirujuk ke Bagian Interna atau Pokdisus AIDS
- Dan lain-lain.
f. TERAPI MAINTENANCE (RUMATAN)
Terapi maintenance/rumatan ini
dijalankan pasca detoksifikasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi medis serta tidak kriminal. Secara medis terapi ini dijalankan
dengan menggunakan :
1.
Terapi
psikofarmaka,menggunakan Naltrekson (Opiat antagonis), atau Metadon
2.
Terapi
perilaku, diselenggarakan berdasarkan pemberian hadiah dan hukum
3.
Self-help
group,didasarkan kepada beberapa fillosofi antara lain : 12- steps
2. REHABILITASI
Setelah selesai detoksifikasi,
penyalahguna NAPZA perlu menjalani Rehabbilitasi. Kenyataan menunjukkan bahwa
mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan
mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving)
terhadap NAPZA yang selalu terjadi. Dengan Rehabilitasi diharapkan pengguna
NAPZA dapat :
1.
Mempunyai
motivasi untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi ;
2.
Mampu
menolak tawaran penyalahgunakan NAPZA;
3.
Pulih
kepercayaan dirinya,hilang rasa rendah dirinya;
4.
Mampu
mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik;
5.
Dapat
berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja;
6.
Dapat
diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan di lingkungannya.
Beberapa Bentuk Program/Pendekatan Rehabilitasi yang ada,antara
lain :
a.
Program
Antagonis Opiat (Naltrexon)
Setelah
detoksifikasi (dilepaskan dari ketergantungan fisik) terhadap opioid
(heroin/putauw/PT) penderita sering mengalami keadaan rindu yang sangat kuat
(craving, kangen,sugesti) terhadap efek heroin. Antagonis opiat (Naltrexon
HCI,) dapat mengurangi kuatnya dan frekuensi datangnya perasaan rindu itu.
Apabila pasien menggunakan opieat lagi,iatidak merasakan efek euforiknya
sehingga dapat terjadi overdosis. Oleh karena itu perlu seleksi dan psikoterapi
untuk membangun motivasi pasien yang kuat sebelum memutuskan pemberian
antagonis. Antagonis opiat diberikan dalam dosis tunggal 50 mg sekali sehari
secara oral, selama 3- 6 bulan. Karena hepatotoksik, perlu tes fungsi hati
secara berkala.
b.
Program
Metadon
Metadon adalah opiat sintetik yang bisa dipakai untuk menggantikan
heroin,yang dapat diberikan secara oral sehingga mengurangi komplikasi medik. Program
ini masih kontroversial, di Indonesia program ini masih berupa uji coba di RSKO
c.
Program
yang berorientasi psikososial
Program ini menitik beratkan berbagai kegiatannya pada terapi
psikologik (kognitif, perilaku, suportif, asertif, dinamika kelompok,
psikoterapi individu, desensitisasi dan lain-lain) dan keterampilan sosial yang
bertujuan mengembangkan keperibadian dan sikap mental yang dewasa, serta meningkatkan
mutu dan kemampuan komunikasi interpersonal Berbagai variasi psikoterapi sering
digunakan dalam setting rehabilitasi. Tergantung pada sasaran terapi yang
digunakan.
1)
Psikoterapi
yang berorientasi analitik mengambil keberhasilan mendatangkan insight sebagai
parameter keberhasilan.
2)
Psikoterapi
yang menggunakan sasaran pencegahan relaps seperti :
Cognitivi Behaviour Therapy dan
Relaps Prevention Training
3)
Supportive
Expressive Psychotherapy
4)
Psychodrama,art-therapy
adalah psikoterapi yang dijalankan secara individual
d.
Therapeutic
Community
Berupa
program terstruktur yang diikutu oleh mereka yang tinggal dalam sutu tempat.
Dipimpin oleh bekas penyalahguna yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai
konselor,setelah melalui pendidikan dan latihan. Tenaga profesional hanya sebagai
konsultan saja. Disini penderita dilatih keterampilan mengelola waktu dan
perilakunya secara efektif serta kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat
mengatasi keinginan memakai NAPZA atau sugesti (craving) dan mencegah relap. Dalam
komonitas ini semua ikut aktif dalam proses terapi. Ciri perbedaan anggota
dihilangkan. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak
membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap
perbuatannya,ganjaran bagi yang berbuat positif dan hukuman bagi yang
berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri.
e.
Program
yang berorientasi Sosial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali
kemasyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi
dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai
latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila
klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali
sekolah/kuliah atau bekerja.
f. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua
berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan
tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya.
Meskipun klien telah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku
maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving
masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta
tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika
melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka
masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan
tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan
ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi
baik secara individual maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan
psikoterapi, waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup;
oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6 bulan (program
rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat
bagi masing-masing klien rehabilitasi.
Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga brokenhome.
Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan bahwa konsultasi
keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian
anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.
g. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalamsatu
tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai
koselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih
keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam kehidupannya
sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau
nagih (craving) dan mencegah relaps.
Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas
menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap
anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang
berperilaku positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh
mereka sendiri.
h.
Program
yang berorientasi kedisiplinan
Program ini menerapkan modifikasi behavioral atau perilaku dengan
cara melatih hidup menurut aturan disiplin yang telah ditetapkan.
i.
Program
dengan Pendekatan Religi atau Spiritual
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi
tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinan agamanya masing-masing.
Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat
menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga
mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%;
bila kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama
sekali menjalankanibadah agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.
Adapun terapi yang ditawarkan dalam agama islam adalah sebagai berikut :
1)
Kembali
berpegang teguh pada tali Allah (Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW)
2)
Menjalankan
ajaran Islam secara konsekuen
3)
Mengisi
waktu luang dengan memperbanyak sholat sunnah secara berkesinambungan, membaca
Al-Quran dan memahami maknanya, memperbanyak puasa sunnah, memperbanyak dzikir,
doa dan berteman dengan orang yang baik terutama dekat dengan para kiai atau
ulama untuk mendapatkan nasehat dan meniru amaliahnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika yang sering
disalahgunakan adalah :
a.
Opiat :
morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain
b.
Ganja
atau kanabis, marihuana, hashis
c.
Kokain,
yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
2.
Psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika
yang sering disalahgunakan antara lain :
a.
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
b.
Sedatif
& Hipnotika (obat penenang, obat tidur) :
MG, BK, DUM,
Pil koplo dan lain-lain
c.
Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD),
mushroom
3. Pada 2004, diperkirakan 22,5 juta
orang di atas usia 12 tahun (sekitar 10 persen dari jumlah penduduk AS)
digolongkan sebagai menderita gangguan terkait penggunaan narkoba. Dari
kelompok ini, sekitar 15 juta bergantung pada, atau disalahgunakan, alkohol.
Ketergantungan pada, atau penyalahgunaan, zat-zat tertentu dalam satu tahun
terakhir, 2004. (Dari Survei Nasional Penggunaan dan penyalahgunaan obat)
4. Narkoba bekerja di dalam tubuh manusia berbeda-beda
tergantung cara pemakaiannya
5. Penyebab penyalahgunaan NAPZA
sangat kompleks akibat interaksi antara factor yang terkait dengan individu,
faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA).
6. Penyalahgunaan NAPZA dapat diamati
dengan gejala-gejala yang timbul pada perubahan klinis maupun perubahan fisik.
7. Masalah Psikiatri Akibat
Penyalahgunaan NAPZA, antara lain:
- Mood
disorder
- Cemas
menyeluruh (GAD /General Anxiety Disorder), dan Bipolar
- Gangguan
penyesuaian
- Gangguan
personality (dependensi → unsolved problem)
- Halusinasi
visual
- Gangguan
depresi dan gagasan buduh diri
g. Kebingungan peran
8. Peran orang tua dalam keluarga dan
juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan
terhadap NAPZA. Perkembangan yang begitu pesat pun terjadi dalam hal metode dan
penanganan korban, berkenaan semakin tingginya kesadaran masyarakat atas bahaya
ini.
9. Penatalaksanaan
Terapi dan Rehabilitasi NAPZA terdiri dari :
a.
Outpatient
(rawat jala)
b.
Inpatient (rawat
inap)
c.
Residency
(Panti/Pusat Rehabilitasi)
B.
Saran
Keluarga
berperan mendidik anggota keluarga menjadi manusia yang bertaqwa yang dapat
membentengi dirinya dari perbuatan maksiat. Keluarga juga berperan menciptakan
kondisi yang harmonis saling membantu permasalahan anggota keluarga. Data
penelitian bahwa remaja pecandu narkoba biasanya berasal dari keluarga yang
mapan namun kurang perhatian atau ada masalah dalam keluarganya.
Seseorang yang
ketergantungan pada suatu jenis Narkoba memerlukan pertolongan, baik secara
emosional maupun farmakologis dalam menyembuhkan-nya. Pecandu harus memikul
gejala-gejala efek dari pemutusan pemakaian obat tersebut (withdrawal effect).
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, T.A. 2008. Psikiatri Islam. Malang: UIN-Malang
Press.
BNK kota Semarang. http://www.slideshare.net/radenmaspardisupardi/materi-narkoba-dari-bnk-kota-semarang/download diakses 21 September 2012
Gunawan, Weka.
(2006). Keren Tanpa Narkoba. Jakarta
: Grasindo.
Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis
Psikiatri. Tangerang. Binarupa Aksara Publisher
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis
Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT.Nuh Jaya.
Partodiharjo, Subagyo. (2006). Kenali
Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: Erlangga.
kak mau tanya, jangka waktu relapse setelah penggunaan terakhit itu brp lama?
BalasHapustergantung faktor yang mempengaruhi relapsenya dek. relapse adalah keadaan dimana seorang kembali kambuh lagi setelah dalam kurun waktu tertentu bebas dari drugs.
Hapus