1.
Gangguan Kepribadian Skizoid (Schizoid
Personality Disorder)
Isolasi
sosial adalah ciri utama dari gangguan ini. Sering kali digambarkan sebagai
penyendiri atau eksentrik, orang dengan kepribadian skizoid kehilangan minat
pada hubungan social. Emosi dari orang yang berkepribadian skizoid tampak
dangkal atau tumpul, namun pada derajat yang lebih rendah disbanding
skizofrenia. Orang dengan gangguan ini jarang mengalami marah, senang atau
kebahagiaan yang mendalam. Mereka tampak jauh menjaga jarak. Wajah mereka cenderung
tidak menampilkan ekspresi emosional, mereka jarang bertukar senyum, salam,
atapun hanya sekedar anggukan kepala kepada orang lain. Mereka tampak tidak
terpengaruh pada kritik atau pujian dan tampak terbungkus dalam ide-ide abstrak
daripada dalam pikiran mengenai manusia. Pola kepribadian schizoid umumnya
dapat dikenali saat masa awal dewasa. Pria yang menderita gangguan ini jarang
berkencan dengan wanita atau menikah. Perempuan dengan gangguan ini cenderung
menerima ajakan romantis secara pasif dan menikah, namun mereka jarang
berinisiatif untuk membina hubungan atau untuk mengembangkan hubungan yang kuat
dengan pasangan mereka.
Contoh Kasus :
John seorang pensiunan berusia
50tahun, mencari penanganan selama beberapa minggu setelah anjingnya tertabrak
dan mati. John merasa sedih dan lelah. Ia menjadi sulit berkonssentrasi dan
sulit tidur. Ia tinggal sendiri dan lebih senang sendirian, membatasi kontak
dengan orang lain dan hanya mengatakan “halo” dan “apa kabar?” sambil terus
berlalu. Ia merasa percakapan social hanya membuang-buang waktu dan merasa
canggung bila ada prang lain yang mencoba membina persahabatan dengannya. Meski
ia hobi membaca surat kabar dan tetap mengikuti perkembangan dari peristiwa
terkini, ia tidak memiliki minat yang nyata terhadap manusia. Ia bekerja
sebagai penjaga keamanan dan digambarkan rekan kerjanya sebagai “penyendiri”
dan “ikan yang dingin”. Satu-satunya hubungan yang ia miliki adalah dengan
anjingnya, kerena ia merasa dapat berbagi perasaan yang lebih sensitif dan
lebih hangat daripada ia berbagi dengan orang lain. Saat natal ia akan bertukar
kado dengan anjingnya, membeli hadiah untuk anjingnya dan membungkus sebotol
scoth untuk dirinya sendiri sebagai hadiah dari binatang tersebut. Satu-satunya
peristiwa yang membuatnya sedih adalah saat ia kehilangan anjingnya.
Sebaliknya, kehilangan orang tua nya tidak mampu membangkitkan suatu respon
emosional. Ia merasa dirinya berbeda dari orang lain dan bingung dengan adanya
emosionalitas yang ia lihat pada orang lain.
2. Gangguan Kepribadian Skizotipal (Schizotypal
Personality Disorder)
Gangguan ini
umumnya menjadi jelas saat awal masa dewasa. Diagnosis tersebut dikenakan pada
orang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan dekat dan yang
perilakunya, sikapnya, serta pola pikirnya aneh atau ganjil, namun tidak cukup
terganggu untuk dapat didiagnosis skizofrenia.
Gangguan ini
ditandai oleh bentuk-bentuk berpikir dan memahami dengan cara yang aneh, dan
individu dengan gangguan ini sering mencari isolasi dari orang lain. Mereka
kadang-kadang percaya untuk memiliki kemampuan indra yang ekstra atau kegiatan
yang tidak berhubungan dengan mereka dalam beberapa cara penting. Mereka
umumnya berperilaku eksentrik dan sulit berkonsentrasi untuk waktu yang lama.
pidato mereka sering lebih rumit dan sulit untuk diikuti.
Gejala Personality
Disorder Schizotypal :
1. Aneh atau
tingkah laku atau penampilan eksentrik
2. Bertakhyul
atau sibuk dengan fenomena paranormal
3. Sulit untuk
mengikuti pola bicara
4. Perasaan
cemas dalam situasi sosial
5. Kecurigaan
dan paranoia
6. Suka
berpikir menganai kepercayaan aneh atau magis
7. Nampak
pemalu, suka menyendiri, atau menarik diri dari orang lain
Contoh Kasus:
Jonathan, meklanik mobil berusia 27
tahun. Memiliki sedikit teman dan lebih memilih membaca novel fiksi ilmiah
daripada bersosialisasi dengan orang lain. Ia jarang bergabung dan
bercakap-cakap dengan orang lain. Suatu saat, ia tampak seperti hanyut dalam
pikirannya sendiri, dan rekan kerjanya harus bersiul untuk mendapatkan
perhatiannya saat ia sedang mengerjakan sebuah mobil. Ia sering menunjukkan ekspresi
ganjil diwajahnya. Mungkin cirri perilaku yang paling tidak umum adalah ia
melaporkan pengalaman yang dating sewaktu-waktu dan perasaan bahwa almarhum
ibunya berdiri di dekatnya. Ilusi ini menenangkan baginya, dan ia menantikan
terjadi peristiwa itu. Ia menyadari hal itu tidak nyata. Ia tidak pernah
mencoba menyentuh roh tersebut, mengetahui bahwa roh itui akan menghilang
begitu ia mendekat.
3.
Gangguan Kepribadian Menghindar
Diperkirakan sekitar 1%-2% populasi dewasa mengalami gangguan ini. Gangguan
kepribadian ini hampir sama dengan Fobia Sosial, yaitu ketakutan akan dihina
dan perasaan rendah diri. Perbedaannya yaitu jika Fobia Sosial takut akan
suasana sosial, sedangkan Gangguan Kepribadian Menghindar takut pada hubungan
sosial yang dekat.
Tanda–tanda Gangguan Kepribadian Menghindar, yaitu:
·
Perasaan tegang dan takut yang
menetap dan pervasif.
·
Merasa dirinya tak mampu, tidak
menarik atau lebih rendah dari orang lain.
·
Kekhawatiran yang berlebihan
terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial.
·
Keengganan untuk terlibat dengan
orang lain kecuali merasa yakin akan disukai.
·
Pembatasan gaya hidup karena alasan
kemampuan fisik.
·
Menghindari aktivitas sosial atau
pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung atau ditolak.
Psikodinamika Gangguan Kepribadian Menghindar
Karena disebabkan oleh hal yang sama, gangguan kepribadian ini
secara tidak langsung dihubungkan dengan Gangguan Cemas . Seperti awal traumatisnya,
kondisi ketakutannya, keyakinan yang terganggu, dan abnormalitas
neurotransmiternya.
Para ahli psikodinamika memfokuskan pada perasaan malu yang dimulai dari
pengalaman awal pada “toilet training”. Penyebabnya adalah perilaku kasar dan
penolakan pada awal masa kanak yang mengarahkan pada perasaan bahwa orang lain
selalu menghakiminya dengan kasar.
Pengobatan Gangguan Kepribadian Menghindar
Terapi yang digunakan pada gangguan ini adalah terapi kognitif dan terapi
perilaku. Juga bisa digunakan terapi obat dan terapi kelompok. Kesulitan awal
dari terapi adalah adanya usaha menghindar penderita dari terapistnya.
4. Gangguan Kepribadian Dependent
Gangguan kepribadian dependent adalah suatu gangguan
kepribadian yang melibatkan seseorang yang memiliki kebutuhan yang berlebihan
untuk diasuh oleh orang lain. Hal ini membuat mereka menjadi sangat patuh dan
melekat dalam hubungan mereka serta sangat takut akan perpisahan. Orang dengan
gangguan ini mersa sangat sulit melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan
dari orang lain. Mereka mencari saran dalam membuat keputusan yang paling kecil
sekalipun. Anak-anak atau remaja dengan masalah ini mencari orang tua mereka
untuk memilihkan pakaian, makanan, sekolah atau kampus, bahkan teman-teman
mereka. Orang dewasa dengan gangguan ini membiarkan orang lain mengambil
keputusan untuk mereka. Kadang mereka begitu dependen pada orang lain dalam
membuat keputusan sampai mereka membiarkan orang tua mereka menentukan dengan
siapa mereka akan menikah.
Setelah menikah, orang dengan gangguan kepribadian
dependen akan bergantung pada pasangannya untuk membuat keputusan seperti di
mana mereka akan tinggal, tetangga mana yang bisa dijadikan teman, bagaimana
mereka harus mendisiplinkan anak, pekerjaan seperti apa yang harus mereka
ambil, atau ke mana sebaiknya mereka pergi berlibur. Individu dengan gangguan
kepribadian dependen menhindari posisi bertanggung jawab. Mereka menolak
tantangan dan promosi serta bekerja dibawah potensi mereka. Mereka cenderung
sangat sensitive dalam menerima kritikan serta terpaku pada rasa takut akan
penolakan, mereka sering menomorduakan keinginan untuk menjalani hidup sendiri.
Mereka setuju akan pernyataan aneh tentang diri mereka sendiri dan melakukan
hal-hal yang merendahkan diri untuk menyenangkan orang lain.
Diagnosa dengan gangguan kepribadian sering kali
ditemukan pada perempuan meskipun tidak jelas akan adanya perbedaan mendasar
dalam prevalensi gangguan antara laki-laki dan perempuan. Gangguan ini juga
dikaitkan dengan gangguan psikologis lainnya termasuk depresi mayor, gangguan
bipolar dan fobia social serta dengan masalah-masalah fisik seperti hipertensi,
kanker, dan gangguan gastrointestinal seperti ulcer dan kolitis. Orang dengan
gangguan kepribadian dependen sering mengatribusikan masalah mereka dengan
penyebab fisik dan bukan emosional serta mencari dukungan dan saran dari
ahli-ahli medis dan bukan psikolog atau konselor.
5. Gangguan
Kepribadian Histrionik
Histrionic Personality Disorder adalah salah satu dari personality
disorder, dan merupakan sub (turunan) dari dramatic personality disorders (b
class). Secara harfiah, histrionic diambil dari bahasa latin, "Histrionicus"
yang berarti 'pertaining to be an actor'.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV-R), Histrionik
dianggap sebagai sebuah gangguan kepribadian (Histrionic Personality Disorder =
HISTRIONIK PERSONALITY DISORDER),
yang didefinisikan sebagai sebuah pola emosi yang berlebihan dan kebiasaan
mencari perhatian, termasuk kebutuhan akan persetujuan/pembenaran dan biasanya
dimulai pada awal masa dewasa. Gangguan ini biasanya mulai terdiagnosa ketika
sikap-sikap ini menjadi bersifat menetap dan sangat menyusahkan.
Selain itu, Durrand dan
Barlow (2006) menjelaskan histrionik sebagai gangguan kepribadian dengan
ciri-ciri terlalu dramatis dan tampak seperti orang yang baru berakting,
sehingga digunakan juga istilah histrionic treatical.
Histrionik termasuk dalam gangguan
kepribadian kluster B (dramatis, emosional atau eratis) yang melibatkan pola
emosialitas yang eksesif dan suka mencari perhatian.
Penderita gangguan histronik cenderung
mengekspresikan emosi-emosiny asecara berlebih-lebihan, misalnya memeluk
seseorang yang baru dikenal atau menangis tak terkontrol saat menonton filem
cengeng (Pfohl, 1995). Mereka juga congkak, self centered, dan merasa tidak
nyaman bila tidak menjadi pusat perhatian. Penampilan dan perilakunya seringkali
tampak menggoda, dan mereka biasanya sangat peduli pada penampilannya (pat,
misalnya, membelanjakan banyak uang untuk membeli perhiasan mahal dan
menceritakannya kepada semua orang yang mau mendengarkan). Selain tiu mereka
secara konstan mencari kepastian dan persetujuan dari orang lain dan bisa
menjadi gusar atau marah bila oranglain tidak memperhatikan atau memberikan
pujian kepadanya. Penderita gangguan kepribadian histrionik juga cenderung
impulsif dan memiliki banyak kesulitan untuk menunda pujian.
Cognitif
style yang terkait dengan gangguan kepribadian
histrinik adalah impresionistik (Shapiro, 1965) yang ditandai oleh adanya
kecenderungan untuk melihat berbagai situasi secara global, hitam putih.
Pembicaraannya sering tidak jelas, kurang mengandung deteil dan ditandai dengan
hiperbola (Pfohl, 1991) sebagai contoh, ketika ditanyai tentang kencannya
kemaren malem, pat meungkin akan mengatakan “pokoknya asyik” tetapi tidak dapat
memberikan keterangan terperinci. Tinggiinya angka diagnosis gangguan ini
dikalangan perempuan bila dibandingkan laki-laki memunculkan pertanyaan tentang
sifat gangguan ini dan kriteria diagnostiknya.
Terdapat sebagian orang pihak yang berpikir bahwa fitur-fitur
gangguan kepribadian histrionik, seperti over dramatisasi, kesombongan, sifat
menggoda dan kepedulian yang berlebihan terhadap penampilan fisik sebenarnya
merupakan ciri-ciri stereotipikal perempuan barat dan ini bisa menghasilkan
overdiagnosis di kalangan perempuan. Sprock (2000) menela’ah pertanyaan penting
ini dan menemukan beberapa bukti tentang adanya bias dikalangan psikolog dan
psikiater yang lebih mengaitkan diagnostiknya dengan perempuan daripada dengan
laki-laki.
Gangguan kepribadian dikodekan dalam aksis II menurut DSM
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) dan membaginya menjadi
tiga kelompok:
1.
Kelompok
A : Orang yang dianggap aneh atau eksentrik.
- Gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan skizotipal.
2.
Kelompok
B : Orang dengan perilaku terlalu dramatik, emosional, atau eratik.
- Gangguan kepribadian
antisosial, ambang, histrionik, dan narsistik.
3. Kelompok C : Orang
yang sering kali tampak cemas atau ketakutan.
- Gangguan kepribadian
menghindar, dependen, dan obsesif-kompulsif.
Etiologi
gangguan kepribadian histrionik
Gangguan ini
dijelaskan berdasarkan pendekatan psikoanalisa. Perilaku emosional dan
ketidaksenonohan secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan orang tua,
terutama ayah terhadap anak perempuannya. Kebutuhan untuk menjadi pusat
perhatian dipandang sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang
sebenarnya yaitu self-esteem yang rendah.
Perspektif
Psikososial Mengenai Histrionic Personality Disorder
a)
Psikodinamik
Para ahli psikodinamika melihat gangguan ini sebagai
hasil dari kebutuhan-kebutuhan akan ketergantungan yang sangat mendalam dan
merupakan represi-represi dri emosi, hambatan dari resolusi setiap tahap oral
atau oedipal. Pencarian atensi berasal dari kebutuhan untuk mendapatkan
persetujuan dari orang lain. Kedangkalan berpikir dan kedangkalan keterlibatan
emosi dengan orang lain mnggambarkan orang-orang histerionik yang merepresi
kebutuhn-kebutuhab dan perasann-perasannnya sendiri.
b)
Behavioral
Orang denga tipe histerionik biasanya berasal dari
kelurga yang memanjakan dan membiarkan sifat manjanya hingga dewasa (being
daddy’s "pretty little girl"). Hal ini manjadi suatu pembiasaan
sehingga terbentuk karakter yang menetap mengenai sifat manja dan selalu ingin
menjadi pusat perhatian. Selain itu, biasanya, dalam keluarga tabu untuk
mendidik atau mengenalkan. masalah sex. Selain itu, ada pndapat lain yaitu
ketika masa kanak mengalami hubungan dengan orang tua yang tidak harmonis
sehingga kehilangan rasa cinta. Lalu untuk mempertahankan ketakutan akan
kehilangan yang sangat, dia bereaksi secara dramatis.
c)
Cognitive
Para ahli kognitif berpendapat bahwa asumsi dasar yang
mengarahkan orang-orang bertingkah laku histerionik adalah “aku tidak cukup dan
tidak mampu menangani hidup dengan caraku sendiri”. Meskipun asumsi ini dipakai
untuk orang-orang dengan gangguan lain, secara kgusus yang mengalami depresi
dan orang-orang histerionik merespon asumsi ini secara lebih berbeda
dibandingkan dengan gangguan lain. Secara khusus, orang histerionik bekerja
untuk mendapat perhatian dan dukungan dari orang lain.
d) Humanistic
Orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah, dan sedang berjuang untuk member kesan pada orang lain dengan tujuan meningkatkan self-worth mereka.
Orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah, dan sedang berjuang untuk member kesan pada orang lain dengan tujuan meningkatkan self-worth mereka.
e)
Interpersonal
Orang dengan tipe histerionik dapat berbuat apa saja agar mendapat perhatian dari sekelilingnya. Walaupun begitu, ia tidak dapat menjalin relasi mendalam dengan lingkungannya. Kadang mereka memperlihatkan perlaku merayu secara sexual (dengan lawan jenis, bahkan pada ayah sendiri), berkompetisi dan terlalu menuntut pada relasi dengan jenis kelamin yang sama.
Orang dengan tipe histerionik dapat berbuat apa saja agar mendapat perhatian dari sekelilingnya. Walaupun begitu, ia tidak dapat menjalin relasi mendalam dengan lingkungannya. Kadang mereka memperlihatkan perlaku merayu secara sexual (dengan lawan jenis, bahkan pada ayah sendiri), berkompetisi dan terlalu menuntut pada relasi dengan jenis kelamin yang sama.
6.
Gangguan Kepribadian Narsistik
Individu
dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki pandangan berlebihan mengenai keunikan
dan kemampuan mereka. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap
mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh sebab itu, mereka sulit menerima
kritik dari orang lain. Hubungan interpersonal mereka terhambat karena
kurangnya empati, perasaan iri, dan arogansi, dan memanfaatkan atau menghendaki
orang lain melakukan sesuatu yang istimewa untuk mereka tanpa perlu dibalas.
Individu pada gangguan ini sangat sensitif terhadap kritik dan takut akan
kegagalan. Terkadang mereka mencari sosok lain yang dapat mengidealkan karena
mereka kecewa terhadap diri sendiri, tetapi mereka biasanya tidak mengizinkan
siapa pun untuk benar-benar berhubungan dekat dengan mereka.
Hubungan
personal mereka sedikit dan dangkal; ketika orang lain menjatuhkan harapan
mereka yang tidak realistis, mereka akan marah dan menolak. Prevelensi gangguan
ini kurang dari 1%.
Etiologi
gangguan kepribadian narsistik
Penyebab
gangguan kepribadian narsistik dapat dipandang dari segi psikoanalisa. Orang
yang mengalami gangguan ini dari luar tampak memiliki perasaan yang luar biasa
akan pentingnya dirinya. Namun dipandang dari psikoanalisa, karakteristik
tersbut merupakan topeng bagi self-esteem yang rapuh. Menurut heinz kohut, self
muncul pada awal kehidupan sebagai struktur bipolar dengan immature grandiosity
pada satu sisi dan overidealisasi yang bersifat dependen di sisi lain.
Kegagalan mengembangkan self-esteem yang sehat terjadi bila orang tua tidak
merespons dengan baik kompetensi yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. Dengan
demikian, anak tidak bernilai bagi harga diri mereka sendiri, tetapi bernilai
sebagai alat untuk meningkatkan self-esteem orang tua.
Perspektif
Psikososial Mengenai Narcissistic Personality Disorder
a)
Psikodinamik
Sigmund Freud memandang narcisme sebagai fase yang dilalui
semua anak sebelum menyalurkan cinta mereka kepada diri mereka sendiri dan
orang-orang yang berarti (significant person). Anak-anak dapat terfiksasi pada
fase narsistik ini, bagaimanapun, jika mereka mengalami bahwa orang-orang yang
mengasuhnya tidak dapat dipercaya dan memutuskan bahwa mereka hanya dapat
bersandar pada diri sendiri, atau jika mereka memiliki orang tua yang selalu
menuruti mereka dan menanamkan pada mereka suatu perasaan bangga atas kemampuan
dan harga diri mereka.
b)
Behavioral
Dari sudut pandang sosial learning, Millon menemukan bahwa asal dari gaya narsistik adalah evaluasi berlebihan yang tidak realistic mengenai nilai anak-anak oleh orang tua. Anak tidak mampu menggapai (live up) pada evaluasi-evaluasi orang tuanya mengenai dirinya, tetapi dia secara berkelanjutan bertindak seolah-olah dia merupakan orang yang superior. Demikian pula, Beck dan Freeman berpendapat bahwa beberapa orang narsistik membangun asumsi mengenai keberhargaan-diri (self worth) mereka yang tidak realistic dalam hal-hal yang positif sebagai hasil dari penurutan dan evaluasi yang berlebihan dari significant person saat anak-anak. Orang-orang narsistik lainnya mengembangkan keyakinan bahwa mereka merupakan unik dan luar biasa dalam bereaksi untuk menjadi satu-satuny orang yang berbeda dari orang lain secara etnis, rasial, dan status ekonomi, atau sebagai upaya bertahan menghadapi penolakan oleh significant person dalam kehidupan mereka.
Dari sudut pandang sosial learning, Millon menemukan bahwa asal dari gaya narsistik adalah evaluasi berlebihan yang tidak realistic mengenai nilai anak-anak oleh orang tua. Anak tidak mampu menggapai (live up) pada evaluasi-evaluasi orang tuanya mengenai dirinya, tetapi dia secara berkelanjutan bertindak seolah-olah dia merupakan orang yang superior. Demikian pula, Beck dan Freeman berpendapat bahwa beberapa orang narsistik membangun asumsi mengenai keberhargaan-diri (self worth) mereka yang tidak realistic dalam hal-hal yang positif sebagai hasil dari penurutan dan evaluasi yang berlebihan dari significant person saat anak-anak. Orang-orang narsistik lainnya mengembangkan keyakinan bahwa mereka merupakan unik dan luar biasa dalam bereaksi untuk menjadi satu-satuny orang yang berbeda dari orang lain secara etnis, rasial, dan status ekonomi, atau sebagai upaya bertahan menghadapi penolakan oleh significant person dalam kehidupan mereka.
c)
Cognitive
Orang narsistik cenderung terobsesi dan terpaku pada fantasi akan keberhasilan dan kekuasan, cinta yang ideal, atau pengakuan akan kecerdsan dan kecantikan. Seperti orang kepribadian hiterionik, mengejar karir dimana mereka dapat menjadi pusat perhatian dan mendapat pemujaan, seperti modeling, acting dan politik. Ambisi yang serakah membuat mereka mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil namun bukan untuk mandapatkan uang, melainkan untuk mendapat pemujaan yang menyertai kesuksesan.
Orang narsistik cenderung terobsesi dan terpaku pada fantasi akan keberhasilan dan kekuasan, cinta yang ideal, atau pengakuan akan kecerdsan dan kecantikan. Seperti orang kepribadian hiterionik, mengejar karir dimana mereka dapat menjadi pusat perhatian dan mendapat pemujaan, seperti modeling, acting dan politik. Ambisi yang serakah membuat mereka mendedikasikan diri untuk bekerja tanpa lelah. Mereka terdorong untuk berhasil namun bukan untuk mandapatkan uang, melainkan untuk mendapat pemujaan yang menyertai kesuksesan.
d)
Humanistic
Secara aktual orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah.
Secara aktual orang dengan tipe ini memiliki self-esteem yang rendah.
e)
Interpersonal
Orang dengan gangguan ini tidak dapat menjalin relasi secara mendalam karena adanya tuntutan yang dipaksakan pada orang lain, kurang memiliki rasa empati, sering mengagung-agungkan diri, dan mengeksploitasi orang lain sampai mereka puas.
Orang dengan gangguan ini tidak dapat menjalin relasi secara mendalam karena adanya tuntutan yang dipaksakan pada orang lain, kurang memiliki rasa empati, sering mengagung-agungkan diri, dan mengeksploitasi orang lain sampai mereka puas.
7.
Gangguan
Kepribadian Paranoid
Gangguan kepribadian paranoid (paranoid personality disorder; PPD) adalah
suatu kondisi karakteristik dimana individu tidak dapat mempercayai dan curiga
terhadap orang lain secara berlebihan. Dikatakan sebagai bentuk gangguan bila
perilaku tersebut sifatnya menetap, mengganggu dan membuat tertekan
(distressing). Akan tetapi, perilaku ini tidak disebut sebagai bentuk gangguan
kepribadian bila kemunculan perilaku tersebut disebabkan oleh skizofrenia,
gangguan mood (seperti depresi berat) dengan gejala psikotik, atau gangguan
psikotik lainnya (faktor neurologi), atau sebab-sebab yang diakibatkan oleh
kondisi medis.
merupakan gangguan proses berpikir yang disebabkan oleh rasa takut dan kecemasan. Kemunculan paranoia bisa disebabkan efek dari medikasi atau disebabkan oleh penggunaan obat-obatan simultan seperti methamphetamine, crack, kokain. Gangguan kepribadian paranoid merupakan karakter paranoia yang menetap, gangguan kepribadian berupa gangguan berpikir, perilaku maladaptif, dan tingkah laku ―muncul menjelang memasuki masa awal dewasa, yang berdampak pada kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, pekerjaan dan fungsi-fungsi sosial lainnya.
merupakan gangguan proses berpikir yang disebabkan oleh rasa takut dan kecemasan. Kemunculan paranoia bisa disebabkan efek dari medikasi atau disebabkan oleh penggunaan obat-obatan simultan seperti methamphetamine, crack, kokain. Gangguan kepribadian paranoid merupakan karakter paranoia yang menetap, gangguan kepribadian berupa gangguan berpikir, perilaku maladaptif, dan tingkah laku ―muncul menjelang memasuki masa awal dewasa, yang berdampak pada kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain, pekerjaan dan fungsi-fungsi sosial lainnya.
Individu
dengan gangguan kepribadian paranoid sulit percaya dan curiga berlebihan ketika
berinteraksi dengan orang lain sehingga individu PPD merasa takut untuk dekat
dengan siapa pun, mencurigai orang asing meskipun orang itu tidak tepat untuk
dicurigai. Individu PPD mempunyai teman yang sedikit, sulit mempercayai orang
lain membuat individu ini tidak dapat diajak kerjasama dalam sebuah tim. Namun
demikian, bukan berarti gangguan kepribadian paranoid tidak dapat menikah.
Kecemburuan dan keinginan untuk mengontrol pasangannya menjadi bagian patologi
dalam hubungan dengan pasangannya. Hampir setiap saat individu PPD kesulitan
untuk bersikap tenang untuk tidak mencurigai orang lain, kadang mereka sengaja
mencari-cari orang untuk menjadi tersangka dan patut untuk dicurigai. Rasa
takut yang muncul justru membuat individu tersebut tidak dapat berbuat apa-apa
(gugup) ketika orang yang dicurigainya berada dekat dengannya. Seringnya
individu PPD melakukan penolakan baik dengan konfrontasi, Agresif atau perselisihan membuat mereka
memilih tidak bersahabat dengan orang itu dan memilih diri untuk menyendiri.
Simtom
Beberapa tanda-tanda pada gangguan kepribadian paranoid, antara lain:
Simtom
Beberapa tanda-tanda pada gangguan kepribadian paranoid, antara lain:
-
Kecurigaan yang berulang tanpa dasar
atau bukti yang kuat, terhadap orang lain bahwa orang itu akan mengeksploitasi,
bersikap jahat atau menipu dirinya.
-
Sulit mempercayai orang lain dan
tidak dapat bersikap loyal terhadap orang atau kerjasama tim.
-
Enggan berbagi pelbagai informasi
kepada orang lain disebabkan rasa takut yang tidak beralasan bahwa
sewaktu-waktu orang lain akan bersikap jahat kepadanya
-
Mengartikan kata-kata atau teguran
yang ramah sebagai ancaman atau merendahkan dirinya
-
Kecenderungan untuk tetap menyimpan
dendam, meskipun pada masalah-masalah kecil. Sulit untuk memaafkan orang lain
yang pernah menganggu, melukai, menyakiti atau mengabaikan dirinya.
-
Ketika bersinggungan dengan karakter
atau reputasinya oleh orang lain, ia akan segera bereaksi dengan amarah atau
menyerang balik orang itu (dengan kekerasaan fisik)
-
Kecurigaan yang berulang, tanpa
dasar, tentang kesetiaan seksual dari pasangannya.
Faktor Penyebab
Penyebab
utama munculnya gangguan kepribadian paranoid tidak diketahu secara pasti,
namun diperkirakan faktor genetika mempunyai peran terhadap kemunculannya
gangguan tersebut, misalnya anggota keluarga dengan gangguan skizofrenia.
Gangguan kepribadian paranoid dapat juga muncul dari pengalaman masa
kanak-kanak yang tumbuh dari keluarga yang mendidik anak-anaknya dengan
ancaman. Perilaku orangtua dengan kesehariannya yang kasar, berantakan,
merendahkan diri anak-anaknya, juga mempengaruhi pembentukan karakteristik
gangguan ini pada anak dikemudian hari.
Treatment
1. Medikasi
Sama halnya
dengan gangguan kepribadian lainnya, tidak ada obat medis yang dapat
menyembuhkan secara langsung PPD. Penggunaan obat-obatan diberikan bila
individu mengalami kecemasan berupa diazepam (dengan batasan waktu tetentu
saja), penggunaan thioridazine dan haloperidol (anti psikotik) diberikan bila
individu PPD untuk mengurangi Agitasi dan delusi pada pasien.
2. Psikoterapi
Kesulitan
yang dihadapi oleh terapist pada gangguan ini adalah penderita tidak menyadari
adanya gangguan dalam dirinya dan merasa tidak memerlukan bantuan dari
terapist. Kesulitan lain yang dihadapi terapis bahwa individu PDD sulit
menerima terapis itu sendiri, kecurigaan dan tidak percaya membuat terapi sulit
dilakukan.
Hal-hal lain
yang harus diperhatikan terapis adalah bagaimana terapis menjaga sikap,
perilaku, dan pembicaraanya, individu PDD akan meninggalkan terapi bila ia
curiga, tidak menyukai terapisnya. Terapis juga harus menjaga dirinya untuk
tidak melucu didepan individu PPD yang tidak memiliki sense of humor. Menjaga
tidaknya konfrontasi ide-ide atau pemikiran secara langsung dengan pasien.
Terapi yang
digunakan adalah Cognitive behavioral therapy (CBT), secara umum CBT membantu
individu mengenal sikap dan perilaku yang tidak sehat, kepercayaan dan pikiran
negatif dan mengembalikannya secara positif. Terapi kelompok dalam CBT,
individu akan dilatih agar mampu menyesuaikan dirinya dengan orang lain, saling
menghargai dan mengenal cara berpikir orang lain secara positif dan mengontrol
amarahnya sehingga individu dapat menciptakan hubungan interpersonal yang baik.
Namun demikian,
individu dengan PPD kronis terapi kelompok dan keluarga tidak akan efektif
dijalankan karena pada individu PPD kronis tingkat kepercayaan terhadap orang
lain samasekali tidak ada.
Trait
penentu dalam gangguan ini adalah perasaan curiga yang pervasive, kecenderungan
untuk menginterpretasi perilaku orang lain sebagai hal yang mengancam atau
merendahkan. Orang dengan gangguan ini sangat tidak percaya dengan orang lain,
dan hubungan social mereka terganggu karenanya. Meski mereka mencurigai rekan
kerja atau teman mereka atau atasan mereka, pada umumnya mereka tetap dapat
bekerja. Orang yang memiliki gangguan paranoid cenderung terlalu sensitif
terhadap kritikan, baik itu nyata maupun yang dibayangkan. Mereka paham pada
ketidak hormatan baik itu kecil sekalipun. Mereka mudah marah dan tidak terima
bila mereka pikir mereka telah diperlakukan dengan buruk. Selain itu mereka
juga tidak percaya pada orang lain, selalu mempertanyakan ketulusan yang orang
lain berikan, senyuman atau lirikan bisa ditanggapi dengan kecurigaan.
Contoh kasus:
Seorang
pensiunan pengusaha berusia 85 tahun diwawancarai seorang pekerja sosial untul
menetukan kebutuhan perawatan kesehatan bagi dirinya dan istrinya yang sakit
dan lemah. Pria ini tidak memiliki sejarah penanganan gangguan mental. Ia
terlihat sehat dan waspada secara mental. Ia dan istrinya telah menikah selama
60 tahun, dan tampak bahwa istrinya merupakan satu-satunya orang yang
benar-benar ia percaya. Dia selalu curiga pada orang lain. Ia tidak akan
mengungkapkan informasi pribadi pada siapapun kecuali pada istrinya, yakin
bahwa orang lain akan mengambil keuntungan darinya. Ia menolak tawaran bantuan
dari kenalannya karena ia curiga dengan mereka. Saat menerima telepon ia akan
menolak menyebutkan namanya sampai ia tahu maksud si penelepon. Ia selalu
melibatkan dirinya dalam “pekerjaan yang berguna” untuk mengisi waktunya,
bahkan selama 20tahun masa pensiunnya. Ia meluangkan waktu yang cukup banyak
untuk memonitor investasinya dan pernah bertengkar dengan pialangnya saat terjadi
kesalahan dalam rekening bulanannya, yang membuatnya curiga bahwa pialangnya
tersebut berusaha menutupi transaksi yang curang. (Diadaptasi dari Spitzer
dkk,1994, hal. 211-213).
Penanggulangan:
Perawatan
untuk gangguan kepribadian paranoid akan sangat efektif untuk mengendalikan
paranoia (perasaan curiga berlebih) penderita, namun hal itu akan selalu
menjadi sulit dikarenakan penderita akan selalu memiliki kecurigaan kepada
dokter atau terapis yang merawatnya. Jika dibiarkan saja maka keadaan penderita
akan menjadi lebih kronis. Perawatan yang dilakukan, meliputi sistem perawatan
utama dan juga perawatan yang berada di luar perawatan utama (suplement),
seperti program untuk mengembangkan diri, dukungan dari keluarga, ceramah,
perawatan di rumah, membangun sikap jujur kepad diri sendiri, kesemuanya akan
menyempurnakan dan membantu proses penyembuhan penderita. Sehingga diharapkan
konsekuensi sosial terburuk yang biasa terjadi dari gangguan ini, seperti
perpecahan keluarga, kehilangan pekerjaan dan juga tempat tinggal dapat
dihindari untuk dialami oleh si penderita. Medikasi atau pengobatan untuk
gangguan kepribadian paranoid secara umum tidaklah mendukung, kecenderungan
yang timbul biasanya adalah meningkatnya rasa curiga dari pasien yang pada
akhirnya melakukan penarikan diri dari terapi yang telah dijalani. Para ahli
menunjuk pada bentuk perawatan yang lebih berfokus kepada kondisi spesifik dari
gangguan tersebut seperti kecemasan dan juga delusi, dimana perasaan tersebut
yang menjadi masalah utama perusak fungsi normal mental penderita. namun untuk
penanggulangan secara cepat terhadap penderita yang membutuhkan penanganan
gawat darurat maka penggunaan obat sangatlah membantu, seperti ketika penderita
mulai kehilangan kendali dirinya seperti mengamuk dan menyerang ornag lain.
Psikoterapi
merupakan perawatan yang paling menjanjikan bagi para penderita gangguan
kepribadian paranoid. Orang-orang yang menderita penyakit ini memiliki masalah
mendasar yang membutuhkan terapi intensif. Hubungan yang baik antara terapis
dengan klien kunci kesembuhan klien. Walau masih sangat sulit untuk membangun
suatu hubungan yang baik dikarenakan suatu keragu-raguan yang timbul serta
kecurigaan dari diri klien terhadap terapis. Walau penderita gangguan
kepribadian paranoid biasanya memiliki inisiatif sendiri untuk melakukan
perawatan, namun sering kali juga mereka sendiri juga lah yang menghentikan
proses penyembuhan secara prematur ditengah jalan. Demikian juga dengan
pembangunan rasa saling percaya yang dilakukan oleh sang terapis terhadap
klien, dimana membutuhkan perhatian yang lebih, namun kemungkinan akan tetap
rumit untuk dapat mengarahkan klien walaupun tahap membangun rasa kepercayaan
telah terselesaikan. Kemungkinan jangka panjang untuk penderita gangguan
kepribadian paranoid bersifat kurang baik, kebanyakan yang terjadi terhadap
penderita dikemudian hari adalah menetapnya sifat yang sudah ada sepanjang
hidup mereka, namun dengan penanganan yang efektif serta bersifat konsisten
maka kesembuhan bagi penderita jelas masih terbuka. Metode pengembangan diri
secara berkelompok dapat dilakukan kepada penderita walau memiliki kesulitan
saat pelaksanaannya. Kecurigaan tingkat tinggi dan rasa tidak percaya pada
penderita akan membuat kehadiran kelompok pendukung menjadi tidak berguna atau
bahkan lebih parahnya dapat bersifat merusak bagi diri penderita.
8.
Gangguan
Kepribadian Anti-Sosial
Orang dewasa
yang mengalami gangguan antisosial menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab
dan antisosial dengan bekerja secara tidak konsisten, melanggar hukum, mudah
tersinggung, agresif secara fisik, tidak mau membayar hutang, sembrono,
ceroboh, dan sebagainya. Mereka impulsif dan tidak mampu membuat rencana ke
depan. Mereka sedikit atau bahkan tidak merasa menyesal atas berbagai tindakan
buruk yang mereka lakukan. Gangguan ini lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan lebih banyak terjadi di kalangan anak muda daripada
dewasa yang lebih tua. Gangguan ini lebih umum terjadi pada orang dengan status
sosioekonomi rendah.
Sementara
itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik positif
maupun negatif. Orang-orang psychopathy tidak memiliki rasa malu, bahkan
perasaan mereka yang tampak positif terhadap orang lain hanyalah sebuah
kepura-puraan. Penampilan psikopat menawan dan memanipulasi orang lain untuk
memperoleh keuntungan pribadi. Kadar kecemasan yang rendah membuat psikopat
tidak mungkin belajar dari kesalahannya. Kurangnya emosi positif mendorong
mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan berperilaku kejam
terhadap orang lain.
Penyebab
gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan
berat orang tua merupakan penyebab utama perilaku psychopathy. Selain itu, juga
disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak dan
dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orang tua yang sering
melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini.
Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh kehilangan orang tua. Di samping itu,
ayah dari penderita psikopat kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor
lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.
Perspektif
Psikososial Mengenai Psichopathy
a)
Psikodinamik
Terjadi karena dorongan-dorongan bawah sadar terhadap pemuasan id ditambah dengan rendahnya kontrolnya ego sehingga id lebih dominan dan akhirnya dia melakukan segala cara untuk memuaskan id nya seperti membunuh, dan menyakiti orang lain, atau menipu. Disamping itu, orang yang menderita gangguan tersebut mempunyai super ego yang tumpul sehingga ia tidak merasa bersalah atas apa yang telah di lakukannya meskipun perilakunya sudah merugikan banyak orang.
Terjadi karena dorongan-dorongan bawah sadar terhadap pemuasan id ditambah dengan rendahnya kontrolnya ego sehingga id lebih dominan dan akhirnya dia melakukan segala cara untuk memuaskan id nya seperti membunuh, dan menyakiti orang lain, atau menipu. Disamping itu, orang yang menderita gangguan tersebut mempunyai super ego yang tumpul sehingga ia tidak merasa bersalah atas apa yang telah di lakukannya meskipun perilakunya sudah merugikan banyak orang.
b)
Behavioral
Teori behavioristik memandang bahwa gangguan kepribadian psikopat di sebabkan oleh proses belajar yang salah selama rentang kehidupanya. Ia tidak memahami perilaku mana yang benar dan perilaku mana yang salah. Anak yang tidak pernah mendapatkan reward atas hasil baik yang ia lakukan justru ia selalu mendapatkan perilaku dan pengalaman yang tidak menyenangkan saat melakukan perbuatan yang baik maupun yang buruk. Maka anak tersebut belajar bahwa, tidak ada yang namanya benar. Tetapi, apapun yang ia lakukan akan sama saja dampaknya
Teori behavioristik memandang bahwa gangguan kepribadian psikopat di sebabkan oleh proses belajar yang salah selama rentang kehidupanya. Ia tidak memahami perilaku mana yang benar dan perilaku mana yang salah. Anak yang tidak pernah mendapatkan reward atas hasil baik yang ia lakukan justru ia selalu mendapatkan perilaku dan pengalaman yang tidak menyenangkan saat melakukan perbuatan yang baik maupun yang buruk. Maka anak tersebut belajar bahwa, tidak ada yang namanya benar. Tetapi, apapun yang ia lakukan akan sama saja dampaknya
c)
Cognitive
Psikopat terjadi karena mengalami distorsi kognitif. Ia berfikir bahwa ia dapat mendapatkan apa saja yang ia mau dengan melakukan apa saja yang ia inginkan untuk membawanya kepada sesuatu yang ia inginkan tersebut meskipun perilakunya membawa pengaruh atau efek buruk bagi orang lain.
Psikopat terjadi karena mengalami distorsi kognitif. Ia berfikir bahwa ia dapat mendapatkan apa saja yang ia mau dengan melakukan apa saja yang ia inginkan untuk membawanya kepada sesuatu yang ia inginkan tersebut meskipun perilakunya membawa pengaruh atau efek buruk bagi orang lain.
d)
Humanistic
Dalam teori humanistik, gangguan tersebut di sebabkan oleh terhambatnya dan tidak tercapainya proses menuju aktualisasi diri yang sehat. Seseorang yang menderita gangguan tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Baik kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan akan rasa cinta dan dicintai.
Dalam teori humanistik, gangguan tersebut di sebabkan oleh terhambatnya dan tidak tercapainya proses menuju aktualisasi diri yang sehat. Seseorang yang menderita gangguan tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Baik kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan akan rasa cinta dan dicintai.
e)
Interpersonal
Seseorang yang psikopat biasanya cuek pada norma-norma sosial, tak peduli pada aturan, dan pemberontak. Kepribadiannya yang sulit ditebak, bisa terlihat dari ketidakstabilannya dalam hubungan interpersonal, citra diri, serta selalu bertindak menuruti kata hati. Tanpa peduli perbuatannya itu salah atau benar, mengganggu orang atau tidak. Orang seperti ini cenderung impulsif (melakukan sesuatu tanpa pikir panjang), dan berpikiran negatif serta memiliki sifat pendendam.
Seseorang yang psikopat biasanya cuek pada norma-norma sosial, tak peduli pada aturan, dan pemberontak. Kepribadiannya yang sulit ditebak, bisa terlihat dari ketidakstabilannya dalam hubungan interpersonal, citra diri, serta selalu bertindak menuruti kata hati. Tanpa peduli perbuatannya itu salah atau benar, mengganggu orang atau tidak. Orang seperti ini cenderung impulsif (melakukan sesuatu tanpa pikir panjang), dan berpikiran negatif serta memiliki sifat pendendam.
9.
Gangguan
Kepribadian Sadistik dan Masokistik
Gangguan ini bukan merupakan diagnosis resmi dalam DSM IV atau spendiksnya,
tetapi dapat didiagnosis sebagai gangguan kepribadian yang tidak
diklasifikasikan. Sadisme (berasal dari nama seorang penulis di abad ke-18
yaitu Marquis de Sade, yang menulis tentang orang yang mengalami kenikmatan
seksual saat menyiksa orang lain) adalah keinginan untuk menyebabkan rasa sakit
pada orang lain baik secara penyiksaan seksual atau fisik atau penyiksaan
psikologi pada umumnya. Sigmund Freud percaya bahwa pasien sadisme untuk
mencegah kecemasan kastrasi dan mampu untuk melakukan kepada orang lain apa
yang mereka takutkan akan terjadi pada diri mereka.
Sedangkan masokisme (nama mengikuti Leopold von Sacher-Masoch, seorang
penulis novel yang berasal dari Austria abad ke-19) adalah pencapaian pemuasan
seksual dengan menyiksa diri sendiri. Pada umumnya, yang dinamakan penderita
masokisme moral mencari penghinaan dan kegagalan, bukannya sakit fisik. Menurut
Sigmund Freud, kemampuan penderita masokisme untuk mencapai orgasme terganggu
oleh kecemasan dan perasaan bersalah tentang seks dan perasaan tersebut
dihilangkan oleh penderitaan dan hukuman pada diri mereka sendiri. Pengamatan
klinis menyatakan bahwa elemen perilaku sadisme dan masokisme biasanya
ditemukan pada orang yang sama.
Treatment yang dapat diberikan yaitu Psikoterapi. Terapi psikoanalisis
efektif pada beberapa kasus. Sebagai hasil terapi, pasien menjadi menyadari
bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri adalah sekunder akibat perasaan bersalah
bawah sadar yang berlebihan dan juga menjadi mengenali impuls agresif mereka
yang terepressi, yang berasal dari masa anak-anak awal.
10.
Gangguan Kepribadian Ambang
Disebut
dengan kepribadian ambang (borderline) karena berada di perbatasan antara
gangguan neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri utama gangguan ini adalah
impulsivitas dan ketidakstabilan dalam hubungan dengan orang lain dan memiliki
mood yang selalu berubah-ubah. Contohnya, sikap dan perasaan terhadap orang
lain dapat berubah-ubah secara signifikan dan aneh dalam kurun waktu yang
singkat. Individu yang mengalami gangguan borderline memiliki karakter
argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat menyerang, dan secara
keseluruhan sangat sulit untuk hidup bersama mereka.
Perilaku
mereka yang tidak dapat diprediksi dan impulsif, boros, aktivitas seksual yang
tidak pandang bulu, penyalahgunaan zat, dan makan berlebihan, berpotensi
merusak diri sendiri. Mereka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki
rasa takut diabaikan, dan menuntut perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi
dan perasaan hampa yang kronis, mereka sering kali mencoba bunuh diri. Gangguan
kepribadian borderline bermula pada masa remaja atau dewasa awal, dengan
prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki.
Penyebab
terjadinya gangguan kepribadian borderline antara lain dapat dijelaskan oleh
kedua pandangan berikut:
a)
Faktor biologis
Faktor-faktor
biologis antara lain disebabkan oleh faktor genetis. Gangguan kepribadian
borderline dialami oleh lebih dari satu anggota dalam satu keluarga. Beberapa
data menunjukkan adanya kelemahan fungsi lobus frontalis, yang sering diduga
berperan dalam perilaku impulsif. Individu dengan gangguan borderline mengalami
peningkatan aktivasi amigdala, suatu struktur dalam otak yang dianggap sangat penting
dalam pengaturan emosi.
b)
Linehan’s diathesis-stress theory
Menurut
teori ini, gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu dengan
diatesis biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk
mengontrol emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah
(invalidating). Dalam teori ini, diatesis biologis disebut sebagai emotional
dysregulation. Sedangkan invalidating experience adalah pengalaman di mana
keinginan dan perasaan individu diabaikan dan tidak dihormati; usaha individu
untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak dipedulikan atau bahkan diberi
hukuman. Salah satu contoh ekstremnya adalah kekerasan pada anak, baik secara
seksual maupun nonseksual. Dengan kata lain, emotional dysregulation saling
berinteraksi dengan invalidate experience anak yang sedang berkembang. Hal
itulah yang kemudian memicu perkembangan kepribadian borderline.
Perspektif
Psikososial Mengenai Borderline Personality Disorder
a)
Psikodinamik
Individu
dengan gangguan kepribadian borderline sering kali mengembangkan mekanisme
defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya
baik atau semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan aspek positif dan
negatif orang lain atau diri menjadi suatu keutuhan. Hal itu menimbulkan
kesulitan yang ekstrem dalam meregulasi emosi karena individu borderline
melihat dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam dikotomi hitam-putih.
Bagaimanapun juga, defense ini melindungi ego yang lemah dari kecemasan yang tidak
dapat ditoleransi.
Teori ini
merupakan teori dari psikoanalisa yang memfokuskan diri pada bagaimana cara
anak mengintroyeksikan nilai-nilai dan gambaran yang berhubungan dengan
orang-orang yang dianggap penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Dengan
kata lain, fokus dari teori ini adalah cara anak mengidentifikasikan diri
dengan orang lain di mana ia memiliki emotional attachment yang kuat dengan
orang tersebut. Orang-orang yang diintroyeksikan tersebut menjadi bagian dari
ego si anak pada masa dewasa, tetapi dapat menimbulkan konflik dengan harapan,
tujuan, dan ideal-idealnya.
Teori ini
beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap dunia melalui perspektif dari
orang-orang penting dalam hidupnya pada masa lalu, terutama orang tua atau
caregiver. Terkadang perspektif tersebut berlawanan harapan dan minat dari
individu yang bersangkutan. Otto kernberg, salah seorang tokoh dalam teori ini
menyatakan bahwa pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak,
misalnya mempunyai orang tua yang memberikan cinta dan perhatian secara tidak
konsisten (menghargai prestasi anak, tetapi tidak dapat memberikan dukungan
emosional dan kehangatan), dapat menyebabkan anak mengembangkan insecure egos
(bentuk umum dari gangguan kepribadian borderline).
Beberapa
hasil penelitian juga mendukung teori ini. Individu yang mengalami gangguan
kepribadian borderline menyatakan kurangnya kasih sayang dari ibu. Mereka
memandang keluarga mereka tidak ekspresif secara emosional, tidak memiliki
kedekatan emosional, dan sering terjadi konflik dalam keluarga. Selain itu,
mereka biasanya juga mengalami kekerasan seksual dan fisik serta sering
mengalami perpisahan dengan orang tua pada masa kanak-kanak.
Bagaimanapun
juga, hasil-hasil penelitian tersebut masih belum dapat menyatakan secara jelas
apakah pengalaman-pengalaman itu memang hanya dialami oleh mereka dengan
gangguan kepribadian borderline saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
individu yang mengalami gangguan kepribadian borderline mempunyai pengalaman masa
kecil yang tidak menyenangkan. Namun belum jelas apakah pengalaman tersebut
bersifat spesifik bagi gangguan ini.
b)
Behavioral
Orang dengan
gangguan borderline biasanya dibesarkan oleh pola asuh maladaptive,
ditinggalkan pengasuh, dan memiliki trauma abuse saat kecil. Hal ini membuat
mereka saat dewasa menjadi haus akan perhatian dan kasih sayang, sangat
sensitive.
c)
Cognitive
Pada
beberapa kasus, ditemukan pula cara berpikir orang paranoid, yaitu penuh kecurigaan
terhadap orang lain.
d)
Humanistic
Orang dengan
gangguan borderline cenderung tidak yakin tentang identitas pribadi mereka
(nilai, tujuan, karir, dan bahkan orientasi seksual). Ketidakstebilan dalam
self-image atau identitas pribadi membuat mereka dipenuhi perasaan kekosongan
dan kebosanan yang terus-menerus.
e)
Interpersonal
Orang dengan
tipe borderline ide ketakutan akan ditinggalkan menjadikan mereka pribadi yang
melekat dan menuntut dalam hubungan sosial mereka, namun kelekatan mereka
sering kali malah menjauhkan orang-orang di sekitarnya. Tanda-tanda penolakan
membuat mereka menjadi sangat marah, yang membuat mereka menjadi lebih jauh
lagi. Akibatnya, perasaan mereka terhadap lingkingan menjadi berubah-ubah.
Mereka cendreung mamandang orang lain sebagai semua-tentangnya-baik dan
semua-tentangnya-buruk, karena berubah-ubah dengan cepat dan ekstrem.
11. Gangguan Kepribadian
Obsesive-Kompulsif
Individu
dengan obsessive-compulsive personality bersifat perfeksionis, sangat
memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya. Individu yang mengalami gangguan
obsesif-kompulsif sangat memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak dapat
menyelesaikan hal yang dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada pekerjaan
daripada bersantai-santai dan sangat sulit mengambil keputusan karena takut
membuat kesalahan. Selain itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan waktu karena
terlalu memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia
memiliki hubungan interpersonal yang kurang baik karena keras kepala dan
meminta segala sesuatu dilakukan sesuai dengan keinginannya. Istilah yang umum
digunakan sebagai julukan bagi individu seperti itu adalah “control freak”.
Individu dengan gangguan kepribadian ini pada umumnya bersifat serius, kaku,
formal dan tidak fleksibel, terutama berkaitan dengan isu-isu moral. Ia tidak
mampu membuang objek yang tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak
bernilai. Di samping itu, ia juga pelit atau kikir.
Berdasarkan
dsm-iv-tr, kriteria dependent personality disorder yaitu sebagai berikut:
-
Sangat perhatian terhadap aturan dan
detail secara berlebihan sehingga poin penting dari aktivitas hilang.
-
Perfeksionisme yang ekstrem pada
tingkat di mana pekerjaan jarang terselesaikan.
-
Ketaatan yang berlebihan terhadap
pekerjaan sehingga mengesampingkan waktu senggang dan persahabatan.
-
Kekakuan dalam hal moral.
-
Kesulitan dalam membuang barang-barang
yang tidak berguna.
-
Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan
kecuali orang lain megacu pada satu standar yang sama dengannya.
-
Kikir atau pelit.
-
Kaku dan keras kepala.
Gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif agak berbeda dengan gangguan obsesif kompulsif.
Pada gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, tidak terdapat obsesi dan kompulsi
seperti pada gangguan obsesif-kompulsif. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif
paling sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian avoidant dan memiliki
prevalensi sekitar 2 persen.
Perspektif
Psikososial Mengenai Obsessive-Compulsive Personality Disorder.
a)
Psikodinamik
Menurut Freud, perkembangan manusia terjadi melalui beragam tahapan
psikoseksual. Masing-masing, wilayah badan tertentu menjadi zona yang
erogenous, fokus energi libidinal selama periode tertentu itu. Seksualitas
diterima sebagai kekuatan instingtif yang biasanya diabaikan. Bagi banyak
orang, kemajuan melalui tahapan psikoseksual tidaklah begitu memukau. Beberapa
individu mengalami frustasi eksesif atau kegemaran eksesif, muncul dalam
penyesuaian energi seksual atas tahap tertentu, sehingga mewarnai keseluruhan
kepribadian. Sepanjang tahap oral, energi seksual terfokus pada mulut. Gratifikasi
kebutuhan oral yang eksesif dipercaya mengarah pada perkembangan karakter oral,
ekuivalen psikodinamik dari kepribadian dependen kontemporer.
Begitu anak-anak beranjak balita, mereka meninggalkan tahap oral dan
memasuki periode pelatihan toilet, tahap anal, dimulai pada usia 18 bulan.
Seperti freud catat (1908), bila tahap oral menghisap air susu ibu, refleks
bawaan semua bayi, maka tahap anal mengawali periode erotisisme anal yang tidak
hanya menampakkan apa yang kelihatan. Khususnya, tahap anal memerlukan kontrol
diri, penundaan gratifikasi instingtif yang mengiringi pembuangan feses.
Dorongan penuh hasrat dari id mengarahkan secara langsung keinginan pada
orangtua, sehingga tahap anal memainkan peran penting dalam pembentukan superego
dan kontrol impuls agresif.
Pengaruh pasti tahap anal atas perkembangan kepribadian tergantung pada
perilaku yang dilakukan orangtua ketika melakukan pelatihan toilet. Perilaku
yang kaku, tergesa-gesa, dan terlalu menuntut dapat memunculkan ciri-ciri
anal-retrentif, imbangan karakter logik dari kepribadian kompulsif. Pada
dasarnya, anak-anak menanggapi orangtua dengan mundur dan menolak melakukan,
mengarah pada ciri-ciri dewasa seperti kekeras-kepalaan, kekakuan, dan
kemarahan tersembunyi. Tipe-tipe anal-retentif juga dipercayai selalu tepat
waktu, teratur, teliti, dan dikelilingi kebersihan, ciri-ciri utama yang
mengarahkan orangtua mereka agar patuh jadwal, dengan segalanya pada tempatnya,
tanpa berantakan. Alternatifnya, anak-anak mungkin menanggapi dengan menjadi tipe
anal-ekspulsif. Di sini, anak-anak menjadi ofensif; feses menjadi senjata.
Strategi anal-retentif sepenuhnya merupakan penolakan, kini strategi berubah
menjadi perusakan keinginan mereka secara aktif, hasrat yang membuat orang lain
menyesali karena mereka pernah menguasainya. Biasanya, ciri-ciri kedewasaan
merupakan kebalikan dari tipe anal-retentif dan mencakup kerusakan, penyimpangan
dan kekejaman sadistis.
Seiring psikoanalisis mulai mengembangkan relasi ego psikologi dan obyek,
konsepsi karaker anal pun diperluas. W. Reich (1933) mengemukakan sang
kompulsif sebagai yang dikelilingi dengan ‘aturan pedantik’, sebagai makhluk
hidup menurut pola yang disesuaikan namun juga cenderung risau dan cemas.
Mungkin lebih penting, w. Reich (1949) menganggap sang kompulsif sebagai yang
diterimas secara emosional, tidak menampakkan cinta dan afeksi, karakteristik
yang dia sebut ‘blok afek’.
Kita telah melihat bahwa kompulsif, secara tersirat meminta aturan,
rincian, dan kesempurnaan sebagai seperangkat peniruan dengan apa yang tidak
dapat diduga atau tidak pasti di dunia sekitar mereka. Namun itu bukanlah batas
persyaratan ini; sang kompulsif meminta rasa aman yang sama dari dunia internal
mereka. Pada sembarang waktu, pengujian kecil sendiri menunjukkan bahwa banyak
dari kita yang mendidih karena perasaan bertikai yang menarik kita dan mencegah
penilaian hitam-putih, bahkan pada situasi sederhana sekalipun. Anda mengikuti
suatu kelas dan walau instrukturnya hebat, beban kerja lebih sesuai di kelas
lain dan menyebabkan anda marah dan menyesal. Anda mengikuti kelas, walau beban
kerjanya mudah, anda bisa saja dapat substansi lebih karena bayaran anda. Anda
mencintai ibu anda, namun dia mengejek anda; lalu, ketika dia mengurus anda
walau sebentar, anda penasaran apakah dia masih mencintai anda. Isu-isunya
mungkin berbeda, namun setiap orang terjebak di teka-teki kata semacam itu.
Banyak di antara kita hanya mengakui kedua sisi koin dan menoleransi
kompleksitas hidup. Tidak ada yang semuanya jahat atau semuanya baik.
Bagi sang kompulsif, perasaan berlawanan dan disposisi semacam itu
menciptakan perasaan marah yang intens, ketidakpastian, dan ketidakamanan yang
harus tetap diikat. Untuk melakukan hal tersebut, mereka memakai semua strategi
bertahan, lebih dari pola kepribadian lainnya. Riset berpendapat bahwa yang
pertama, dan mungkin yang paling menentukan, adalah pembentukan reaksi (berman
& mccann, 1995). Di sini, sang kompulsif membalikkan dorongan kecerobohan
dan pemberontakan yang terlarang untuk mengkompromikan ideal ego yang kaku dan
tinggi. Contohnya, ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan kecemasan
banyak orang, sang kompulsif menghargai diri mereka sendiri ketika menampilkan
kedewasaan dan kemasukakalan, seperti yang efeknya, sang kompulsif secara
simbolik membersihkan diri mereka sendiri dari kekotoran dan kehinaan dengan
mengembangkan apa yang bertentangan secara diametral.
Kedua, sang kompulsif sering memindahkan kemarahan dan ketidakamanan dengan
mencari beberapa posisi kekuasaan yang memperbolehkan mereka untuk menjadi
superego yang dijatuhi sanksi secara sosial untuk yang lainnya. Di sini, sang
kompulsif mengeluarkan kemarahan mereka dengan membuat yang lainnya mematuhi
standar yang tidak mampu bekerja secara terinci atau kaku. Mereka yang rendah
kedudukannya maka harus mengakui otoritas dan pengetahuan atasan yang kompulsif
atau menjatuhkan korban ke penghakiman menyeluruh yang mensegel kebahagiaan
bijak dan sadistis di belakang topeng kedewasaan. Hukuman menjadi tugas;
humanitarianisme, kegagalan. Ayah yang kelewat moralis dan ibu yang kelewat
menguasai menyediakan contoh permusuhan kamuflase. Di samping usaha kontrol
mereka, riset menunjukkan bahwa ciri-ciri kompulsif erat kaitannya dengan
agresi impulsif (stein, trestman, mitropoulou, & coccaro, 1996).
Mekanisme pertahanan lainnya yang dipakai sang kompulsif, isolasi afek,
menghubungkan domain psikodinamik dan kognitif, setidaknya bagi kepribadian
macam ini. Permintaan yang sama akan aturan dan kesempurnaan yang sang
kompulsif minta kepada lingkungan mereka, mereka meminta lanskap mental mereka
sendiri. Untuk menjaga impuls dan perasaan oposisional dari memengaruhi satu
sama lain dan memegang citra-citra ambivalen dan perilaku berlawanan dari
pembuangan menjadi kepedulian sadar, mereka mengatur dunia dalam mereka menjadi
kompartemen kaku, dan ketat. Efeknya, sang kompulsif berusaha mencekik insting,
gairah, dan emosi dengan menghancurkan pengalaman sehingga lebih mudah
dibicarakan daripada dirasakan. Bagi orang normal, kenangan bukan hanya
mekanisme mengingat kembali, namun juga serangkaian pemutaran kembali episode
dari hidup kita untuk mengingat kembali keutuhan pengalaman asli, dengan semua
emosi dan sensasi yang mengiringinya. Walau beberapa di antaranya menakutkan
dan yang lainnya dihargai, semua kita punya kenangan seperti itu sehingga kita
seringkali ke sana.
Sang kompulsif berbeda. Isi mental mereka menyerupai tempat penyimpanan
yang diatur dalam jumlah besar dari fakta yang diciutkan atau dikeringkan, yang
masing-masing ditunjukkan namun tetap terpisah dari yang lainnya. Efeknya,
tujuan mereka berlawanan dengan dengan sajak. Oleh karena sajak membubuhi
pengalaman dengan menyediakan jaringan simbolik dan metaforis dengan pengalaman
terkait, sang kompulsif berusaha mendapatkan setiap aspek pengalaman di
kompartemen kecilnya. Mereka mengumpulkan kenangan mereka dan hanya melakukan
asosiasi intelektual di antara mereka. Dengan mencegah interaksi mereka, sang
kompulsif memastikan bahwa tidak ada satu pun fase pengalaman yang mampu
mengkatalis apapun sehingga mampu menghasilkan emosi yang tidak terantisipasi
atau menggerakkan kedalaman yang signifikan. Akibatnya, banyak kompulsif
melihat penjajakan diri itu percuma saja. Psikoterapi mungkin dilihat terlalu
banyak sains halus untuk menjamin waktu atau perhatian mereka. Bagi para
kompulsif, isolasi afeksi dan struktur mental secara tertutup saling
memberdayakan.
Konsepsi modern kepribadian kompulsif diletakkan berhadapan dengan kerangka
relasi-obyek. Seperti telah dicatat, perkembangan psikodinamik dari kepribadian
kompulsif erat terkait dengan tahap anal. Freud menekankan frustasi dan
perasaan energi psikoseksual yang mendalam. Pemikir psikodinamik belakangan
menafsirkan kembali tahapan psikoseksual dalam istilah relasi-obyek, memusatkan
peranan pengawas, bukan perasaan mendalam energi kejiwaan. Konflik mendasar
terjadi antara hasrat orangtua ikut campur dan mengontrol, serta rasa otonomi
anak yang bertumbuh. Pelatihan toilet lalu hanya merupakan bagian kecil
interaksi total antara orangtua dan anak, serta adalah di luar interaksi total
ini personalitas itu tumbuh.
Pada saat mereka mencapai kedewasaan mereka, sang kompulsif masa depan
telah penuh menghayati keketatan dan regulasi orangtua mereka. Hingga kini,
mereka dilengkapi dengan ukuran dalam yang secara kasar menilai dan mengawasi
mereka, tanpa iba menyusup untuk meragukan mereka dan ragu-ragu sebelum
beraksi. Sumber daya tantangan eksternal telah digantikan dengan kontrol
pendekatan diri internal yang ketat. Sang kompulsif kini menjadi jaksa dan
hakim mereka sendiri, siap mengutuk diri mereka sendiri tidak hanya karena
banyak lagak namun juga karena pemikiran transgresi. Dengan menekankan perasaan
bersalah, anak-anak mendapatkan suara kritis nurani yang siap memarahi bahkan
ketika pengasuh secara fisik absen atau bahkan mati. Unsur keagamaan sering
memainkan peranan penting. Beberapa di antaranya mengatakan konsekuensi
menakutkan dari dosa; yang lainnya mengatakan bagaimana sulitnya atau malunya
orangtua mereka jika mereka menyimpang dari ‘jalan lurus’. Kadang-kadang,
mereka mengubah rasa moralitas mereka menjadi rasa superioritas moral, dan
memakainya untuk mengisi bahan bakar kemarahan yang mengesampingkan ekspresi
kemarahan dan fokus padanya atas tujuan yang sesuai.
b)
Behavioral
Individu dengan tipe ini, kemungkinan saat kecil dididik untuk selalu
mematuhi peraturan figur otoritas, dituntut untuk selalu benar dalam berbagai
hal, dihukum karena tidak bisa tampil sempurna, tidak diberi reward setelah
melakukan kesuksesan. Selain itu, bisa juga karena melihat saudaranya dihukum
karena tidak sempurna, mereka sering diberi tanggung jawab atas hal yang tidak
mereka ketahui atau tidak mereka kuasai, dicap sebagai anak yang buruk (dalam
hal sikap). Orang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat bekerja dengan baik dalam
posisi yang membutuhkan pekerjaan metodologis, deduktif atau terperinci. Tetapi
mereka rentan terhadap perubahan yang tidak diharapkan. Dilihat dari teori
kognitif-behavioral, pasien gangguan ini mempunyai perhatian yang tidak
realistik mengenai perfeksitas dan penolakan terhadap kesalahan. Kalau gagal
dalam mencapai perfeksitas, ia menganggap dirinya tidak berharga (Martaniah,
1999 : 79).
c)
Cognitive
Ciri-ciri kognitif yang kuat dari kepribadian kompulsif dikenali dan
ditulis teoris analitik jauh sebelum perspektif kognitif menjadi tenar. Adapun
kajian pengolahan-informasi kontemporer peduli dengan pencatatan arsitektur dan
proses kognisi, kajian analitik lebih peduli dengan gaya kognitif dan hubungan
erat antara karakter dan kognisi. W. Reich (1933, h. 211) menilai sang
kompulsif sebagai bimbang dan ragu.
Teoris psikoanalitik lainnya mencatat ketidaktoleransian. Sang kompulsif memperlakukan isi mental mereka selayaknya mereka memperlakukan kerja mereka,. Mereka gemar memiliki barang-barang yang konkrit; semuanya harus sesuai dengan beberapa sistem klasifikasi; semuanya yang sulit diatur menjadi sumber kecemasan atau sasaran kutukan. Mencandui konsep klasik tentang karakter anal, rado (1959: 326) menggambarkan orang ini sebagai konkrit, berorientasi pada fakta, dan mengutuk keragaman dan imajinasi. Ciri-ciri kognitif seperti itu mungkin bisa dilacak ke belakang pada lingkungan keluarga. Ketika orangtua anda begitu keji, mudah menghukum, dan merasa benar sendiri, anda biasanya lebih menyukai hal kongkrit karena lebih mudah menilai dan menghindari masalah, terutama jika kamu adalah anak-anak dan tanpa unsur kognitif dewasa.
Teoris psikoanalitik lainnya mencatat ketidaktoleransian. Sang kompulsif memperlakukan isi mental mereka selayaknya mereka memperlakukan kerja mereka,. Mereka gemar memiliki barang-barang yang konkrit; semuanya harus sesuai dengan beberapa sistem klasifikasi; semuanya yang sulit diatur menjadi sumber kecemasan atau sasaran kutukan. Mencandui konsep klasik tentang karakter anal, rado (1959: 326) menggambarkan orang ini sebagai konkrit, berorientasi pada fakta, dan mengutuk keragaman dan imajinasi. Ciri-ciri kognitif seperti itu mungkin bisa dilacak ke belakang pada lingkungan keluarga. Ketika orangtua anda begitu keji, mudah menghukum, dan merasa benar sendiri, anda biasanya lebih menyukai hal kongkrit karena lebih mudah menilai dan menghindari masalah, terutama jika kamu adalah anak-anak dan tanpa unsur kognitif dewasa.
Segalanya yang berada pada sisi terjauh dari perhatian kepribadian
kompulsif berpotensi diangkut secara langsung menuju pusat kesadaran dan
meletakkan di bawah kehebatan orang. Para individu ini tidak hanya tidak mampu
memahami ‘gambaran besar’ namun juga tidak mampu merasakan keseluruhan nada
emosional dari situasi impersonal, menyumbang pada impresi kepribadian bahwa
mereka kaku atau dingin. Oleh karena kompulsif fokus pada rincian di dalam
komunikasi dan gagal utuh menilai atmosfer interpersonal, mereka tidak bisa
bersantai atau spontan atau empatik. Shapiro juga menghubungkan level perhatian
kompulsif pada kekurangan intuisi mereka, tidak ada bahwa mereka jarang
berfirasat. Akhirnya, sang kompulsif keras melawan apresiasi estetik dari
sastra atau seni. Level perhatian kerja di dalam konjungsinya dengan pertahanan
isolasi emosional, contohnya, membuat mereka merasa masa bodoh atas tragedi atau
drama manusia lainnya. Kalau saja elsa bisa menilai atmosfer ruang kelas
mereka, dia akan menanggapi umpan balik murid dan tidak akan duduk di pusat
bimbingan.
Faktanya, tidak peka akan ketidakpekaan mereka pada nuansa emosional, sang
kompulsif gagal menyadari bahwa kehidupan emosional orang lain jauh lebih kaya
daripada dirinya sendiri. Banyak orang akan iba pada imersi sang kompulsif yang
asing terhadap kesegeraan akan perasaan yang benar-benar hidup, banyak
kompulsif tidak mampu memandang-ke-dalam pemiskinan kehidupan mereka.
Sebaliknya, mereka membersihkan dan men-dehumanisasi keberadaan mereka dengan
mengatur pemikiran mereka secara kaku sesuai dengan aturan dan regulasi
konvensional, jadwal formal, dan hierarki sosial. Beberapa di antaranya melakukan
hal seperti itu dengan sikap merendahkan diri dan hina, menganggap orang lain
tidak teratur, tidak efisien, dan primitif. Tipe-tipe seperti itu muncul di
pengaturan birokratis, di mana hasrat mereka akan spesifisitas dan rincian bisa
dipakai sebagai senjata melawan siapa saja yang menghalangi mereka, mereka pun
diacuhkan, atau agak terlalu tega. Dengan merumitkan hidup orang lain, sang
kompulsif membendung kemarahan bagian dalam mereka seraya membenarkan perilaku
mereka sesuai aturan keorganisasian.
Para kompulsif lain nampaknya sesuai untuk mengatur dan merinci hampir
semua sebagai pertahanan kognitif melawan ketidakpastian dan kemenduaan. Tidak
seperti varietas sadistik sebelumnya, mereka lebih tunduk dan takut akan
kemurkaan, memiliki kebutuhan yang intens agar pasti. Perilaku kompulsif
seperti itu begitu takut berbuat salah, melarang diri mereka sendiri pada
situasi yang akrab dan intim. Mereka menghindari hal berbahaya dengan
mempertahankan pendekatan hidup yang ketat dan teratur. Rutinitas yang sama memperbolehkan
mereka bermain aman namun mencegah mereka dari pengembangan persepsi atau
pendekatan baru penyelesaian masalah.
Individu seperti itu biasanya bimbang, terus menerus mencari sumber
informasi, saran, dan opini otoritatif sebelum memutuskan. Sering, pencarian
mereka meninggalkan penilaian mereka dilimpahi ratusan rincian yang mereka
rasakan tidak mampu menggabungkan secara konklusif. Selamanya terteror dan
tertekan, mereka mungkin terperosok di dalam suatu kelumpuhan analisa yang sama
sekali mencegah mereka mengambil keputusan. Efeknya, mereka terperangkap di
dalam lingkaran setan pengolahan-informasi: makin banyak rincian yang mereka
kumpulkan, makin banyak fakta yang gagal dipahami atas suatu kajian aksi
tertentu atau konklusi, dan kecemasan mereka pun meningkat. Solusinya adalah
menggandakan kembali usaha mereka dan mengumpulkan lebih banyak rincian.
Sebaliknya, perintah moral yang memerintah pengalaman mereka diberdayakan
dan diatur beberapa kesalahan kognitif kunci. Mungkin, sang kompulsif memandang
dunia secara hitam-putih. Pernyataan ‘mesti’ mereka menetapkan kemutlakan tidak
layak di dalam situasi tertentu, kemampuan personal, atau ketersediaan sumber
daya. Sebaliknya, sang kompulsif diperintah komandemen yang disarikan dari
superego yang mahakuat: “anda tidak akan pernah gagal. Anda akan selalu
terkontrol. Anda tidak terjebak kesalahan, sekecil apapun,” dll.
Mempertimbangkan dikotomi mereka, pandangan moralistik akan dunia, tidaklah
mengejutkan bahwa konsekuensi menyakiti satu komandemen ini saja adalah kotor,
bahkan bencana. Sang kompulsif tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan;
mereka harus melakukan apa yang semestinya, di setiap kasus. Hasilnya, hidup
memang hanya punya sedikit potensi untuk sedikit kebahagiaan dan amat berpotensi
untuk cemas. Banyak dari kehidupan sang kompulsif terbuang di masa lalu dan di
masa depan, hilang pemahaman atas apa yang mesti mereka lakukan kepada orang
tertentu atau situasi, atau apa yang telah mereka lakukan akan menghilang.
Kadang-kadang kungkungan keinginan mereka bisa membuat mereka nampak tidak
menarik. Hanya kadang-kadang mereka berpusat di saat sekarang, rumah bagi
mereka yang gembira dan keakraban hidup.
d)
Interpersonal
Kita bisa simpulkan bahwa sang kompulsif begitu mengekang interaksi interpersonal
mereka. Orang normal mampu melakukan spontanitas, sang kompulsif secara aktif
mengawasi tingkah laku dan pesan mereka sendiri. Komunikasi mereka mungkin
nampaknya didahului kekakuan kartu pencatatan, mungkin dengan sedikit melihat
ini: pertama, memformulasikan rencana interpersonal. Kedua, memeriksa rencana
secara teliti demi menghindari pemborosan dalam ketepatan dan kematangan,
mengadopsi permulaan yang rendah untuk menghilangkan kemungkinan perilaku
sehingga dapat melenyapkan segala kemungkinan penghinaan atau ketidakmampuan.
Ketiga, memformulasikan perilaku yang baru jika perlu, dan memeriksa
sebelumnya. Keempat, memerankan perilaku terpilih, mengukur reaksi orang lain,
dan kembali ke langkah pertama. Kekakuan meningkat ketika partisipan lain di dalam
transaksi punya tingkat atau status tertentu yang meluas yaitu sang kompulsif
sehingga pentingnya penyensoran kesalahan pun meningkat.
Proses kompulsif interpersonal mensyaratkan bahwa mereka menginvestasikan
banyak waktu dan energi untuknya. Untuk alasan ini, sang kompulsif sering
dilihat orang lain begitu kaku, muram, atau bahkan cemberut. Walau mereka amat
sopan, ini mengalir dari hasrat mereka untuk mengikuti kesepakatan sosial,
bukan dari keinginan terdalam. Postur dan gerak mereka mungkin nampak ketat dan
terkontrol. Kata-kata mereka cermat dipilih agar akurat dan obyektif. Apapun
topik percakapan, sang kompulsif lebih suka tetap mempertahankan jarak dan
impersonal, merendahkan penilaian subyektif atau opini demi menerima kecerdasan
atau formulasi abstrak yang tidak mengungkapkan apapun bagi mereka sendiri.
Mereka mungkin bicara dengan tata cara yang impersonal dan jumawa daripada
memahamkan komentar mereka, menaikkannya sampai ke level peraturan. Contohnya,
seorang kompulsif mungkin berkata, “seorang seringkali menemukan dalam hidup
bahwa pengalaman salah satu guru terbaik,” bukan berkata, “anda membuat
kesalahan, pelajari apa yang anda bisa, dan selanjutnya.” Untuk alasan ini,
impresi interpersonal mereka adalah salah satu dari kesopanan, formalitas, dan
kekangan.
Dinamika kepribadian kompulsif bagian dalam terutama dibuat jelas ketika
membedakan arahan interpersonal mereka dengan atasan dan bawahan. Memberikan
kesadaran dan keasyikan mereka dengan rincian, efisiensi, dan kesempurnaan,
sang kompulsif membuat baik ‘pria dan perempuan organisasi,’ mengadopsi
kebutuhan dan tujuan bisnis sesuai keinginannya sendiri, nyaris menjadi bagian
dari superego mereka sendiri. Mayoritas berhubungan dengan orang lain
berdasarkan tingkat atau status. Mereka menyanjung, bahkan memuja, atasan
mereka, namun otoriter atau tiran terhadap bawahan. Dengan mempersekutukan diri
mereka sendiri dengan orang lain yang berkuasa, sang kompulsif menikmati
serangkaian perlindungan dan secara tidak langsung mendapatkan mantel kekuatan
dan penghormatan. Pada waktu bersamaan, mereka memakai posisi kekuasaan mereka
untuk menyebarkan ketakutan kepada bawahan mereka, ketakutan sama yang mereka
alami sendiri ketika ‘dipanggil di atas karpet’ di hadapan orang lain yang
lebih berkuasa. Untuk mengekang permusuhan tertekan mereka, sang kompulsif
mungkin mengantagoniskan pekerja mereka dengan peraturan, regulasi, tata cara,
dan konformitas sesuai dengan deskripsi kerja.
12. Gangguan Kepribadian Negative
Terdapat dua
konsep utama dalam gangguan ini Gangguan Kepribadian Pasif-Agresif kondisi
kroni di mana seseorang tampaknya secara aktif sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan orang lain, tetapi sebenarnya secara pasif melawan mereka. Dalam
proses, orang menjadi semakin bermusuhan dan marah. Orang dengan gangguan
kepribadian pasif-agresif ditandai oleh obstruksionisme (senang
menghalang-halangi), menunda-nunda, sikap keras kepala dan tidak efisien.
Perilaku tersebut adalah manifestasi dari agresi yang mendasari, yang
diekspresikan secara pasif. Pasien gangguan kepribadian pasif-agresif secara
karakteristik adalah suka menunda-nunda, tidak menerima permintaan untuk
kinerja yang optimal, tidak bersedia meminta maaf, dan cenderung untuk mencari
kesalahan pada diri orang lain walaupun pada orang tempat mereka bergantung;
tetapi mereka menolak untuk melepaskan mereka sendiri dari hubungan
ketergantungan. Mereka biasanya tidak memiliki ketegasan tentang kebutuhan dan
harapan mereka. Orang dengan gangguan ini tidak memiliki kepercayaan pada diri
sendiri dan biasanya pesimistik akan masa depan.
Mereka
memendam rasa amarah dan permusuhan yang diekspresikan dengan cara tidak
langsung tapi menggunakan cara yang menyakitkan. Tidak sensitif terhadap kritik
dan selalu menganggap dirinya benar. Dari sudut kognitif-behavioral,
pasif-agresif berkembang dari kepercayaan bahwa ekspresi terbuka dan kemarahan
adalah berbahaya. Menuntut orang lain harus tahu apa yang diinginkan, tanpa ia
memintanya.
Orang dengan kelainan ini membenci tanggung jawab yang ditunjukkan melalui perilaku mereka, daripada oleh secara terbuka mengungkapkan perasaan mereka. Mereka sering menggunakan penundaan, inefisiensi, dan lupa untuk menghindari melakukan apa yang mereka perlu lakukan atau telah diberitahu oleh orang lain untuk melakukannya.
Orang dengan kelainan ini membenci tanggung jawab yang ditunjukkan melalui perilaku mereka, daripada oleh secara terbuka mengungkapkan perasaan mereka. Mereka sering menggunakan penundaan, inefisiensi, dan lupa untuk menghindari melakukan apa yang mereka perlu lakukan atau telah diberitahu oleh orang lain untuk melakukannya.
Perspektif
Psikososial Mengenai Passive Aggressive Disorder
a.
Psikoanalisa
Gambaran psychoddinamic dari orang pasif-agresif dapat ditelusuri dari tahap pemuasan oral, dimana basic trust dibangun.
Gambaran psychoddinamic dari orang pasif-agresif dapat ditelusuri dari tahap pemuasan oral, dimana basic trust dibangun.
b.
Behavior
Individu dengan gangguan ini seringnya dibesarkan di keluarga dengan pola asuh yang tidak konsisten dan pelatihan yang bertolak belakang (ucapan dan perbuatan orang tua tidak seimabang, contoh:: melarang anak merokok padahal dirinya sendiri merokok di depan anak). Hal ini membuat orang pasif-agresif tidak dapat mempercayai lingkungannya.
Individu dengan gangguan ini seringnya dibesarkan di keluarga dengan pola asuh yang tidak konsisten dan pelatihan yang bertolak belakang (ucapan dan perbuatan orang tua tidak seimabang, contoh:: melarang anak merokok padahal dirinya sendiri merokok di depan anak). Hal ini membuat orang pasif-agresif tidak dapat mempercayai lingkungannya.
c.
Cognitive
Secara kognitif, orang pasif-agresif selalu berpikir curiga dan sinis, sangat kaku, dan selalu berpikir hitam-putih.
Secara kognitif, orang pasif-agresif selalu berpikir curiga dan sinis, sangat kaku, dan selalu berpikir hitam-putih.
d.
Interpersonal
Secara interpersonal, orang dengan tipe ini seringnya sangat focus pada pemberian reward dan sangat cemburu bila terdapat ketidak adilan dalam pembagiannya.
Secara interpersonal, orang dengan tipe ini seringnya sangat focus pada pemberian reward dan sangat cemburu bila terdapat ketidak adilan dalam pembagiannya.
13. Gangguan Kepribadian Melankolis
Melankolis dalam bahasa Inggris melancholies (mel-an-chol-ies)
dengan kata benda mel-an-chol-y, dan plural melancholies sebagai kata
sifat. Sebagai kata benda mempunyai arti : Pandangan hidup yang muram,
tekanan dan cenderung mempunyai kebiasaan diperpanjang, murah hati,
keprihatinan, kuno. Sebagai kata sifat melankolis diartikan dihinggapi
penyakit, ditandai kemurungan jiwa, tertekan; sadar, penuh pengertian,
merenung. (dictionary.com) Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
melankolis adalah kata sifat yang menjelaskan keadaan pembawaan lamban,
pendiam, murung, sayu, sedih, muram. Menurut pengalaman hidup penulis yang
memiliki kepribadian melankolis, dan pengamatan terhadap beberapa teman yang
berkepribadian melankolis, ciri-ciri melankolis tersebut di atas memang ada.
Selama tidak memahami kepribadian sendiri, penulis telah mengalami kesulitan
dalam berhubungan dengan orang lain yang mempunyai kepribadian berbeda.
Contohnya: benda-benda di rumah, jika telah digunakan harus diletakkan kembali
pada tempat asalnya, ketika suami atau anak anak penulis tidak mengembalikan
benda tersebut pada tempat asalnya akan sangat mengganggu ketenangan penulis
dan rasa kesal.
Dalam mengerjakan pekerjaan, jika suatu rencana telah ditetapkan, penulis
akan mengerjakannya dengan tekun walaupun kadangkadang merasa bosan karena
jangka waktu yang panjang. Dalam hal ketekunan, menurut pengamatan penulis
terhadap beberapa teman yang berkepribadian melankolis, ditemukan mereka
mempunyai kebiasaan lari atau jalan pagi yang telah berlangsung selama 15 – 20
tahun guna memelihara kesehatan. Selain itu, Penulis juga sangat mudah tertekan
oleh kebisingan dan kekacauan di sekitar penulis, dan juga laporan-laporan di
surat kabar, televisi tentang kekerasan dalam keluarga maupun masyarakat. Warna
yang disenangi penulis juga cenderung kelabu, seperti abu, hitam, biru, coklat
yang menunjukkan kemurungan atau tenang. Penulis jarang menggunakan warna
kuning yang terang yang menunjukkan hangat dan kegembiraan.
DAFTAR
PUSTAKA
Davidson, Gerald C., John M. Neale, & Ann M. Kring. 2004. Abnormal Psychology (9th Edition). US:
john wiley & sons, inc.
Millon, Theodore, Seth G., Carrie M., Sarah M., & Rowena R. 2004. Personality Disorder In Modern Life. US:
john wiley & sons, inc.
Nevid, J., Rahtus S., & Beverly G. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wiramihardja, Sutardjo A. 2007. Pengantar
Psikologi Abnormal. Bandung: PT Refika Aditama.
Ardi Ardani, Tristiadi, dkk. (2007). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Durand,
Mark dan David H. Barlow. (2006). Intisari
Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustala Pelajar.
Kaplan &
Saddock. (1997). Sinopsis Psikiatri, Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke-7, jilid 2. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Maslim, Rusdi. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT.Nuh
Jaya.
Supratiknya,
A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal.
Yogyakarta: Kanisius
Sutardjo. (2007). Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: Refika Aditama.
Meddit rekkkk...
BalasHapusselamat berusaha...
HapusNice article and Blog. Boleh bertanya? mengapa strutural dan functional domain Millon personality style lebih banyak yg bersifat negatif? kira2 berdasarkan Millon, seorang pemimpin sebaiknya memiliki personality seperti apa? terima kasih
BalasHapusiya,,memang millon lebih banyak membahas tentang sisi kepribadian negatif manusia. millon merupakan salah satu penganut paham psikoanalisis yang memang menurut paham tersebut manusia lebih dipandang sebagai individu yang memiliki lebih banyak sisi negatifnya. kalo seorang pemimpin yang baik hendaknya punya kepribadian yang sehat.
HapusSepertinya bukan "bersifat negatif", hanya saja millon menggunakan istilah-istilah yang telah dikenal oleh dunia klinis sehingga dinilai seperti itu.
HapusMengenai masalah pemimpin, ada ya tipe kepribadian yang "baik"? Bukannya kalo kita belajar kepribadian, setiap tipe ada kelebihan dan kekurangannya.
Jadi kalo lagi belajar millon, mending nanyanya "kalo tipe kepribadian narsisistik bakal jadi pemimpin seperti apa ya?" :D demikian