KASUS
Sebut saja JM adalah seorang pengusaha muda yang sukses. Hidup JM
dapat dikatakan mendekati sempurna ketika suatu hari dirinya menyadari akan
suatu hal, yakni kekurangannya ialah berada pada orientasi seksual yang
menyimpang. JM mencoba menyembunyikan hal ini dari keluarga dan masyarakat. JM
pun berulangkali mencoba untuk menyukai seorang perempuan, namun sekuat apa pun
JM berusaha melawan orientasi seksualnya yang menyimpang, tetap tidak dapat
merubah apapun. JM mulai merasa depresi dan putus asa. JM selalu berpikir
mengapa ia diciptakan seperti ini. JM pun memutuskan untuk memerima dirinya
sebagai seorang homoseks.
JM kemudian mendatangi seorang psikolog untuk membantu dirinya agar
dapat hidup dengan tenang dalam keadaan seperti ini. Dimana tanpa sepengetahuan
JM, si psikolog adalah tokoh agamawan ternama di lingkungannya. Dalam pandangan
agama hal ini jelas sekali salah. Si psikolog merasa dilema.
Pertanyaan:
Apa
yang harus dilakukan psikolog dalam masalah ini? Menentang perilaku tersebut?
Atau melindungi klien dengan menyembunyikan identitasnya sepanjang hidupnya?
Kaitkan dengan pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat dalam kode etik
psikologi!
Pembahasan:
Dalam
kasus ini psikolog diharapkan tetap dapat menjaga kerahasiaan data dari klien. Psikolog
harus mampu bertindak sebagai seorang psikolog yang profesional dengan
mengesampingkan pendapat subjektifnya untuk tetap mampu objektif dalam
menangani klien. Sebagaimana pasal 17 kode etik psikologi indonesia mengenai
konflik kepentingan yang menyatakan bahwa: “Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari
melakukan peran profesional apabila kepentingan pribadi, ilmiah, profesional,
hukum, finansial, kepentingan atau hubungan lain diperkirakan akan merusak
objektivitas, kompetensi, atau efektivitas mereka dalam menjalankan fungsi
sebagai Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi atau berdampak buruk bagi pengguna
layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan pengguna layanan
psikologi tersebut”.
Selain itu psikolog harus menghormati
harkat dan martabat manusia, seorang psikolo yang profesional harus menghormati
hak-hak individu, keleluasaan individu, kerahasiaan dan pilihan pribadi
seseorang. Sebagaimana dinyatakan dalam bab II pasal 2A ayat 1-5 tentang
penghormatan harkat dan martabat manusia sebagai berikut:
1.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi harus menekankan pada
hak asasi manusia dalam melaksanakan layanan psikologi.
2.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menghormati martabat
setiap orang serta hak-hak individu akan keleluasaan pribadi, kerahasiaan dan
pilihan pribadi seseorang.
3.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari bahwa
diperlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan individu
atau komunitas yang karena keterbatasan yang ada dapat mempengaruhi otonomi
dalam pengambilan keputusan.
4.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi menyadari dan
menghormati perbedaan budaya, individu dan peran, termasuk usia, gender,
identitas gender, ras, suku bangsa, budaya, asal ke- bangsaan, orientasi
seksual, ketidakmampuan (berkebutuhan khusus), bahasa dan status sosialekonomi,
serta mempertimbangkan faktor-faktor tersebut pada saat bekerja dengan
orang-orang dari kelompok tersebut.
5.
Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi berusaha untuk
menghilangkan pengaruh bias
faktorfaktor tersebut pada butir (3) dan menghindari keterlibatan baik yang disadari maupun tidak disadari dalam aktifitas-aktifitas yang didasari oleh prasangka.
faktorfaktor tersebut pada butir (3) dan menghindari keterlibatan baik yang disadari maupun tidak disadari dalam aktifitas-aktifitas yang didasari oleh prasangka.
Jika memang terpaksa diperlukan untuk suatu tujuan tertentu,
misalnya untuk tujuan pendidikan atau tujuan lain maka data tentang klien
tersebut bisa disampaikan sebagaimana adanya namun dengan menyamarkan nama
orang atau identitas dari klien. Hal tersebut sesuai dengan pasal 27 mengenai
Pemanfaatan Informasi dan Hasil Pemeriksaan Psikologi untuk Tujuan Pendidikan
atau Tujuan Lain.
(1)
Pemanfaatan
untuk Tujuan Pendidikan
Data
dan informasi hasil layanan psikologi bila diperlukan untuk kepentingan
pendidikan, data harus disajikan sebagaimana adanya dengan menyamarkan nama
orang atau lembaga yang datanya digunakan.
Dalam memberikan layanan psikologi seorang psikolog harus berusaha
untuk tidak mengganggu kehidupan psibadi klien, kalaupun diperlukan diusahakan
seminimal mungkin. Penyampaian laporan status pemeriksaan psikologi juga harus
sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian yang telah dibuat. Jadi psikolog tidak
boleh seenaknya saja ikut campur dalam kehidupan psibadi klien tanpa seizin
dari klien. Penyampaian laoprannya pun juga harus sesuai dengan kesepakatan
yang telah disepakati sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pasal 25 mengenai
Mendiskusikan Batasan Kerahasiaan Data kepada Pengguna Layanan Psikologi, ayat
1 b, c:
b) Psikolog
dan/atau Ilmuwan Psikologi dalam melaksanakan tugasnya harus berusaha untuk
tidak mengganggu kehidupan pribadi pengguna layanan psikologi, kalaupun
diperlukan harus diusahakan seminimal mungkin.
c) Dalam hal
diperlukan laporan hasil pemeriksaan psikologi, maka Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi hanya memberikan laporan, baik lisan maupun tertulis; sebatas
perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat.
Informasi mengenai klien dapat dikomunikasikan secara bijaksana
kepada pihak ketiga hanya jika informasi tersebut diperlukan untuk pengguna
layanan psikologi, profesi dan akademisi dengan tetap menjaga kerahasiaan
identitas klien. Hal tersebut sesuai dengan pasal 24 (c) tentang mempertahankan
kerahasiaan data sebagai berikut:
c) Dapat
dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis kepada pihak ketiga
hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk kepentingan pengguna layanan
psikologi profesi, dan akademisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar