BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku
yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor akibat dari interaksi individu
dengan lingkungan yang berupa latihan dan pengalaman dan perubahan tingkah laku
tersebut relatif tetap. Menurut Winkel belajar adalah
semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dalam lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman.
Sedangkan belajar menurut Gagne (1977) merupakan sejenis perubahan yang
diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari
sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan
yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau
latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau
perilaku yang bersifat naluriah. Belajar juga merupakan suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana
dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang
baru nyata dalam perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap. Proses belajar akan membawa perubahan baik
yang bersifat aktual maupun potensial. Perubahan ini memiliki arti individu
yang sedang dalam proses belajar memperoleh kecakapan baru karena usahanya.
Belajar merupakan aktifitas mental yang tidak dapat
dilihat dari luar. Apa yang terjadi pada orang yang sedang belajar tidak bisa
diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang tersebut. Bahkan hasil
belajar dari seseorang tidak akan terlihat tanpa orang tersebut menunjukkan
sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh dalam belajar.[1]
Dalam proses belajar bukanlah proses tunggal, namun juga
terdapat beberapa jenis belajar yang masing-masing memiliki ciri dan karakter
yang berbeda, walaupun semuanya itu merupakan suatu proses belajar. Ada
beberapa pembagian jenis belajar dari banyak tokoh. Tiap tokoh memiliki sudut
pandang yang berbeda, namun semua itu adalah juga merupakan proses belajar.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang jenis belajar menurut tokoh De Block dan
Van Parreren.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah konsep
belajar?
2.
Bagaimana karakteristik
ranah belajar menurut De Block?
3.
Bagaimana
karakteristik ranah belajar menurut Van Parreren?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui konsep
dari belajar.
2.
Mengetahui
karakteristik belajar menurut De Block.
3.
Mengetahui
karakteristik belajar menurut Van Parreren.
BAB
II
KEJIAN
TEORI
A.
Ranah Belajar Menurut De Block
Secara
umum dalam proses belajar melibatkan beberapa aspek, yaitu aspek kognitif,
afektif dan psikomotor. Namun karena dinilai terdapat kesamaan dan adanya
keterikatan antara yang satu dengan yang lain, yaitu fungsi konatif atau
dinamik dan fungsi afektif sering dinilai sebagai dua komponen dalam satu aspek
kepribadian.
De
Block menilai bahwa masing-masing fungsi tersebut berdiri sendiri, artinya
funsgi dinamik dan fungsi afektif sebagai suatu fungsi tersendiri meskipun
disatu sisi antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Adapun sistematika
bentuk belajar De Block sebagai berikut:
1. Bentuk Belajar Menurut Fungsi Psikis
a.
Belajar Dinamik
Ciri khas bentuk belajar ini adalah bahwa dalam belajar
terdapat suatu kehendak, sehingga tidak menyebabkan seseorang mudah menyerah
dan tidak menghendaki semua hal. Berkehendak merupakan aktivitas psikis yang
terarah pada pemenuhan kebutuhan yang disadari dan dihayati. Secara umum
kebutuhan terbagi menjadi dua macam yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan
psikologis. Kesadaran terhadap adanya kebutuhan mendorong seseorang untuk
bertindak melakukan sesuatu agar terpenuhi kebutuhannya. Misalnya, seorang
mahasiswa psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menghayati kebutuhan untuk
menjadi seorang psikolog profesional. Penghayatan kebutuhan itu menimbulkan
dorongan untuk belajar dengan rajin dan menyelesaikan studi dalam waktu
sesingkat mungkin. Mahasiswa itu tidak hanya berkeinginan saja tetapi juga
berdaya upaya dengan sungguh-sungguh. Dia berkehendak tanpa dipaksa dan dengan
kesadaran dirinya.
Perkembangan saat ini telah mengantarkan manusia pada era
globalisasi, dimana kebutuhan manusia tidak sebatas pada dapat terpenuhinya
kebutuhan biologis dan psikologis, melainkan dengan apa kebutuhan tersebut
terpenuhi. Lebih dari itu seringkali dijumpai adanya dua kebutuhan atau lebih
yang harus segera dipenuhi. Tentu saja dalam keadaan demikian debutuhkan suatu
penilaian yang sungguh-sungguh terhada masing-masing kebutuhan, sehingga dapat
memutuskan kebutuhan mana yang mendesak untuk dipenuhi, ditunda pemenuhannya
bahkan dikorbankan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa berkehendak dan berkemauan
tidak diperoleh ketika lahir (bayi), melainkan berkembang melalui proses
belajar yang terarah. Berkehendak dan berkemauan secara dewasa memiliki
ciri-ciri: mendalam, tekun, rela menunda bila perlu, sabar, penuh pertimbangan,
penuh keberanian dan mampu menentukan prioritas diantara beberapa kebutuhan.
b.
Belajar Afektif
Ciri khas bentuk belajar afektif adalah belajar untuk
menghayati nilai-nilai dari objek yang dihadapi melalui alam perasaan, baik
objek itu berupa orang, benda atau kejadian atau peristiwa. Ciri lain terletak
dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar. Dalam
belajar afektif seseorang akan menghayati sungguh suatu objek, apakan objek
tersebut bernilai baginya atau tidak. Hasil penilaian ini akan kembali pada
perasaan individu, hal ini berarti jika objek dinilai sebagai suatu yang
bernilai maka akan menimbulkan perasaan senang begitu pula sebaliknya. Misalnya
sepasang kekasih yang sedang asyik berpacaran, menghayati kebersamaan mereka
sebagai sesuatu yang sangat berarti dan penuh dengan makna positif, karena itu
mereka berperasaan senang. Namun kehadiran orang ketiga akan dihayati sebagai
sesuatu yang menggagnggu dan tidak bermakna positif bagi mereka, karena itu
mereka mengalami perasaan tidak senang. Maka terjadilah suatu penilaian secara
spontan mengenai pemaknaan positif dan negatif.
Perasaan senang meliputi sejumlah rasa yang lebih spesifik,
seperti rasa puas, gembira, rasa simpati, sayang dan sebagainya. Perasaan tidak
senang meliputi rasa takut, cemas, gelisah, marah, cemburu. Fungsi afektif dan
dinamik berkaitan satu dengan yang lain, karena setiap kehendak dan kemauan
disertai perasaan dan setiap perasaan mengandung dorongan untuk berkehendak dan
berkemauan.
c.
Belajar Kognitif
Ciri khas bentuk belajar kognitif terletak dalam belajar
memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang mewakili objek-objek
yang dihadapi. Objek tersebut direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri
seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang yang semuanya merupakan
sesuatu yang bersifat mental. Kemampuan kognitif ini harus dikembangkan melalui
belajar. Kemampuan bahasa sangat membantu kemajuan kognitif, sebab berfungsi
dalam upaya mengungkap gagasan dan pikiran.
d.
Belajar Sensi-motorik
Ranah belajar sensi motoruk mempunyai ciri khas yang
terletak dalam belajar menghadapi dan menangani objek-objek secara fisik,
termasuk kejasmanian manusia sendiri. Menurut Piaget, belajar sensi-motorik
merupakan dasar bagi belajar berpikir. Mengamati objek, memegang serta mengenai
benda, mendasari perkembangan berpikir. Dalam berpikir orang “mempermainkan”
realita lingkungan hidupnya dalam bentuk representative. Tanpa pengamatan yang
cermat dan penanganan secara konkret usaha untuk mengembangkan bentuk
representasi mental yang tepat cekup sulit dilakukan.
Para ahli psikologi yang lain menekankan peranan belajar
sensi-motorik untuk perkembangan afektif seseorang. Misalnya sentuhan jasmani,
kontak mata memegang peranan dalam hubungan kasih sayang antara satu dengan
yang lain.
2. Bentuk Belajar Menurut Materi Yang Dipelajari
a. Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini mempunyai tujuan menempatkan semua data
dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat
dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem seperti terjadi dalam
bidang-bidang ilmiah. Maka diciptakan konsep-konsep, relasi-relasi diantara
konsep dan struktur hubungan. Seperti konsep bujur sangkar mencakup semua
bentuk persegi empat, tumbuhan dibagi dalam genus dan spesies. Juga
dikembangkan metode untuk memecahkan problem secara efisien dan efektif,
misalnya dalam penelitian fisika.
b. Belajar Teknis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan
dalam memegang benda dan menyusun bagian-bagian materi menjadi suatu
keseluruhan, misalnya belajar mengetik. Jenis belajar ini sering disebut
belajar motorik. Adapun belajar teknis meliputi fakta seperti siapa penemu
pertama konsep-konsep, relasi-relasi seperti hubungan antara besarnya energi
dan tenaga yang dihasilkan, metode memecahkan problem teknis seperti mencari
sebab mobil yang dihasilkan, metode memecahkan problem teknis seperti mencari
sebab mobil yang tidak dapat dihidupkan.
c. Belajar Bermasyarakat
Belajar bermasyarakat mempunyai tujuan mengelang dorongan
dan kecenderungan spontan, demi kehidupan bersama dan memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. belajar ini meliputi fakta,
seperti didirikannya Badan Perserikatan Bangsa untuk mengatur kehidupan
masyarakat dalam tingkat internasional, konsep-konsep seperti solidaritas,
penghargaan dan kerukunan, relasi seperti hubungan antara penindasan dan
pemberontakan, metode-metode seperti sopan santun, tata cara bermusyawarah dan
sebagainya.
e.
Belajar Estetis
Belajar ini bertujuan untuk membentuk kemampuan menciptakan
dan menghayati keindahan diberbagai bidang kesenian. Belajar estetik meliputi
fakta, seperti Naam Mozart sebagai pengubah musik klasik, konsep-konsep seperti
ritem, tema dan komposisi, relasi-relasi seperti hubungan antara bentuk dan
isi, metode-metode seperti menilai mutu dan originalitas suatu karya seni.
3. Bentuk Belajar yang tidak Disadari
a. Belajar insidental
Belajar insidental merupakan belajar dua hal yang berbeda
namun salah satu hal dipelajari tanpa unsur kesengajaan. Hasil belajar
insidental terbatas pada pengetahuan tentang fakta dan data.
b. Belajar tersembunyi
Belajar tersembunyi (latent learning) merupakan belajar
tanpa maksud. Tidak ada maksud disini hanya terdapat pihak tang belajar.
Misalnya dalam mengajar di sekolah guru merencanakan agar siswabelajar sesuatu,
namun siswa tidak menyadari apa tujuan guru memberikan materi tersebut. Dalam
belajar insidental, baik guru maupun siswa sama-sama tidak menyadari tentang
hal yang dipelajari, sedangkan belajar tersembunyi ketidaktahuan hanya ada pada
siswa.
B.
Ranah Belajar Menurut Van Parreren
Van
Parreren menaruh banyak perhatian pada variasi dalam bentuk atau jenis belajar
serta menekankan perlunya menentukan ciri-ciri khas dari hasil belajar yang
kemudian menemukan kekhususan dari proses belajar yang dilalui untuk sampai
pada hasil itu, dan akhirnya memikirkan
syarat-syarat yang berlaku pada proses belajar semacam itu.
Van
Parreren membedakan antara aktivitas kognitif dan aktivitas non-kognitif. Dalam
aktivitas kognitif, prestasi diberikan berdasarkan mengetahui, berpikir,
mempertimbangkan, membandingkan, memilih dan sebagainya. Semua itu disertai
dengan adanya kesadaran tinggi. Aktivitas non-kognitif dimana prestasi
diberikan berdasarkan mengangkat, menurunkan, memindahkan, menaikkan,
memutarkan dan lain sebagainya. Semua itu berlangsung denag sendirinya
(otomatis), tanpa disertai kesadaran tinggi mengenai apa yang dibuat dan
mengapa dibuat begitu.
Van
Parreren mengelompokkan proses-proses belajar dalam kelompok yang membawa
kemampuan kognitif dan kelompok yang membawa kemampuan yang non-kognitif. Dalam
belajar di sekolah, kelompok proses belajar yang pertama sangat menonjol
peranannya dan karena itu mendapat perhatian khusus dalam psikologi pengajaran.
Adapun bentuk belajar yang dikembangkan oleh Van Parreren adalah sebagai
berikut:
1. Membentuk Otomatisme
Bentuk belajar iini
meliputi belajar ketrampilan motorik, tetapi dapat juga meliputi belajar
kognitif. Ciri khas kemampuan yang diperoleh terletak dala otomatisasi sejumlah
rangkaian gerakan yang terkoordinir satu sama lain. Keuntungan dari kemampuan
yang sudah menjadi otomatisme orang itu akan bisa mencurahkan perhatian pada
aktivitas lain, misalnya menyusun karangan sambil mengetik. Kelemahannya adalah
ketrampilan baik motorik maupun hafalan menjadi kaku dan tidak fleksibel. Ada
fase-fase yang harus dilalui dalam membentuk otomatisme, yaitu fase kognitif
yang artinya orang mengetahui macam-macam hal mengenai ketrampilan, fase
latihan adalah orang yang berlatih untuk memahami ketrampilan itu dan fase
otomatisme dimana seluruh rangkaian gerakan telah berlangsung dengan lancar.
2. Belajar Insidental
Belajar sesuatu tanpa
mempunyai intensi atau maksud untuk mempelajari hal itu, khususnya yang
bersifat pengetahuan fakta atai data. Telah ditekankan oleh De Corte, siswa di
sekolah juga bisa mengalami belajar semacam itu, tanpa direncanakan oleh guru,
namun hasilnya sebagai efek pada belajar lain dapat menguntungkan maupun
menghambat bagi perkembangan siswa.
3. Menghafal
Orang menanamkan
suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga nanti dapat diproduksi secara
harfiah sesuai dengan yang asli. Ciri khas hasil belajar yang diperoleh adalah
reproduksi secara harfiah dan adanya skema kognitif. Pada waktu reproduksi
harfiah ternyata skema berperan sebagai tape recorder yang hanya dapat diputar
dari depan ke belakang untuk bisa mendapat gambar yang jelas. Geaja ini
menunjuk otomatisme pada prestasi hafalan. Skema kognitif menjadi syarat utama
begi keberhasilan menghafal. Namun ada syarat lain yang harus dipenuhi yaitu
mengulang-ulang kembai materi hafalan, sampai tertanam sungguh-sungguh dalam
ingatan (overlearning), bahkan pada
materi yang tidak mengandung struktur yang jelas.
4. Belajar Pengetahuan
Bentuk belajar ini
adalah orang mulai mengetahui berbagai macam data mengenai kejadian, keadaan,
benda-benda dan orang. Ciri khas dari belajar yang diperoleh ialah orang dapat
merumuskan kembali pengetahuan yang dimiliki dengan kata-katanya sendiri, tidak
perlu dirumuskan dalam bentuk aslinya. Van Parreren membedakan antara
pengetahuan itu menyangkut fakta yang diketahui dari mempelajari dua bidang
studi yang berlainan. Pembedaan itu hanya berkaitan dengan cara informasi
disimpan dalam ingatan.
Dalam pengetahuan
yang tersedia saja, informasi disimpan secara terpisah sedangakan dalam
pengetahuan fungsional, informasi yang baru diintegrasikan kedalam pengetahuan
yang sudah dimiliki misalnya informasi tentang fisika diintegrasikan dengan
ilmu bumi yang sudah dimiliki sebelumnya. Guru yang mengaitkan materi
pengetahuan dengan pengalaman hidup siswa dan menghubungkan fakta baru dengan
yang sudah diketahui, walaupun dalam bidang studi lain sangat membantu siswa
untuk memperoleh pengetahuan fungsional.
5. Belajar Arti Kata-Kata
Bentuk belajar ini
adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang
digunakan. Perlu disadari bahwa suatu pengertian (konsep) dapat diperoleh lebih
dahulu, kemudian diberi nama berupa kata.
6. Belajar Konsep (Pengertian)
Dalam proses belajar
ini orang mengadakan abstraksi, yaitu dalam objek-objek yang meliputi benda,
kejadian dan orang, hanya ditinjau dari aspek-aspek tertenti saja. Objek tidak
ditinjau detail objeknya tapi aspek-aspek tertentu saja. Objek tidak ditinjau
detail objeknya tapi aspek tertentu seolah diangkat dan disendirikan. Misalnya
pada bunga flamboyan, kembang sepatu, bungan akggrek, bunga mawar ditemukan
sejumlah ciri yaitu mekar, bertangkai, berbenang sari dan berputik. Semua ciri
ditangkap dalam pengertian bungan dan dilambangkan dalam bunga. Maka pengertian
atau konsep adalah suatu arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki
ciri-ciri yang sama. Ciri khas dari konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar
pengertian ini adalah adanya skema konseptual. Skema konseptual ialah suatu
keseluruhan kognitif yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam suatu
pengertian.
7. Belajar Memecahkan Problem Malalui Pengamatan
Dalam belajar ini
orang dihadapkan pada problem yang harus dipecahkan dengan mengamati baik-baik.
Pemecahan problem merupakan tujuan yang harus dicapai, tetapi tindakan yang
harus diambil supaya problem terpecahkan belum diketahui. Tindakan itu masih
harus ditemukan, dengan mengadakan pengamatan yang teliti dan reorganisasi
terhadap unsur-unsur didalam problem. Dari reorganisasi melalui perubahan dalam
pengamatan, lahirlah suatu pemahaman yang membawa pemecahan problem.
8. Belajar Berpikir
Dalam belajar ini
orang juga dihadapakn pasa suatu problem yang harus dipecahkan, namun tanpa
melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Problem harus dipecahkan
melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode
belajar tertentu.
9. Belajar Untuk Belajar
Arti bentuk eblajar
ini lebih luas dari pada bentuk-bentuk belajar yang dibahas sampai sekarang dan
mencakup banyak unsur dari bentuk-bentuk itu. Bentuk belajar ini paling tampak
jelas dalam belajar di sekolah, bila diamati perbedaan antara siswa-siswa dalam
kemajuan belajar. Seringkali ternyata, siswa tertentu pada umumnya belajar
lebih cepat serta lebih maju. Engan demikian perbedaan taraf intelegensi antara
siswa dijadikan satu-satunya alasan untuk menjelaskan perbedaan dalam hal
kemajuan belajar. Biasanya siswa itu belajar secara sistematik dan tidak
belerja secara impulsif, misalnya setelah membaca kata-kata pertama dari suatu
pertanyaan kemudian siswa mulai langsung menjawab tanpa membaca bagian lain
namun setelah hasil diperoleh siswa itu akan melakukan refleksi bila hasilnya
ternyata tidak sesuai atau tidak tepat maka diadakan analisa terhadap kesalahan
yang telah dibuat supaya lain kali tidak terulang lagi.
10. Belajar Dinamik
Bentuk belajar ini
bersifat sangat kompleks, karena menyangkut lahirnya sumber-sumber energi
psikis yang seolah-olah merupakan bahan bakar yang memberikan kekuatan dan
dorongan kepada orang untuk melakukan berbagai aktivitas diantaranya kegiatan
belajar, sumber-sumber energi psikis adalah kemauan, sikap, motif dan perasaan.
Didalam belajar dinamik, dibentuk kemauan sikap, motif dan modalitas perasaan
yang semuanya mengambil bagian dalam pembentukan karakter. Dalam belajar ini
berperanlah unsur-unsur dari belajar kognitif dan belajar non-kognitif yang
sulit ditunjukkan satu persatu. Kompleksitas belajar ini bertambah rumit karena
semua hasil belajar itu sebagian besar diperoleh ketika bergaul dengan orang
lain.
BAB
III
PEMBAHASAN
Belajar merupakan
suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pengetahuan,
ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan
berbekas. Namun tidak setiap perubahan merupakan akibat dari belajar, melainkan
akibat dari faktor lain seperti perubahan akibat kelelahan fisik, perubahan
akibat menggunakan obat, penyakit parah atau trauma fisik dan akibat
pertumbuhan jasmani.
Terdapat beberapa
jenis belajar yang masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda dalam
sistematika jenis belajar. Salah satunya menurut De Block dan Van Parreren.
Ranah belajar menurut De Block terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Bentuk belajar menurut fungsi psikis, terbagi menjadi tiga
macam:
a. Belajar dinamik
b. Belajar afektif
c. Belajar kognitif (mengingat, berpikir)
d. Belajar sensi-motorik (mengamati, bergerak, berketrampilan)
2. Bentuk belajar menurut materi yang dipelajari
a. Belajar teoritis
b. Belajar teknis
c. Belajar sosial (bermasyarakat)
d. Belajar estetis
3. Bentuk belajar yang tidak disadari
a. Belajar insidental
b. Belajar dengan mencoba-coba
c. Belajar tersembunyi
Masing-masing ranah
belajar tersebut mempunyai peran dan fungsi dalam proses pembelajaran. Antara
bentuk belajar satu dengan yang lain saling berkaitan. Mengingat manusia adalah
kesatuan jasmani dan mental yang terintegrasi, maka setiap ranah belajar
mempunyai andil dan peran dalam kehidupan. Fungsi ranah belajar sangat
tergantung pada tahap pembelajaran yang dijalani. Misalnya pendidikan pada
balita akan lebih efektif jika menggunakan bentuk belajar sensi-motorik, karena
menurut Piaget balita berada pada perkembangan kognitif sensori-motorik.
Tentunya ranah belajar tersebut akan kurang maksimal jika diterapkan pada siswa
menengah (SMP), karena tahap perkembangan kognitifnya telah memasuki tahap
operasional konkret.
Selain memperhatikan
tahap perkembangan, dalam menentukan ranah belajar juga memperhatikan materi
pelajaran yang akan diberikan. Pendidikan moral yang notabene lebih banyak
mempelajari nilai-nilai hidup, belajar afektif akan lebih berperan, karena
siswa akan lebih mampu menginternalisasi makna pelajaran.
Ranah belajar menurut
Van Parreren terbagi menjadi sepuluh ranah, yakni:
1. Membentuk otomatisme
2. Belajar insidental
3. Menghafal
4. Belajar pengetahuan
5. Belajar arti kata-kata
6. Belajar konsep (pengertian)
7. Belajar memecahkan problem dengan pengamatan
8. Belajar berfikir
9. Belajar untuk belajar
10. Belajar dinamik
Van Parreren
membedakan antara aktifitas kognitif dan non-kognitif. Dalam aktifitas
kognitif, prestasi diberikan berdasarkan mengetahui, menimbang, memahami,
berfikir, membandingkan, memilih yang disertai dengan kesadaran tinggi.
Misalnya menyebutkan deretan bilangan, membacakan syair yang telah dihafal.
Adapun aktifitas
non-kognitif prestasi belajar diberikan berdasarkan menggerakkan, mengangkat,
menurunkan yang berlangsung dengan sendirinya (otomatis) tanpa disertai
kesadaran tinggi mengenai apa yang dilakukan dan mengapa didesain seperti itu.
Misalnya mengayuh sepeda, menyalakan kompor, menendang bola.
BAB
IV
PENUTUP
Perbandingan antara
ranah belajar menurut De Block dan Van Parreren antara lain:
De
Block
|
Van
Parreren
|
Mencakup beberapa aspek psikis
(kognitif, afeksi, psikomotor)
|
Mencakup aspek kognitif dan
non-kognitif
|
Bentuk belajar menurut materi yang
dipelajari, antara lain:
a. Belajar teoritis
b. Belajar teknis
c. Belajar sosial (bermasyarakat)
d. Belajar estetis
|
Bentuk-bentuk belajar yang
dikembangkan adalah belajar kognitif, non-kognitif dan campuran belajar
kognitif dan non-kognitif.
|
Bentuk belajar yang tidak disadari,
antara lain:
a. Belajar insidental
b. Belajar dengan mencoba-coba
c. Belajar tersembunyi
|
Bentuk belajar yang dikembangkan Van
Parreren antara lain:
1. Membentuk otomatisme
2. Belajar insidental
3. Menghafal
4. Belajar pengetahuan
5. Belajar arti kata-kata
6. Belajar konsep (pengertian)
7. Belajar memecahkan problem dengan pengamatan
8. Belajar berfikir
9. Belajar untuk belajar
10. Belajar dinamik
|
DAFTAR
PUSTAKA
Winkel, W.S 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar