Minggu, 13 November 2011

KEPRIBADIAN SEHAT

Hingga saat ini, para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psikofisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya: teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.
Kepribadian sehat adalah suatu konsep yang sampai sekarang masih menjadi perdebatan hangat. Sehingga definisinya pun juga hanya menurut para ahli yang menganut suatu aliran tertentu atau madzhab tertentu. Secara universal, orang yang dikatakan memiliki kepribadian sehat adalah orang yang dinilai sehat dari berbagai macam aspek, baik itu aspek psikologis, sosial, fisik maupun religiusnya. Penilaian terhadap aspek-aspek itulah yang sampai sekarang menjadi perdebatan karena tidak ada standart yang menyatakan bagaimana konsep-konsep kepribadian yang sehat dan ideal itu seperti apa.
Bermula dari konsep psikologis yang paling awal dan menjadi pioner konsep yang lain, psikoanalisa hanya menjelaskan kepada kita tentang konsep pribadi yang sakit atau terganggu secara emosional yang paling buruk dari kodrat manusia karena hanya berpusat pada perilaku yang neurotis dan psikotis. Psikoanalisa tidak berbicara tentang potensi kita untuk bertumbuh, keinginan kita untuk menjadi lebih baik. Begitu halnya dengan behaviorisme, yang menganggap bahwa manusia seperti mesin yang sudah terprogram dan perilakunya dapat diprediksi. Bahkan sampai sekarang kita hanya menggambarkan apa dan bagaimana kepribadian yang tidak sehat. Oleh karena itu kita hanya berpaku pada hal-hal yang tidak sehat saja, meski kita tahu bahwa itu bukanlah hal yang baik yang dapat menjadikan kita manusia yang paripurna.
Karena hal diataslah maka para ahli psikologi kontemporer mengemukakan pendapat mereka tentang kepribadian sehat. Ada yang mengemukakan bahwa persepsi kita tentang ‘diri kita’ dan ‘dunia sekitar kita’ harus objektif. Ahli lain mengatakan orang yang sehat memakai pandangan subjektifnya sendiri tentang kenyataan sebagai dasar untuk tingkah laku. Ada juga ahli yang mengatakan bahwa kita tidak dapat menjadi sehat secara psikologis tanpa sungguh-sungguh melibatkan diri dalam suatu bentuk pekerjaan. Karena isi dari kepribadian sehat sulit, menantang dan kompleks serta penuh dengan hal-hal yang tidak diketahui dan kebenaran yang setengah-setengah, maka konsep kepribadian sehat menjadi sangat penting. Bagaimana para ahli mengemukakan pendapatnya tentang konsep sehat baik secara fisik maupun psikologis serta bagaimana pula konsep sehat yang dilakukan oleh seorang tokoh masa kini. Dan juga bagaimana seseorang ketika dihadapkan dalam suatu masalah, krisis makna dan tujuan hidup misalnya, dapat menyelesaikan masalahnya dengan sehat dan menjadikan konsep akan dirinya menjadi semuiakin positif. Hal tersebut perlu diketahui untuk kita para calon sarjana psikologi sehingga kita dapat menerapkan bagaimana konsep kepribadian sehat yang benar dan dapat menjadi manusia yang paripurna.

1.      Kepribadian “Self” menurut Rogers
Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun.Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Pokok-pokok teori menurut Rogers antara lain yaitu:
a.       Organisme, yaitu keseluruhan individu, organisme memiliki sifat-sifat berikut :
·       Organisme bereaksi sebagai keseluruhan terhadap medan phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
· Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu: mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
·         Organisme mungkin melambangkan pengalamanya sehingga hal itu disadari atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga pengalaman-pengalaman itu tak disadari atau mungkin juga organism itu tak memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
b.      Medan Phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman. Medan Phenomenal punya sifat disadari atau tak disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu dilambangkan atau tidak.
c.       Self, yaitu bagian medan phenomenal yang terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar daripada “I” dan “Me”. Self mempunyai bermacam-macam sifat :
·         Self berkembang dari interaksi organism dengan lingkungannya.
·      Self mungkin menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara (bentuk) yang tidak wajar.
·  Organisme mengejar (menginginkan) consistency (keutuhan atau kesatuan, keselarasan).
·         Organisme bertingkah laku dalam cara yang selararas (consistent) dengan self.
·       Pengalaman-pengalaman yang tak selaras dengan struktur self diamati sebagai ancaman.
·         Self mungkin berubah sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
Jadi, kepribadian yang sehat menurut Carl Rogers berdasarkan teori “self”nya adalah manusia yang mampu berinteraksi dengan lingkungannya secara baik demi memenuhi kebutuhannya serta mampu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
Positive regard dalam pembentukan kepribadian.
Positive regard adalah istilah yang diciptakan oleh Carl Rogers. Rogers berpendapat bahwa positif regard adalah suatu hal penting untuk perkembangan yang sehat. Orang yang belum berpengalaman mungkin datang untuk melihat diri mereka dalam cara-cara negatif. Dengan memberikan positif regard. Terapis humanis berusaha untuk membantu klien mereka menerima dan bertanggung jawab untuk diri mereka sendiri. Psikolog humanis percaya bahwa dengan menunjukkan hal yang positif klien dan penerimaan tanpa syarat, terapis memberikan kondisi yang terbaik untuk pertumbuhan pribadi untuk klien.
Konsep positif regard juga memiliki arti sederhana di luar tujuan terapis untuk memperoleh perubahan. Ini adalah tindakan sederhana dari satu individu menerima semua sifat dan perilaku dalam individu lain, selama itu tidak berarti menyebabkan kerusakan yang signifikan untuk diri sendiri. Kata kunci di sini adalah “signifikan”. Jika seseorang menyatakan bahwa “tingkah laku orang ini mengganggu saya, maka dengan demikian menyebabkan bahwa dia itu berbahaya”, maka hal positif regard dibuat tunduk pada keberatan begitu banyak yang tidak bisa eksis. Dengan demikian, kita tahu perilaku orang tersebut tidak tercela ketika mereka tidak menimbulkan ancaman membahayakan diri sendiri atau orang lain, tidak kompatibel dengan hal positif tanpa syarat.
Jadi, diantara banyak hal yang organisme manusia secara insting nilai hal positif.  Ini adalah persepsi seseorang tentang beberapa pengalaman diri lain  yang membuat perbedaan positif dalam bidang seseorang pengalaman menghasilkan perasaan hangat, menyukai, menghormati, simpati dan penerimaan terhadap orang lain. Maka dengan kesadaran  diri perlunya  mengembangkan dan hal positif adalah penting untuk pertumbuhan yang tepat dari diri sendiri.
Ciri-ciri orang yang berfungsi sepenuhnya.
a) Aktualisasi
Aktualisasi adalah Kebutuhan Naluriah pada Manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa. Goldstein adalah ahli yang pertama melihat bahwa kebutuhan ini menjadi motivasi utama manusia, sementara kebutuhan lainnya hanyalah manifestasi dari kebutuhan tersebut. Namun yang membuat istilah ini lebih mengemuka adalah teori Maslow tentang hierarki kebutuhan, yang menganggapnya sebagai tingkatan tertinggi dari perkembangan psikologis yang bisa dicapai bila semua kebutuhan dasar sudah dipenuhi dan pengaktualisasian seluruh potensi dirinya mulai dilakukan.
b) Keterbukaan pada pengalaman
Seseorang yang tidak terhambat oleh syarat-syarat penghargaan, bebas untuk mengalami semua perasaan dan sikap. Tidak satupun yang harus dilawan karena tak satupun yang mengancam. Jadi keterbukaan pada pengalaman adalah lawan dari sikap defensive. Setiap pendirian dan perasaan yang berasal dari dalam dan dari luar disampaikan ke sistem syaraf organisme tanpa distorsi atau rintangan.
Dengan begitu orang mengetahui segala sesuatu tentang kodratnya tidak ada segi kepribadian tertutup. Hal itu berarti bahwa kepribadian adalah fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman  yang di berikan oleh kehidupan, tetapi juga dapat mengunakanya dalam membuka kesempatan-kesempatan persepsi dan ungkapan baru.
c) Kehidupan Eksistensial
Orang yang berfungsi sepenuhnya, hidup sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan. Setiap pengalaman dirasa segar dan baru, seperti sebelumnya belum pernah ada cara yang persis sama. Maka dari itu ada kegembiraan karena setiap pengalaman tersingkap. Jelas orang yang berfungsi sepenuhnya dapat menyesuaikan diri karena struktur diri terus-menerus dan terbuka kepada pengalaman-pengalaman baru. Kepribadian yang demikian tidak kaku atau tidak diramalkan.
d) Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Yaitu bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar, merupakan pedoman yang sangat dapat diandalkan daripada faktor-faktor rasional atau intelektual. Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat bertindak menurut impuls-impuls yang timbul seketika dan intuitif.

2.      Kepribadian sehat menurut Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran Psikologi Humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hierarki kebutuhan). Kehidupan keluarganya dan pengalaman hidupnya memberi pengaruh atas gagasan gagasan psikologisnya. Setelah perang dunia ke-II, Maslow mulai mempertanyakan bagaimana psikolog-psikolog sebelumnya tentang pikiran manusia. Walau tidak menyangkal sepenuhnya, namun ia memiliki gagasan sendiri untuk mengerti jalan pikir manusia.
Psikolog humanis percaya bahwa setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk merealisasikan potensi-potensi dalam dirinya, untuk mencapai tingkatan aktualisasi diri. Untuk membuktikan bahwa manusia tidak hanya bereaksi terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya, tapi untuk mencapai sesuatu yang lebih, Maslow mempelajari seseorang dengan keadaan mental yang sehat, dibanding mempelajari seseorang dengan masalah kesehatan mental. Hal ini menggambarkan bahwa manusia baru dapat mengalami “puncak pengalamannya” saat manusia tersebut selaras dengan dirinya maupun sekitarnya. Dalam pandangan Maslow, manusia yang mengaktualisasikan dirinya, dapat memiliki banyak puncak dari pengalaman dibanding manusia yang kurang mengaktualisasi dirinya.

3.      Kepribadian sehat menurut Erich Fromm
Konsep-konsep teori Erich Fromm:
·         Loneliness : Manusia merasa kesepian,sunyi dan terasing
·         Isolation : Manusia terpisah dari manusia lain
·         Sense of belongness : Mencari ikatan baru,rasa memiliki
·         The meaning of life : Arti hidup
Kondisi dasar eksistensi manusia ada 2 Aspek :
a.       Aspek binatang: memiliki kebutuhan fisiologis tertentu yang harus segera dipuaskan
b.      Aspek Manusia: memiliki kesadaran diri,pikiran dan khayal
Jadi dari 2 kondisi eksistensi manusia diatas tersebut menimbulkan 5 kebutuhan :
·         Keterhubungan
Kebutuhan orang untuk berhubungan dengan orang lain (saling mencintai, menghargai) dengan membentuk kelompok.
·         Transedensi
Kebutuhan yang menyebabkan manusia memiliki daya kreatif guna menciptakan sesuatu yang baru terutama berwujud kebudayaan.
·         Keterberakaran
Kebutuhan manusia untuk bersatu yang menyebabkan manusia ingin menjadi bagian yang integral dengan dunianya.
·         Identitas
Menjadikan manusia individual berbeda dengan yang lain.
·         Kerangka Orientasi
Kebutuhan mengenai cara-cara yang ditetapkan dalam memandang, memahami dunianya atau dirinya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepribadian yang sehat menurut Erich Fromm adalah individu yang mampu memenuhi kebutuhan akan berhubungan dengan orang lain dalam bentuk cinta dan penghargaa, individu yang mampu memenuhi kebutuhan yang menyebabkan manusia bisa menambah daya kreatif individu tersebut guna untuk menciptakan sesuatu yang baru (inovasi), individu yang mampu menjadi individual yang berbeda dengan yang lain (unik) dan individu yang mampu memandang dan memahami dunianya sendiri (kehidupan yang dijalaninya).

Kepribadian Sehat dan Tidak Sehat
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut:

Kepribadian yang sehat:
1.      Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
2.      Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.
3.      Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
4.      Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
5.      Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
6.      Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak).
7.      Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
8.      Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
9.      Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
10.  Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
11.  Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang)
Kepribadian yang tidak sehat:
1.      Mudah marah (tersinggung).
2.      Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan.
3.      Sering merasa tertekan (stress atau depresi).
4.      Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang.
5.      Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum.
6.      Kebiasaan berbohong.
7.      Hiperaktif.
8.      Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas.
9.      Senang mengkritik atau mencemooh orang lain.
10.  Sulit tidur.
11.  Kurang memiliki rasa tanggung jawab.
12.  Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis).
13.  Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama.
14.  Pesimis dalam menghadapi kehidupan.
15.  Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan.
Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang didalamnya mencakup:
1.      Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2.      Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
3.      Sikap yaitu sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
4.      Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa.
5.      Responsibilitas (tanggung jawab) yaitu kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
6.      Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Dalam bukunya “The Seven Habits of Highly Effective People” Stephen R. Covey mengatakan ada tujuh kebiasaan yang dilakukan oleh orang untuk mempunyai keefektifan yang tinggi dan tujuh kebiasaan tersebut merupakan cerminan dari kepribadian sehat, yaitu:
1.    Kebiasaan 1: jadilah proaktif
Saya orang yang bertanggung jawab, mengambil inisiatif. Saya menentukan tindakan, sikap dan suasana hati saya. Saya tidak menyalahkan orang lain bila melakukan kesalahan. Sayan melakukan hal yang seharusnya saya lakukan tanpa diminta, meskipun tak ada orang yang melihat.
2.    Kebiasaan 2: mulai dengan tujuan akhir
Saya membuat rencana didepan dan memetapkan target. Saya melakukan hal-hal yang berarti dan membuat perbedaan. Saya adalah bagian penting dari kelas saya dan saya memberi kontribusi terhadap visi dan misi sekolah saya. Serta saya beruasaha menjadi warga yang baik.
3.    Kebiasaan 3: dahulukan yang utama
Saya menghabiskan waktu untuk hal-hal penting. Ini berarti saya mengatakan tidak pada hal-hal yang tidak boleh saya lakukan. Saya menetapkan prioritas, membuat jadwal dan melaksanakan rencana. Saya disiplin dan terorganisir.
4.    Kebiasaan 4: berfikir menang-menang
Saya menyeimbangkan keberania mendapatkan kemauan saya dan kemauan orang lain. Saya selalu mempertimbangkan perasaan orang lain. Jika terjadi perselisihan saya mencari alternatif ketiga.
5.    Kebiasaan 5: berusaha memahami dulu kemudian berusaha dipahami.
Saya mendengarkan gagasan dan perasaan orang lain. Saya mencoba melihat dari sudut pandang mereka. Saya mendengarkan orang lain tanpa memotong pembicaraan. Saya percaya diri menyuarakan gagasan saya. Saya menatap mata lawan bicara saya.
6.    Kebiasaan 6: wujudkan sinergi
Saya menghargai kekuatan orang lain dan belajar darinya. Saya pandai bergaul, bahkan dengan orang yang berbeda dari saya. Saya bekerja baik dalam kelompok, saya meminta gagasan orang lain untuk memecahkan masalah karena saya tahu bila bekerja sama dengan orang lain kita dapat membuat solusi yang lebih baik dari pada kalau bekerja sendiri. Saya rendah hati.
7.    Kebiasaan 7: mengasah gergaji
Saya menjaga tubuh dengan menjaga makanan, berolahraga dan tidur secukupnya. Saya menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman. Saya belajar dengan berbagai cara dan berbagai tempat, bukan hanya di sekolah. Saya meluangkan waktu mencari cara yang berarti untuk membantu orang lain.
Dalam bukunya Emotional Quality Management, Anthony Dio Martin menyebutkan  ada beberapa macam topeng kehidupan yang selalu digunakan setiap orang. Topeng adalah suatu alat atau cara yg dapat memberikan efek , kesan dan  citra lain kepada pemakainya. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali orang merasa perlu, terpaksa, terjebak bahkan sengaja untuk memakai topeng itu. dengan  menyulap diri melalui tindakan-tindakan manipulasi pandangan publik atau orang lain terhadap dirinya. Hal ini senantiasa digunakan seseorang untuk menutupi kekurangan, ketakberdayaan, identitas diri yang gelap dan atau ancaman perasaan tak aman.   Sehingga tidak heran bila orang  terus-menerus mengenakan topeng itu, yang sering disebut sebagai “Topeng Kehidupan”. Topeng-topeng tersebut antara lain:
1.      Topeng Kepemilikan.
Topeng jenis ini biasanya digunakan karena ketakutan tidak diterima, takut dihina, takut dicap negatif dan merasa tidak aman apabila tidak memiliki benda-benda tertentu. Guna menutupinya, maka digunakanlah benda/materi secara berlebihan (pakaian, perhiasan, rumah, mobil, barang mewah, dsb), rela berhutang demi gengsi dan lebih suka bila orang lain mengenathui harga barang yang dimilikinya.
2.      Topeng Intelektualitas.
Topeng jenis ini dilatarbelakangi oleh karena rasa takut kelihatan bodoh dalam berpikir dan bicara, merasa tak aman dengan kemampuan dan pengetahuannya serta merasa takut tak dihormati sebagai orang cerdas. Biasanya tipe orang yang menggunakan topeng ini lebih suka menggunakan titel atau embel-embel pendidikan secara menyolok, rela membeli titel, suka menggunakan istilah asing tidak pada tempatnya, tidak mau hadir memenuhi undangan bila salah atau tidak ditulis titelnya secara lengkap.
3.      Topeng Sosial.
Ciri dari pengguna topeng jenis ini diantaranya; merasa terobsesi membangun status sosial tinggi, memilih-milih dan hanya mau berteman dengan orang yang berstatus sosial lebih tinggi, selalu berusaha masuk dalam kelompok yang bergengsi, suka membanggakan rekan yang berpangkat tinggi. Topeng ini dikenakan karena takut akan status sosial rendah, takut ditolak kelompok tertentu, takut dianggap memiliki level pergaulan yang pantas, tidak percaya diri dengan identitas sosialnya.
4.      Topeng Moral.
Ciri pengguna topeng jenis ini adalah berusaha tampak saleh (sok suci), suka bersembunyi dibalik ayat-ayat suci padahal perilakunya sehari-hari bertentangan dengan itu dan suka berkotbah padahal dirinya sendiri tidak melaksanakannya. Biasanya ini dilakukan karena takut ditolak oleh kelompok yang mementingkan nilai-nilai religius dsb.
5.      Topeng Impresif.
Dengan menggunakan topeng ini, biasanya orang berusaha memberikan kesan positif dengan berusaha tampil hebat, berpura-pura murah hati, suka mengumbar janji, suka publisitas, pandai bersandiwara untuk memberikan kesan hebat, memberi kesan sebagai penolong atau teladan, dan gelisah bilamana kesan hebat itu hilang. Hal ini disebabkan adanya rasa cemas bila tak dicintai orang banyak, takut akan kesan negatif dari orang lain, terobsesi jadi terkenal sebagai figur pulik, takut bilamana tidak mendapatkan pujian atau sanjungan dari orang lain.
6.      Topeng Jabatan.
Pengguna jenis topeng ini lebih suka membangga-banggakan jabatan yang dimilikinya, berusaha mendapat perlakuan khusus didepan umum, berusaha tampil superior, suka membagi-bagikan kartu nama, menyepelekan orang yang jabatannya lebih rendah dari dirinya, minta dipatuhi, suka menghalalkan segala cara, tidak suka bergabung dengan orang yang berpangkat lebih tinggi daripada dirinya dan suka mendominasi pembicaraan. Sikap ini ditampilkan karena merasa kerdil (minder), merasa tak berharga tanpa jabatan dan trauma bilamana diabaikan oleh orang diatasnya.
7.      Topeng Seksualitas. Pengguna jenis topeng ini tampak seperti; suka memperalat seks untuk pemenuhan egonya, menggunakan daya tarik seksual untuk memanipulasi orang lain dan akhirnya mengorbankan orang tersebut. Hal ini disebabkan karena merasa tidak aman dengan kondisi fisik dan non fisik dirinya, minder akan tubuhnya, kesulitan untuk mencintai tanpa syarat, tidak percaya akan ketulusan orang lain, curiga bahwa orang lain akan mengambil keuntungan dari dirinya, terobsesi menguasai orang lain dengan daya tarik fisiknya dan kehausan dipuji karena sensualitas fisik yang dimilikinya.
Sedangkan jika ditilik dalam sudut pandang agama, ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya Religion Psychology adalah:
a)      Optimis dan gembira
Orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. Pahala menurut pandangannya adalah sebagai hasil jerih payahnya yang diberikan oleh Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia. Mereka yakin bahwa Tuhan bersifat Pengasih dan Penyayang dan bukan pemberi azab.
b)      Ekstrovet dan tak mendalam
Sikap optimis dan terbuka yang dimiliki orang yang sehat jiwa ini menyebabkan mereka mudah melupakan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tergores sebagai ekses religiusitas tindakannya. Mereka selalu berpandangan keluar dan membawa suasana hatinya lepas dari kungkungan ajaran keagamaan yang terlampau rumit. Mereka senang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama. Dosa mereka anggap sebagai akibat perbuatan mereka yang keliru.
c)      Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung:
·      Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
·      Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
·      Menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.
·      Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
·      Tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
·      Bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
·      Selalu berpandangan positif.
·      Berkembang secara graduasi. Dalam arti meyakini ajaran agama melalui proses yang wajar dan tidak melalui proses pendadakan.

Kepribadian Sehat Menurut Pandangan Kristen
Menurut pandangan umat kristen orang yang berkepribadian sehat adalah orang yang sehat adalah orang yang beriman, berpengharapan, dan mengasihi. Ada banyak cara mengukur berapa sehat tidaknya kepribadian seseorang, salah satunya adalah melalui lima karakteristik berikut ini yang diungkapkan oleh Pdt. Dr. Paul Gunadi dalam wawancaranya pada acara TELAGA:
1.      Neurotisisme: Faktor ini merujuk kepada kesanggupan orang menanggung tekanan hidup. Orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki tuntutan yang tidak realistik sehingga rawan terhadap stres bila keinginannya tidak tercapai. Akibatnya ia rentan terhadap depresi dan kemarahan. Kerap kali ia dibuat lumpuh oleh masalahnya atau, ia akan menyalurkan stres itu ke tubuhnya yang membuatnya sakit-sakitan. Sebaliknya, orang yang sehat adalah orang yang mampu menahan stres tanpa harus dikuasai oleh kecemasan yang berlebihan.
2.      Ekstraversi: Faktor ini merujuk kepada keterbukaan orang dengan dirinya termasuk pikiran dan perasaannya. Ia sanggup mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan tepat dan bebas sehingga mampu membangun relasi yang dalam dengan sesama. Ia memiliki energi yang tinggi dan mudah bersukacita, ia hangat dan menyenangkan.
3.      Openness to Experience: Faktor ini merujuk kepada semangat untuk hidup dan keterbukaan terhadap pengalaman hidup. Ia tidak takut pada pengalaman baru, bersedia mencoba pengalaman yang baru, dan mengizinkan diri untuk menghayati pengalaman hidup sepenuhnya. Ia terbuka terhadap reaksi perasaannya dan cenderung imajinatif.
4.      Agreeableness: Faktor ini merujuk kepada karakteristik yang lembut, baik hati, mudah percaya, ringan tangan, dan pemaaf. Lawan dari karakteristik ini adalah antagonistik-sinis, kasar, penuh curiga, sukar kerja sama, mudah marah, dan manipulatif.
5.      Conscientiousness (Tanggung jawab): Faktor ini merujuk kepada orang yang mampu menjalankan hidupnya dengan penuh tanggung jawab. Ia memiliki komitmen pada kewajibannya dan sanggup memenuhinya. Ia mempunyai tujuan hidup yang jelas dan target yang dapat dicapainya. Orang ini tidak mudah menyerah dan berdisiplin diri.
Dalam al-kitab firman Tuhan menyebutkan: "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan, dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." (1Korintus 13:13).

Kepribadian Sehat Menurut Pandangan Islam
Pribadi yang sehat ialah pribadi yang memiliki hati nurani dan akal yang berfungsi dengan baik dan seimbang sehingga dapat mengendalikan nafsu, memiliki keimanan dan mempunyai tujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Pribadi yang sehat akan melahirkan sifat dan perilaku yang mulia atau akhlaq al-karimah. Sifat dan perilaku mulia tersebut antara lain seperti ash-shabr (sabar), al-hilm (lapang hati), dan al-’afw (pemaaf).

1.      Ash-Shabr (sabar)
Allah swt menyatakan bahwa orang-orang yang beriman akan diuji dengan berbagai cobaan, sehingga akan terbukti apakah mereka benar-benar beriman atau tidak, keterangan ini antara lain dapat dilihat pada al-Qur’an surah al-Ankabut ayat 2-3 sebagai berikut:

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

Ujian yang diberikan kepada manusia secara umum terbagi dua, yaitu yang menyenangkan dan yang menyakitkan. Ujian yang menyenangkan dapat berupa kesehatan, kekayaan, jabatan, mempunyai keturunan dan sebagainya. Orang yang mempunyai kepribadian yang sehat tidak akan terlena dan terperdaya oleh kenikmatan yang diperolehnya. Melalui tuntunan iman, hati dan akalnya akan berfungsi dengan baik sehingga ia dapat menguasai dan mengendalikan dorongan hawa nafsunya yang selalu tidak puas dengan segala kenikmatan yang sudah diperolehnya. Sifat orang yang tidak tenggelam atau tidak melupakan Tuhannya atas berbagai karunia-Nya yang menyenangkan tersebut dinamakan syukur. Disamping diuji dengan berbagai kenikmatan, manusia diuji pula dengan berbagai ujian yang menyakitkan berupa musibah, seperti bencana alam, kelaparan, kemiskinan, kematian dan sebagainya. Sifat orang yang tahan dalam menghadapi berbagai ujian yang tidak menyenangkan tersebut dinamakan sabar atau tabah. Dalam beberapa kamus bahasa Arab-Indonesia, secara etimologi, disebutkan bahwa kata sabar (ash-shabr) mempunyai arti menahan baik dalam pengertian fisik seperti menahan seseorang dalam kurungan atau tahanan, maupun dalam pengertian non fisik seperti menahan diri atau jiwa dalam menghadapi sesuatu yang diinginkan, sedangkan secara terminologi, menurut Al-Ghazali, sabar berarti menahan diri dari segala gangguan dan penderitaan yang tidak menyenangkan. Secara umum sabar dapat dibagi dalam dua macam, yaitu sabar jasmani dan sabar rohani. Sabar jasmani adalah kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah agama yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan fisik, atau sabar dalam peperangan dalam membela kebenaran. Termasuk pula dalam kategori sabar jasmani, yaitu sabar dalam menerima cobaan-cobaan yang menimpa jasmani, seperti penyakit, penganiayaan, dan sebagainya, namun tidak berarti pasrah dan tidak berusaha mengatasinya, sedangkan sabar rohani menyangkut kemampuan menahan kehendak hawa nafsu yang mengantar kepada kejelekan, seperti sabar menahan marah, menahan nafsu seksual yang tidak pada tempatnya, dan sebagainya. Sifat sabar hanya tumbuh dari pribadi yang sehat, yaitu pribadi yang mampu mengendalikan nafsunya di bawah petunjuk hati dan akal, serta dilandasi oleh keimanannya kepada Tuhan. Selanjutnya, sifat sabar melahirkan beberapa sifat dan perilaku lain yang mulia, antara lain seperti al-hilm (lapang hati), dan al-’afw (pemaaf).

2.      Al-Hilm (lapang hati)
Salah satu sifat manusia yang dimiliki manusia ialah marah, yaitu kecenderungan yang ada dalam diri manusia untuk melakukan apa saja atau menentang apa saja yang dianggap merugikan dirinya. Menurut Al-Qasimi, manusia dikaitkan dengan marah terbagi dalam tiga tingkatan, pertama, tingkat yang paling lemah, diistilahkan dengan tafrith (kekurangan), yaitu seseorang yang dirangsang marahnya, misalnya, agamanya dihina orang lain, namun dia tidak marah. Orang yang demikian diibaratkan oleh Imam Syafi’i bagaikan “keledai”. Kedua, tingkat yang melewati batas, diistilahkan dengan ifrath (berlebihan), yaitu marah yang keluar dari bimbingan akal dan iman (agama) nya sehingga ia membabi buta dalam melampiaskan marahnya. Ketiga, tingkat yang mulia, disitilahkan dengan I’tidal (seimbang), yaitu marah yang mengikuti petunjuk akal dan iman (agama) nya, misalnya marah ketika ada orang lain berbuat jahat terhadap dirinya, ia mempertahankan diri namun tidak membalas perbuatan jahat tersebut dengan membabi buta meskipun ia mampu melakukannya, dan marahnya reda saat orang tersebut menyesali perbuatan munkarnya, inilah yang disebut dengan al-hilm atau lapang hati. Al-Hilm (lapang hati) merupakan bagian dari sifat sabar. Kalau sabar mempunyai pengertian yang luas, yaitu dapat manahan diri dari segala gangguan dan penderitaan yang tidak menyenangkan, maka lapang hati mempunyai pengertian yang lebih khusus, yaitu menahan marah untuk tidak melakukan balas dendam meskipun saat itu ia mampu untuk melakukan pembalasan. Orang yang mempunyai sifat lapang hati bukan berarti harus menghilangkan sama sekali perasaan marah dalam dirinya, marah tetap diperlukan, namun perasaan marah harus tetap dalam bimbingan akal dan iman (agama) nya, sehingga perasaan marah tidak melahirkan perbuatan yang melebihi batas-batas kewajaran. Perintah untuk berlapang hati tersirat dari firman Allah swt dalam surah an-Nahl ayat 126 sebagai berikut:

Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.

Sifat lapang hati (al-hilm) hanya dimiliki oleh seseorang yang mempunyai kepribadian yang sehat, yaitu orang yang hati dan akalnya dapat menguasai hawa nafsunya untuk tidak melakukan pembalasan, dan dapat menyadari bahwa perbuatan membalas dendam adalah perbuatan yang tidak mempunyai manfaat.

3.      Al-‘Afw (pemaaf)
Ketika seseorang dianiaya atau disakiti oleh orang lain, maka timbul rasa marah dari orang yang dianiaya kepada orang yang menganiayanya. Jika orang yang teraniaya menahan marahnya dan tidak melakukan pembalasan meskipun ia mampu membalas, maka sifat orang yang demikian dinamakan al-hilm (lapang dada). Selanjutnya, jika orang yang teraniaya tersebut menahan marahnya, tidak melakukan pembalasan meskipun ia berhak membalas dan mampu melakukan, kemudian tidak menyimpan perasaan benci terhadap orang yang menganiaya dirinya, maka orang yang demikian dinamakan pemaaf. Sifat orang yang suka memaafkan mempunyai daya menyembuhkan, baik secara psikologis maupun secara jasmani. Mengutip pendapat Growald, Luks, dan Fleming, Munandir menyebutkan bahwa orang yang berbuat baik bagi sesamanya dan suka memaafkan orang lain, dapat meningkatkan daya kebal tubuh, mengurangi resiko terkena sakit jantung, dan meningkatkan usia harapan sedangkan yang tidak bisa memaafkan orang lain bisa mengakibatkan susah tidur, gangguan pencernaan, dan naiknya tekanan darah. Dalam Islam, anjuran untuk memberi maaf antara lain dapat dilihat dalam al-Qur’an surah asy-Syuura ayat 39-40 sebagai berikut:

Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.

Disamping tercermin dalam sifat dan perilaku ash-shabr (sabar), al-hilm (lapang hati), dan al-‘afw (pemaaf), pribadi yang sehat tampak pula pada sifat dan perilaku mulia atau akhlaq al-karimah lainnya seperti tawakkal (menyerahkan diri setelah berusaha), al-qana’ah (rela dengan apa yang ada), az-zuhd (menahan diri dari hidup berlebih-lebihan), al-‘iffah (memelihara kehormatan diri), at-tawadhu (rendah hati), al-hadu’ (tenang), al-haya’ (malu berbuat dosa), dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA


Alwisol. 2009. Psikologi kepribadian. UMM Press: malang.
Baihaqi,MIF. 2008. Psikologi Pertumbuhan. Rosdakarya. Bandung.
Hall, C.S, dan Lindzey, G., 1993. Teori Holistik (organismik fenomenologis). Kanisius. Yogyakarta.
Johnson, Spencer. 1998. Who Moved My Cheese?. Gramedia. Jakarta.
Koswara. 1991. Teori-Teori Kepribadian. PT. Eresco. Bandung.
R. Covey, Stephen. 2008. The Leader in Me. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Schultz, Duane. 2002. Psikologi Pertumbuhan. Kanisius: Yogyakarta
Sujanto, Agus, dkk. 2004. Psikologi Kepribadian. Bumi Aksara: Jakarta.
Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Kepribadian. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Warren, Rick. 2002. The Purpose Driven Life. Gandum Mas: Malang.
Yusuf, Syamsu. 2008. Teori Kepribadian. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar