Mata Kuliah
|
:
|
Psikologi
Perkembangan AUD 2
|
Tatap Muka Ke-
|
:
|
5
|
Materi
|
:
|
Perkembangan
fisik, kognitif, dan emosional pada masa bayi
|
Dosen Pengampu
|
:
|
Robik Anwar Dani,
M.Psi
|
PERKEMBANGAN PADA
MASA BAYI
A.
Perkembangan Fisik Masa Bayi
1. Refleks
Bayi memiliki beberapa refleks dasar yang secara genetis merupakan
mekanisme pertahanan hidupnya. Sifat refleks ini adalah otomatis dan berada di
luar kendali bayi yang baru lahir. Refleks menghisap (sucking reflex)
terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap benda yang
ditempatkan di mulut mereka. Refleks mencari (rooting reflex) terjadi
ketika pipi bayi diusap/dibelai, sebagai respon, bayi itu akan memalingkan
kepalanya ke arah benda yang menyentuhnya. Refleks moro (reflex moro)
adalah suatu respon tiba-tiba pada bayi yang baru lahir yang terjadi akibat
suara atau gerakan yang mengejutkannya. Ketika dikagetkan, bayi akan
melengkungkan punggungnya, melemparkan kepalanya ke belakang, dan merentangkan
lengan dan kakinya. Semua refleksi ini akan menghilang pada usia 3 hingga 4
bulan. Menghisap adalah refleks yang sangat penting bagi bayi. Refleks ini
merupakan rute bayi menuju pengenalan akan makanan. Tetapi banyak orang tua yang benar-benar khawatir ketika kegiatan
menghisap ibu jari pada anak-anak mereka terus berlangsung hingga ke
tahun-tahun prasekolah dan sekolah dasar. Perbedaan-perbedaan individual pada
susunan biologis anak-anak adalah salah satu hal yang menyebabkan keberlangsungan
perilaku menghisap.
Tabel Perkembangan
Refleks Bayi
Refleks
|
Stimulasi
|
Respons Bayi
|
Pola perkembangan
|
Mengejapkan mata
|
Sorotan cahaya dan
tiupan
|
Menutup kedua mata
|
Permanen
|
Babinski
|
Telapak kaki diusap
|
Menyebarkan jari kaki, memutar-mutarkan
kaki
|
Menghilang setelah 9
bulan hingga setahun
|
Memegang
|
Telapak kaki diusap
|
Menggenggam dengan kuat
|
Melemah setelah 3 bulan,
menghilang setelah setahun
|
Moro (mengejutkan)
|
Stimulasi tiba-tiba,
seperti mendengar suara nyaring atau diturunkan
|
Kaget, melengkungkan
punggung, melempar kepala ke belakang, merentangkan lengan dan kaki kemudian
menutupkannya dengan cepat ke pusat tubuh
|
Menghilang setelah 3 hingga 4 bulan
|
Mencari
|
Leher atau pinggir mulut
diusap
|
Membalikkan kepala,
membuka mulut, mulai menghisap
|
Menghilang setelah 3 hingga 4 bulan
|
Melangkah
|
Bayi diangkat dan
kaki diturunkan untuk menyentuh permukaan
|
Menggerakkan kaki
seolah-olah berjalan
|
Menghilang setelah 3 hingga 4 bulan
|
Mengisap
|
Benda menyentuh mulut
|
Mengisap secara otomatis
|
Menghilang setelah 3 hingga 4 bulan
|
Berenang
|
Bayi menaruh wajah ke
bawah di dalam air
|
Membuat gerakan-gerakan
berenang yang terkoordinasi
|
Menghilang setelah 6 hingga 7 bulan
|
Leher ditopang
|
Bayi ditelentangkan
|
Menggepalkan tinju
kedua tangan dan biasanya membalikkan kepala ke kanan
|
Menghilang setelah 2 bulan
|
2. Tinggi dan Berat
Pada waktu lahir, seorang bayi rata-rata mempunyai berat badan 3000 gram
dan panjang badan 50 cm. Dalam beberapa hari pertama kehidupannya, kebanyakan
bayi yang baru lahir kehilangan 5 hingga 7 persen berat tubuh mereka sebelum
mereka belajar menyesuaikan diri dengan kegiatan makan yang terjadi setelah
kelahiran. Segera setelah bayi menyesuikan diri dengan cara menghisap, menelan,
dan mencerna, mereka tumbuh dengan cepat dan memperoleh berat kira-kira 5
hingga 6 ons per minggu selama bulan pertama. Bayi tumbuh kira-kira 1 inci per
bulan selama tahun pertama.
3. Keterampilan Motorik
Kasar dan Halus
Keterampilan motorik kasar meliputi kegiatan otot-otot besar seperti
menggerakkan lengan dan berjalan. Para pakar perkembangan anak yakin bahwa
kegiatan motorik selama dua tahun adalah vital bagi perkembangan kompetensi
anak dan bahwa hanya diperlukan sedikit pembatasan, untuk tujuan keselamatan,
atas “petualangan” motorik mereka.
Keterampilan Motorik Kasar
|
Usia Normatif
|
Mengangkat dagu sambil tengkurap
Mengangkat dada sambil tengkurap
Duduk dengan bantuan
Duduk tanpa bantuan
Berdiri dengan bantuan
Berdiri dengan berpegang pada perabot
Merangkak
Berjalan dengan dibimbing
Berusaha berdiri sendiri
Naik tangga
Berdiri sendiri
Berjalan
Naik turun tangga tanpa bantuan
Dapat lari dan berjalan mundur
|
1 bulan
2 bulan
4 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
10 bulan
11 bulan
12 bulan
13 bulan
14 bulan
15 bulan
18 bulan
24 bulan
|
Keterampilan motorik halus meliputi gerakan-gerakan menyesuikan secara
lebih halus, seperti ketangkasan jari. Perkembangan perilaku seperti meraih dan
menggenggam semakin baik selam dua tahun pertama kehidupan. Pada mulanya, bayi
hanya memperlihatkan gerakan bahu dan siku yang kasar, tetapi kemudian
memperlihatkan gerakan pergelangan tangan, perputaran tangan, dan koordinasi
ibu jari dan jari telunjuk tangan.
4. Perkembangan Sensori
a. Pendengaran
Segera setelah
kelahiran, bayi dapat mendengar, walaupun ambang pintu sensor mereka agak lebih
tinggi di bandingkan dengan ambang pintu sensor orang dewasa. Oleh karenanya,
suatu rangsangan harus lebih nyaring untuk didengarkan oleh bayi yang baru
lahir.
b. Sentuhan dan Rasa
Sakit
Bayi-bayi yang baru
lahir ternyata memberi respon terhadap sentuhan. Sentuhan ke pipi menghasilkan
gelengan kepala, sedangkan sentuhan ke bibir menghasilkan gerakan menghisap.
Suatu kemampuan yang sangat penting yang berkembang pada masa bayi ialah
kemampuan menghubungkan informasi atas penglihatan dengan informasi yang mereka
terima atas sentuhan. Para ahli beranggapan bahwa bayi yang baru lahir belum
dapat merasakan nyeri. Kebiasaan menyunat bayi berusia 3 hari yang lazim
dilakukan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa bayi-bayi yang sedang disunat
itu akan menangis keras-keras dan tampak gelisah.
c. Penciuman
Bayi akan gelisah,
menggerak-gerakkan tangan dan kakinya serta berubah pernafasannya apabila
didekatkan kepada asafesida, suatu zat yang sangat busuk baunya. Ini
mambuktikan bahwa mereka sudah dapat mencium bau. Bayi berusia 2 sampai 7 hari
sudah dapat mencium dan mengenal bau payudara ibu dan bau ASI, namun mereka
baru dapat mengidentifikasikan bau ibunya setelah berusia beberapa minggu.
d. Pengecapan
Sensitivitas atau
kepekaan terhadap rasa dapat muncul sebelum kelahiran. Jika cairan amnion dari
janin yang cukup waktu diberi sakharin (pemanis), maka janin akan makin sering
menelan. Dalam penelitian lain, bayi-bayi yang baru lahir memperlihatkan suatu
ekspresi seperti senyum setelah diberi suatu larutan manis. Sebaliknya, mereka
mengerutkan lidah mereka setelah diberi suatu larutan asam. Dan dalam satu
studi, bayi-bayi berusia 1 hingga 3 hari menangis lebih sedikit ketika mereka
diberi larutan sukrosa melalui suatu dot.
e.
Pengelihatan
Daya pengelihatan seorang bayi itu
mula-mula belum berfungsi dengan baik dan belum terkoordinasi. Namun, bayi yang
baru lahir telah diberikan sebuah kesiapan untuk merespons secara diferensial
bebagai aspek pengelihatannya. Bayi-bayi pada umumnya tertarik pada cahaya,
pada person, dan benda-benda yang bergerak daripada melihat warna merah, kuning
ataupun putih. Pada umumnya perkembangan pengelihatan pada bayi itu berlangsung
sebagai berikut:
1)
Usia 5 hari: Bayi mampu mengikuti gerak seberkas
cahaya.
2)
Usia 3 minggu: Bayi mampu mengikuti sejenak gerak suatu
benda.
3)
Usia 5 minggu: Bayi mampu mengikuti benda yang bergerak
secara horizontal (berdiri).
4)
Usia 9 minggu: Bayi mampu mengikuti benda yang bergerak
secara vertical (terlentang).
5)
Usia 2 tahun: Anak mampu menggunakan matanya sama terampilnya
dengan kemampuan orang dewasa. Artinya, dengan sendirinya anak baru mampu
melihat dengan “sudut pandangan sendiri”, dan dengan pengertian yang masih
sederhana.
B.
Perkembangan Kognitif Masa Bayi
Perkembangan kognitif bayi sangat menantang untuk diteliti karena banyak
yang meragukan apakah bayi sudah dapat berpikir atau belum. Penelitian dibidang
ini dalam beberapa dekade teakhir memperlihatkan bahwa bayi yang normal dan
sehat, kompeten secara intelektual. Mereka dapat belajar secara aktif
menanggapi dan mengubah lingkungannya.
1.
Teori Piaget tentang
Perkembangan Bayi
a.
Tahap perkembangan sensoris-motorik
Tahap sensoris-mortorik Piaget berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira usia 2
tahun, sama dengan periode masa bayi. Salama masa ini, perkembangan mental
ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan
dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan
tindakan-tindakan fisik.
Pada permulaan tahap sensoris-motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar
refleks yang digunakannya untuk bekerja. Anak berusia 2 tahun memiliki
pola-pola sensoris-motorik dan kompleks dan mulai berkomunikasi dengan suatu
sistem simbol yang primitif. Tidak seperti tahap-tahap lain, tahap sensoris-motorik
dibagi lagi kedalam enam tahap, yang masing-masing meliputi perubahan-perubahan
kualitatif tahapan organisasi sensoris-motorik. Dari subtahap ke subtahap,
skema yang terbentuk akan berubah. Perubahan inilah yang menjadi inti tahapan
piaget.
Subtahap Perkembangan Sensori-Motorik Bayi
Subtahap
|
Usia
|
Karakteristik
|
Refleks Sederhana (Simple Reflex)
|
0 – 1
|
alat dasar
koordinasi sensasi dan aksi ialah melalui perilaku refleksif, seperti mencari
dan mengisap, yang dimiliki bayi sejak kelahiran.
|
Reaksi Sirkuler Primer (Primary Circular Reaction)
|
1 – 4
|
Akomodasi (modifikasi) refleks untuk
menyesuaikan objek dan pengalaman baru; bayi mengulangi reaksi yang bersfiat
sederhana seperti membuka dan menutup mata, menarik selimut untuk mendapatkan
kesenangan. Jadi, tindakan yang berulang-ulang difokuskan pada tubuh bayi
sendiri.
|
Reaksi Sirkuler Sekunder (Secondary Circular Reactions)
|
4-8
|
Tindakan yang diulang sudah terfokus pada objek; tindakan
digunakan untuk mencapai tujuan; tetapi secara sembrono; perhatian terhadap
benda-benda bergerak, mengayunkan lengan dan kakinya semata-mata untuk
mencapai kesenangan.
|
Koordinasi Reaksi Sirkuler Sekunder (Coordination of Secondary Circular Reaction)
|
8-12
|
Bayi sudah dapat menguasai sistem respons dan mengkombinasikan
tindakan dengan tindakan yang telah diperoleh sebelumnya (skema) untuk
mendapatkan sesuatu. Bayi dapat melihat pada suatu benda dan meggenggamnya secara serentak.
|
Reaksi Sirkuler Tersier, Pencarian, dan Keingintahuan (Tertiary Circular Reaction, Novelty, and Curiosity)
|
12-18
|
Anak mulai aktif
menggunakan reaksi yang bersifat “trial and error” untuk mempelajari
objek-objek di sekitarnya. Kegiatan coba-coba yang dilakukannya mulai bisa
mengubah gerak-geriknya untuk mencapai suatu tujuan yang lebih jelas. Tahap
ini menandai titik awal perkembangan keingintahuan dan minat pada sesuatu
yang baru.
|
The First Symbol
|
18-24
|
Fungsi mental bayi barubah dari suatu taraf sensoris-motoris
murni menjadi taraf simbolis, dan bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk
menggunakan simbol-simbol primitif
|
2.
Intelegensi dan Tes
Intelegensi pada Bayi
Setiap anak mempunyai perkembangan yang berbeda sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Perbedaan individual dalam perkembangan kognitif anak pada
umumnya diteliti dengan menggunakan skala perkembangan atau dengan tes
intelegensi.
Skala perkembangan atau tes intelegensi yang digunakan untuk bayi lebih
banyak bersifat non-verbal. Skala perkembangan bayi misalnya, lebih banyak
menekankan pada asesmen perkembangan persepsi motorik anak dan mengukur
interaksi sosial anak.
Kontributor pertama yang paling penting bagi pelaksanaan tes perkembangan
bayi ialah Arnold Gesell (1934). Versi tes Gesell yang sekarang digunakan ini
memiliki empat kategori perilaku: motorik, bahasa, daya adaptif, dan interaksi
personal-sosial. Development quotient (DQ) ialah skor perkembangan keseluruhan
yang meliputi subskor pada bidang motorik, bahasa dan daya adapatif, dan
interaksi personal-sosial dalam pengukuran bayi Gesell.
Skala perkembangan bayi Bayley (Bayley Scales of Infant Development), yang
dikembangkan oleh Nancy Bayley (1969), digunakan secara luas dalam pengukuran
perkembangan bayi. Versi terbaru memiliki tiga komponen: skala mental, skala
motorik, dan profil perilaku bayi. Tidak seperti Gesell, yang skalanya
dimotivasi oleh alasan klinis, Bayley ingin mengembangkan skala yang dapat
memperlihatkan perilaku bayi dan meramalkan perkembangan kemudian.
3.
Perkembangan Bahasa
Kemampuan dan kesiapan belajar bahasa pada manusia mengalami perkembangan
setelah kelahirannya. bahkan menurut Havighurts (1984), kemampuan menguasai
bahasa,dalam arti membuat suara-suara yang berarti dan berhubungan dengan orang
lain melalui penggunaan suara-suara itu, merupakan salah satu tugas yang harus
dicapai pada masa bayi. Hal ini adalah karena urat-urat saraf dan
otot-otot alat bicara sudah berkembang
secara baik secara lahir.
Sejak akhir bulan pertama, bayi dapat
membedakan suara manusia dengan suara-suara lainnya, dan pada usia 2 bulan
mereka merespons secar berbeda terhadap suara yang berasal dari ibunya dan dari wanita lain yang belum di kenalnya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa bayi, seperti halnya orang dewasa, sudah
dapat membedakan antara huruf mati dan huruf konsonan, seperti “pah” atau
“bah”. Kemampuan ini muncul dalam diri bayi kira-kira usia 1 bulan.
Di samping memiliki kemampuan berbahasa
yang dapat berkembang dengan cepat. Seseorang yang bangun tengah malam karena
tangisan bayi usia 3 minggu menunjukkan bahwa
bayi itu tidak diam atau pasif.
Kaplan (1971) mengidentifikasi empat
tahap produksi bunyi pada bayi, yaitu: (1) tangisan, yang dimulai pada
kelahiran; (2) suara-suara lain yang mendengkur, yang di mulai pada akhir bulan
pertama; (3) ocehan, yang dimulai pada pertengahan tahun pertama; dan (4) suara
yang telah di polakan pada usia menjelang 1 tahun.
Suara pertam yang diucapkan oleh seorang
bayi yang baru lahir adalah tangisan. Melalui tangisan, bayi memberitahukan
kenbutuhannya kepada orang lain, seperti untuk menghilangkan rasa lapar, pedih,
lelah, dan keadaan tubuh yang tidak menyenangkan lainnya.
Selama bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi juga banyak mengeluarkan suara-suara
sederhana, seperti merengek, menjerit, menguap, bersin, mengeluh, batuk dan
sebagainya. Kemudian pada usia kira-kira 2 hingga 6 bulan,bayi mulai
memperlihatkan suatu minat terhadap suara, bermain dengan air liur dan
merespons suara. Pada usia 6 bulan bayi mulai mengoceh, mengeluarkan suara,
seperti “goo-goo” dan “ga-ga”.
Pada pertengahan kedua tahun pertama
perbendaharaan kata yang diterima bayi mulai berkembang dan meningkat secara
dramatis pada tahun kedua. Pada usia kira-kira 9 hingga 12 bulan, bayi mulai
memahami pelajaran, seperti, “daah” ketika kita mengucapkan selamat tinggal.
Pada saat anak-anak berusia 18 hingga 24
bulan, mereka biasanya mengucapkan pertanyaan yang terdiri dari dua kata.
Selama tahap kedua kata ini, mereka dengan cepat memahami pentingnya
mengekspresikan konsep dan peran yang akan dimainkan oleh bahasa dalam berkomunikasi
dengan orang lain. Berikut perkembangan bahasa selama masa bayi ini:
Perkembangan Bahasa
Bayi
Usia
|
Pencapaian Vokal
|
4 minggu
|
Tangisan ketidaksenangan
|
12 minggu
|
Mendengkur pulas, memekik mendeguk;
kadang-kadang bunyi vocal
|
20 minggu
|
Menyatakan ocehan pertama; bunyi vokal
lebih banyak, tapi kadang-kadang hanya huruf mati.
|
6 bulan
|
Memperlihatkan ocehan yang labih baik;
bunyi vokal mulai penuh dan banyak huruf mati.
|
12 bulan
|
Ocehan meliputi nyanyian atau intonasi
bahasa; mengungkapkan isyarat emosi; memproduksi kata-kata pertama; anak
memahami beberapa kata dan perintah sederhana.
|
18 bulan
|
Mengucapkan kosakata antara 3 hingga 50
kata; ocehan di selingi dengan kata-kata yang riil; kadang-kadang kalimat
yang terdiri dari 2 dan 3 kata.
|
24 bulan
|
Mengucapkan kosa kata antara 50 hingga
300 kata, walaupun tidak semua digunakan dengan teliti; ocehan menghilang;
banyak kalimat yang terdiri dari 2 kata atau lebih panjang; tata bahasa
belumbenar; anak memahami secar sangat sederhana bahasa yang di btuhukannya.
|
C. Perkembangan Emosi dan Sosial
Perkembangan emosi dan sosial merupakan dasar perkembangan
dan kepribadiaan anak kelak. Emosi, yang kehadirannya jauh lebih awal dari
kemampuan berbahasa maupun kemampuan kognitif anak merupakan alat untuk
berkomunikasi pada masa bayi ini. Hubungan emosional yang dibentuk oleh bayi
selama masa ini dengan orang-orang yang dekat dengannyalah yanga akan
mempengaruhi cara ia berinteraksi dengan orang lain dimasa yang akan datang.
Pengalaman sosial pada masa dini adalah pengalaman terpenting, dan masa bayi
adalah periode yang peka untuk perkembangan kepribadian. Perkembangan emosi dan sosial
bayi meliputi emosi bayi, tempramen, kelekatan (attachment) dan
perkembangan sosial anak.
1. Emosi Bayi
Beberapa saat setelah kelahiran, bayi dapat menunjukan
minat, sedih, muak dan tersenyum. Dibawah ini akan diperlihatkan sekilas pintas
perkembangan emosi bayi sejak lahir hingga usia 1 tahun.
a. 0-1 bulan
Bayi relatif tidak responsif,
jarang bereaksi terhadap rangsangan luar. Namun pada usia ini bayi sudah dapat
menangis . karena menangis adalah mekanisme yang paling penting yang
dikembangkan oleh bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi dengan dunianya. Hal
ini benar karena tangisan pertama bayi membuktikan adanya adanya udara dalam
paru-paru bayi. Tangisan juga dapat membantu dokter atau peneliti untuk
meneliti sesuatu tentang sistem syaraf pusat. Bayi memiliki tiga tipe tangisan,
yaitu:
1) Tangisan
Dasar (basic cry), yaitu suatu pola
berirama yang biasanya terdiri dari satu tangisan yang diikuti oleh diam sesaat
diteruskan oleh satu siulan kecil pendek dengan nada agak lebih tinggi
dibandingkan dengan tangisan utama lalu diakhiri dengan istirahat singkat lain
sebelum tangisan berikutnya. (hal yang mendorong adalah karena rasa lapar).
2) Tangisan
Kemarahan (anger cry), yaitu suatu
variasi dari tangisan dasar. Akan tetapi didalam tangisan kemarahan lebih banya
udara dikeluarkan. Tangisan kemarahan “mendapatkan namanya” dari ibu-ibu yang
menyimpulkan kegusaran dan kemarahan dari tangisan itu.
3) Tangisan
Kesakitan (pain cry), yang dirangsang
oleh rangsangan yang intensitasnya tinggi. Lalu dalam arti ada suatu kemunculan
tangisan keras yang tiba-tiba tanpa rintihan/erangan pendahuluan dan suatu
tangisan awal yang panjang yang diikuti oleh suatu upya menarik nafas cukup
lama.
Kebanyakan
orangtua dan orang dewasa pada umumnya dapat menentukan apakah bayi
memperlihatkan kemarahan atau kesakitan. Namun apakah tangisan bayi harus
diberi perhatian atau bayi harus dibujuk atau apakah ini akan memanjakan bayi?
John
Watson (1928) berpendapat bahwa orang tua menghabiskan terlalu banyak waktunya
untuk merespon bayi yang sedang menangis. Ia mengatakan, sebagai konsekuensinya
orang tua sebenarnya memberi hadiah pada bayinya yang sedang menangis dan
meningkatkan terjadinya tangisan. Karena itu munculah kontroversi atas isu
apakah orang tua seharusnya merespon tangisan bayi. Akan tetapi, banyak ahli
perkembangan semakin gencar mengajukan pendapat bahwa bayi tidak boleh
dimanjakan pada tahun pertama kehidupanya dan mereka berpendapat bahwa orangtua
harus segera menenangkan bayi yang sedang menangis daripada tidak diberi respon
sama sekali. Dengan demikian bayi akan cenderung mengenbangkan suatu rasa
percaya dan secure attachmentdengan pengasuhnya pada tahun pertama kehidupan
bayi.
b. 1-3 bulan
Bayi terbuka terhadap
rangsangn. Mereka mulai memperlihatkan minat dan rasa ingin tahu dan suka
tersenyum terhadap orang lain. Senyuman adalah perilaku afektif komunikatif
bayi yang juga penting. Ada dua tipe senyuman pada bayi, yaitu:
1) Senyuman
refleksif (reflexsive smile) tidak
terjadi sebagai respon terhadap rangsangan dari luar. Senyuman ini tampak
selama bulan pertama setelah kelahiran, biasanya selam terjadinyav pola tidur
yang tidak teraturdan bukan ketika bayi sedang dalam keadaan terjaga.
2) Senyuman
sosial (social smile) terjadi sebagai
respon terhadap suatu rangsangan dari luar yaitu pada awal perkembangan,
khususnya sebagai respon terhadap wajah yang ia lihat.
c.
3-6 bulan
Bayi dapat mengantisipasi apa
yang akan terjadi, dan dapat kecewa bila hal tersebut tidak terlaksana.
Kekecewaan diungkapkan dalam bentuk kemarahan atau kewaspadaan. Mereka sering
tersenyum, mendekut, dan tertawa. Saat ini adalah saat membangun hubungan
sosial dan hubungan timbale balik antara bayi dan pengasuhnya.
d.
7-9 bulan
Bayi mulai main “permainan
sosial” dan mencoba memperoleh tanggapan dari orang lain. Mereka “berbicara”,
menyentuh dan membujuk bayi lain agar mau menanggapinya. Mereka dapat
mengekspresikan berbagai macam emosi, memperlihatkan kegembiraan, rasa takut,
rasa marah dan keheranan.
e.
9-12
bulan
Bayi sangat asyik bersama
pengasuh utamanya, mulai takut terhadap orang asing, dan berlaku lunak terhadap
situasi baru. Pada usia 1 tahun mereka dapat lebih jelas mengomunikasikan emosi
mereka, memperlihatkan suasana hati, dan gradasi perasaanya.
2. Tempramen
Jika kita perhatikan, setiap bayi itu berbeda. Ada yang
penggembira, ada yang mudah sedih, ada yang tidak terlalu tanggap terhadap
rangsangan emosi dan sebagainya. Dalam
beberapa hal lingkungan memang sangat berpengaruh terhadap pembentukan emosi
anak. Namun, kebanyakan bayi sudah sejak dini memperlihatkan gambaran emosi
atau sifat-sifat yang menetapsampai ia dewasa kelak, hal mana mengisyaratkan
adanya suatu komponen biologis dalam kepribadian anak. Bayi dengan usia dibawah
6 minggu sudah dapat memperlihatkan perbedaan emosi masing-masing individu yang
kelak akan membentuk bagian terpenting dari kepribadiaan mereka.
Ciri-ciri reaksi emosi yang berlainan itu berakar dari
perbedaan tempramen yang dimilik setiap individu, yaitu gaya atau cara
seseorang mendekati atau bereaksi terhadap orang lain atau terhadap berbagai
situasi. Jadi tempramen adalah
tentang bagaimananya suatu perilaku. Dengan perkataan lain bukan mengenai apa
yang dilakukan oleh seseorang atau mengapa orang melakukan tindakan itu
melainkan bagaimana tindakan itu dilaksanakan.
Thomas, Chess dan Birch (A. Thomas, Chess & Birch. 1984)
menyatakan bahwa ada 9 komponen dalam tempramen:
a. Tingkat
aktivitas
b.
Ritmisitas atau keteraturan
c. Pendekatan
atau penarikan diri
d.
Adaptabilitas
e.
Ambang kemauan mendengarkan
f.
Intensitas reaksi
g.
Kualitas suasana hati
h.
Kemudahan mengalihkan
perhatian
i.
Rentang perhatian dan
persistensi
Dengan
pola tempramen tersebut kebanyakan anak dapat digolongkan kedalam tiga
kategori, yaitu:
a.
Anak
yang mudah,
yaitu anak-anak yang memiliki tempramen yang menyenangkan, mempunyai ritme
biologis yang teratur, dan mempunyai kesiapan untuk menerima pengalaman baru.
Ciri-cirinya:
1) Tanggapannya
baik terhadap pengalaman baru dan perubahan
2) Cepat
mengikuti aturan jadwal tidur dan makan
3) Tersenyum
pada orang asing
4) Gampang
makan makanan yang baru dikenal
5) Dapat
menerima frustasi tanpa banyak rewel.
b.
Anak
yang sulit,
yaitu anak yang bertempramen mudah marah, ritme biologisnya tidak teratur, dan
tegang menghadapi situasi baru. Ciri-cirinya:
1) Jadwal
makan dan tidur tidak teratur
2) Lambat
menerima makanan yang baru dikenal
3) Curiga
terhadap orang asing
4) Sering
kali menangis keras dan juga tertawa keras
c.
Anak
yang lambat untuk memulai,
anak yang tempramennya sedang-sedang saja, yang ragu-ragu untuk menerima
pengalaman baru. Ciri-cirinya:
1) Tanggapanya
lambat terhadap pengalaman baru dan perubahan
2) Tidur
dan makan lebih teratur dari anak yang sulit tetapi kurnag teratur dari anak
yang mudah.
3) Dapat
menyukai rangsangan-rangsangan baru secara bertahap.
3. Kelekatan (Attachment)
Perkembangan sosial anak dengan
adanya hubungan antara anak dengan anggota keluarga (terutama keluarga). Dan
didalam sistem keluarga inilah pengalaman yang terpenting dirasakan oleh anak
yaitu terjadinya proses kelekatan. Dan kelekatan itu lebih bersifat kelekatan
secara emosional. John Bowlby menjelaskan bahwa kelekatan emosional adalah
istilah yang digunakan untuk menerangkan adanya ikatan afeksional yang kuat
yang mengikat seseorang dengan orang yang dekat dengannya. Kelekatan emosional
antara ibu dan anak sebenarnya sudah mulai dibentuk oleh ibu atau ayah sesaat
setelah kelahiran. Dari hasil penelitian, waktu yang tepat itu adalah 6-12 jam
setelah kelahiran karena masa itu adalah periode sensitif untuk terbentuknya
ikatan emosional. Ikatan terjadi karena adanya kontak fisik secara langsung.
4. Perkembangan Sosial
Walaupun keluarga adalah pusat lingkungan sosial bayi
tetapi bayi tetap berminat pada orang-orang diluar lingkungan keluarganya. Perkembangan sosial yang juga
merupakan dasar pembentukan kepribadian telah dimulai sejak awal kehidupan.
Bahwa mereka dapat mengadakan hubungan sosial terlihat dari reaksi anak
terhadap suara atau tangisan bayi lain. Minat
bayi pada bayi lain berubah-ubah tergantung pada prioritas perkembangannya.
Pada bulan-bulan pertam kehidupannya bayi sangat berminat pada bayi lain dan
berespon terhadap mereka seperti responnya terhadap ibunya sendiri; melihat;
tersenyum dan mendekut. Pada usia 6 bulan sampai 1 tahun ia makin sering
tersenyum, suka menyentuh dan meraban. Apalagi jika mereka tidak terganggu
dengan hadirnya orang dewasa atau mainan. Pada usia lebih kurang 1 tahun ketika
tugas perkembangan mereka yang utama adalah belajar berjalan, maka perhatian
mereka lebih banyak kepada mainan ketimbang anak lain.
Sama halnya dengan tempramen ternyata terdapat perbedaan
individual dalam perkembangan sosial anak yang telah dimulai sejak dini. Anak
yang secara konsisten selalu didekati oleh anak lain adalah anak yang tidak
terlampau asertif tetapi selalu membalas perhatian yang diberikan anak lain. Perkembangan sosial harus diikuti
dengan kontrol diri dan kemapuan untuk mengatur diri sendiri.
5. Perkembangan Psikososial
Menurut Erikson
a. Trust vs Misstrust
(Kepercayaan vs Kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa
oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani
pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus
menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan
terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya
untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu,
serta dapat membuang kotoron (eliminasi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada
tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kualitatif sangat menentukan
perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa
memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi
mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia
khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa
orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi.
Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh
ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui
pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri
dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan
mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya
dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu
tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa
hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari
kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan
lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang
lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa
peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa ada kesalahan/cacat. Karena
orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan menyebabkan anak punya
kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini dengan sebutan salah
penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah mempunyai
pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, dan akan
memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini.
Dengan kata lain,mereka akan mudah tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal
terburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan
yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah
kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya
frustasi, marah, sinis, maupun depresi.
Pada dasarnya setiap manusia
pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga rasa
ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan. Akan
tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya
untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu
mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya
dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada
perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat
atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada
tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai lebih yang akan
berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat
kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi
mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.
Pada aspek lain dalam setiap
tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi atau saling berhubungan
dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi
pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap
sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut terjalin dengan
baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu,
Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar
bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan penuh
penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Sebaliknya,
apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang dari
seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu
pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal
atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan). Pemujaan ini
dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau
sebaliknya anak akan memuja orang lain.
b. Otonomi vs Perasaan Malu dan
Ragu-ragu
Pada tahap kedua adalah tahap
anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang
berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus
diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat
memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi
antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat
menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh
anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap
malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya
sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan
seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan
mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau
ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk
mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau
perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada
suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol
diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat
anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk
menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak, anak dalam
perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua
terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga
anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak
seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak
pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus
mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada
sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua
dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat
tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa
mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan
ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri
bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap
maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata
hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan
ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang
disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu
menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka
lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak
dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan
yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis
antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika
diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai
yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari
Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap
mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban”.
Ritualisasi yang dialami oleh
anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana dan legalisme. Melalui
tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk dapat menilai mana
yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku orang lain yang
disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola pengasuhan
terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme yakni merasa puas
apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak yang menang
sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada penerapannya
menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa ampun, dan
tanpa rasa belas kasih.
materi di atas dapat didownload di sini
As claimed by Stanford Medical, It's really the one and ONLY reason women in this country get to live 10 years more and weigh on average 42 pounds less than we do.
BalasHapus(By the way, it has totally NOTHING to do with genetics or some hard exercise and absolutely EVERYTHING around "HOW" they are eating.)
P.S, What I said is "HOW", not "what"...
CLICK on this link to find out if this little questionnaire can help you decipher your true weight loss potential