Selasa, 28 Februari 2017

PERKEMBANGAN PADA MASA BAYI



Mata Kuliah
:
Psikologi Perkembangan AUD 2
Tatap Muka Ke-
:
5
Materi
:
Perkembangan fisik, kognitif, dan emosional pada masa bayi
Dosen Pengampu
:
Robik Anwar Dani, M.Psi


PERKEMBANGAN PADA MASA BAYI

A.   Perkembangan Fisik Masa Bayi
1.    Refleks
Bayi memiliki beberapa refleks dasar yang secara genetis merupakan mekanisme pertahanan hidupnya. Sifat refleks ini adalah otomatis dan berada di luar kendali bayi yang baru lahir. Refleks menghisap (sucking reflex) terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap benda yang ditempatkan di mulut mereka. Refleks mencari (rooting reflex) terjadi ketika pipi bayi diusap/dibelai, sebagai respon, bayi itu akan memalingkan kepalanya ke arah benda yang menyentuhnya. Refleks moro (reflex moro) adalah suatu respon tiba-tiba pada bayi yang baru lahir yang terjadi akibat suara atau gerakan yang mengejutkannya. Ketika dikagetkan, bayi akan melengkungkan punggungnya, melemparkan kepalanya ke belakang, dan merentangkan lengan dan kakinya. Semua refleksi ini akan menghilang pada usia 3 hingga 4 bulan. Menghisap adalah refleks yang sangat penting bagi bayi. Refleks ini merupakan rute bayi menuju pengenalan akan makanan. Tetapi banyak orang tua  yang benar-benar khawatir ketika kegiatan menghisap ibu jari pada anak-anak mereka terus berlangsung hingga ke tahun-tahun prasekolah dan sekolah dasar. Perbedaan-perbedaan individual pada susunan biologis anak-anak adalah salah satu hal yang menyebabkan keberlangsungan perilaku menghisap.

Tabel Perkembangan Refleks Bayi
Refleks
Stimulasi
Respons Bayi
Pola perkembangan
Mengejapkan mata
Sorotan cahaya dan tiupan
Menutup kedua mata
Permanen
Babinski
Telapak kaki diusap
Menyebarkan jari kaki, memutar-mutarkan kaki
Menghilang setelah 9 bulan hingga setahun
Memegang
Telapak kaki diusap
Menggenggam dengan kuat
Melemah setelah 3 bulan, menghilang setelah setahun
Moro (mengejutkan)
Stimulasi tiba-tiba, seperti mendengar suara nyaring atau diturunkan
Kaget, melengkungkan punggung, melempar kepala ke belakang, merentangkan lengan dan kaki kemudian menutupkannya dengan cepat ke pusat tubuh
Menghilang setelah 3 hingga 4 bulan
Mencari
Leher atau pinggir mulut diusap
Membalikkan kepala, membuka mulut, mulai menghisap
Menghilang setelah 3 hingga 4 bulan
Melangkah
Bayi diangkat dan kaki diturunkan untuk menyentuh permukaan
Menggerakkan kaki seolah-olah berjalan
Menghilang setelah 3 hingga 4 bulan
Mengisap
Benda menyentuh mulut
Mengisap secara otomatis
Menghilang setelah 3 hingga 4 bulan
Berenang
Bayi menaruh wajah ke bawah di dalam air
Membuat gerakan-gerakan berenang yang terkoordinasi
Menghilang setelah 6 hingga 7 bulan
Leher ditopang
Bayi ditelentangkan
Menggepalkan tinju kedua tangan dan biasanya membalikkan kepala ke kanan
Menghilang setelah 2 bulan

2.    Tinggi dan Berat
Pada waktu lahir, seorang bayi rata-rata mempunyai berat badan 3000 gram dan panjang badan 50 cm. Dalam beberapa hari pertama kehidupannya, kebanyakan bayi yang baru lahir kehilangan 5 hingga 7 persen berat tubuh mereka sebelum mereka belajar menyesuaikan diri dengan kegiatan makan yang terjadi setelah kelahiran. Segera setelah bayi menyesuikan diri dengan cara menghisap, menelan, dan mencerna, mereka tumbuh dengan cepat dan memperoleh berat kira-kira 5 hingga 6 ons per minggu selama bulan pertama. Bayi tumbuh kira-kira 1 inci per bulan selama tahun pertama.

3.    Keterampilan Motorik Kasar dan Halus
Keterampilan motorik kasar meliputi kegiatan otot-otot besar seperti menggerakkan lengan dan berjalan. Para pakar perkembangan anak yakin bahwa kegiatan motorik selama dua tahun adalah vital bagi perkembangan kompetensi anak dan bahwa hanya diperlukan sedikit pembatasan, untuk tujuan keselamatan, atas “petualangan” motorik mereka.
Keterampilan Motorik Kasar
Usia Normatif
Mengangkat dagu sambil tengkurap
Mengangkat dada sambil tengkurap
Duduk dengan bantuan
Duduk tanpa bantuan
Berdiri dengan bantuan
Berdiri dengan berpegang pada perabot
Merangkak
Berjalan dengan dibimbing
Berusaha berdiri sendiri
Naik tangga
Berdiri sendiri
Berjalan
Naik turun tangga tanpa bantuan
Dapat lari dan berjalan mundur
1 bulan
2 bulan
4 bulan
7 bulan
8 bulan
9 bulan
10 bulan
11 bulan
12 bulan
13 bulan
14 bulan
15 bulan
18 bulan
24 bulan

Keterampilan motorik halus meliputi gerakan-gerakan menyesuikan secara lebih halus, seperti ketangkasan jari. Perkembangan perilaku seperti meraih dan menggenggam semakin baik selam dua tahun pertama kehidupan. Pada mulanya, bayi hanya memperlihatkan gerakan bahu dan siku yang kasar, tetapi kemudian memperlihatkan gerakan pergelangan tangan, perputaran tangan, dan koordinasi ibu jari dan jari telunjuk tangan.

4.    Perkembangan Sensori
a.    Pendengaran
Segera setelah kelahiran, bayi dapat mendengar, walaupun ambang pintu sensor mereka agak lebih tinggi di bandingkan dengan ambang pintu sensor orang dewasa. Oleh karenanya, suatu rangsangan harus lebih nyaring untuk didengarkan oleh bayi yang baru lahir.
b.    Sentuhan dan Rasa Sakit
Bayi-bayi yang baru lahir ternyata memberi respon terhadap sentuhan. Sentuhan ke pipi menghasilkan gelengan kepala, sedangkan sentuhan ke bibir menghasilkan gerakan menghisap. Suatu kemampuan yang sangat penting yang berkembang pada masa bayi ialah kemampuan menghubungkan informasi atas penglihatan dengan informasi yang mereka terima atas sentuhan. Para ahli beranggapan bahwa bayi yang baru lahir belum dapat merasakan nyeri. Kebiasaan menyunat bayi berusia 3 hari yang lazim dilakukan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa bayi-bayi yang sedang disunat itu akan menangis keras-keras dan tampak gelisah.
c.    Penciuman
Bayi akan gelisah, menggerak-gerakkan tangan dan kakinya serta berubah pernafasannya apabila didekatkan kepada asafesida, suatu zat yang sangat busuk baunya. Ini mambuktikan bahwa mereka sudah dapat mencium bau. Bayi berusia 2 sampai 7 hari sudah dapat mencium dan mengenal bau payudara ibu dan bau ASI, namun mereka baru dapat mengidentifikasikan bau ibunya setelah berusia beberapa minggu.
d.    Pengecapan
Sensitivitas atau kepekaan terhadap rasa dapat muncul sebelum kelahiran. Jika cairan amnion dari janin yang cukup waktu diberi sakharin (pemanis), maka janin akan makin sering menelan. Dalam penelitian lain, bayi-bayi yang baru lahir memperlihatkan suatu ekspresi seperti senyum setelah diberi suatu larutan manis. Sebaliknya, mereka mengerutkan lidah mereka setelah diberi suatu larutan asam. Dan dalam satu studi, bayi-bayi berusia 1 hingga 3 hari menangis lebih sedikit ketika mereka diberi larutan sukrosa melalui suatu dot.
e.    Pengelihatan
Daya pengelihatan seorang bayi itu mula-mula belum berfungsi dengan baik dan belum terkoordinasi. Namun, bayi yang baru lahir telah diberikan sebuah kesiapan untuk merespons secara diferensial bebagai aspek pengelihatannya. Bayi-bayi pada umumnya tertarik pada cahaya, pada person, dan benda-benda yang bergerak daripada melihat warna merah, kuning ataupun putih. Pada umumnya perkembangan pengelihatan pada bayi itu berlangsung sebagai berikut:
1)    Usia 5 hari: Bayi mampu mengikuti gerak seberkas cahaya.
2)    Usia 3 minggu: Bayi mampu mengikuti sejenak gerak suatu benda.
3)    Usia 5 minggu: Bayi mampu mengikuti benda yang bergerak secara horizontal (berdiri).
4)    Usia 9 minggu: Bayi mampu mengikuti benda yang bergerak secara vertical (terlentang).
5)    Usia 2 tahun: Anak mampu menggunakan matanya sama terampilnya dengan kemampuan orang dewasa. Artinya, dengan sendirinya anak baru mampu melihat dengan “sudut pandangan sendiri”, dan dengan pengertian yang masih sederhana.
 
B.   Perkembangan Kognitif Masa Bayi
Perkembangan kognitif bayi sangat menantang untuk diteliti karena banyak yang meragukan apakah bayi sudah dapat berpikir atau belum. Penelitian dibidang ini dalam beberapa dekade teakhir memperlihatkan bahwa bayi yang normal dan sehat, kompeten secara intelektual. Mereka dapat belajar secara aktif menanggapi dan mengubah lingkungannya.

1.    Teori Piaget tentang Perkembangan Bayi
a.    Tahap perkembangan sensoris-motorik
Tahap sensoris-mortorik Piaget berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira usia 2 tahun, sama dengan periode masa bayi. Salama masa ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
Pada permulaan tahap sensoris-motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar refleks yang digunakannya untuk bekerja. Anak berusia 2 tahun memiliki pola-pola sensoris-motorik dan kompleks dan mulai berkomunikasi dengan suatu sistem simbol yang primitif. Tidak seperti tahap-tahap lain, tahap sensoris-motorik dibagi lagi kedalam enam tahap, yang masing-masing meliputi perubahan-perubahan kualitatif tahapan organisasi sensoris-motorik. Dari subtahap ke subtahap, skema yang terbentuk akan berubah. Perubahan inilah yang menjadi inti tahapan piaget.
Subtahap Perkembangan Sensori-Motorik Bayi
Subtahap
Usia
Karakteristik
Refleks Sederhana (Simple Reflex)
0 – 1
alat dasar koordinasi sensasi dan aksi ialah melalui perilaku refleksif, seperti mencari dan mengisap, yang dimiliki bayi sejak kelahiran.
Reaksi Sirkuler Primer (Primary Circular Reaction)
1 – 4
Akomodasi (modifikasi) refleks untuk menyesuaikan objek dan pengalaman baru; bayi mengulangi reaksi yang bersfiat sederhana seperti membuka dan menutup mata, menarik selimut untuk mendapatkan kesenangan. Jadi, tindakan yang berulang-ulang difokuskan pada tubuh bayi sendiri.
Reaksi Sirkuler Sekunder (Secondary Circular Reactions)
4-8
Tindakan yang diulang sudah terfokus pada objek; tindakan digunakan untuk mencapai tujuan; tetapi secara sembrono; perhatian terhadap benda-benda bergerak, mengayunkan lengan dan kakinya semata-mata untuk mencapai kesenangan.
Koordinasi Reaksi Sirkuler Sekunder (Coordination of Secondary Circular Reaction)
8-12
Bayi sudah dapat menguasai sistem respons dan mengkombinasikan tindakan dengan tindakan yang telah diperoleh sebelumnya (skema) untuk mendapatkan sesuatu. Bayi dapat melihat pada suatu benda dan meggenggamnya secara serentak.
Reaksi Sirkuler Tersier, Pencarian, dan Keingintahuan (Tertiary Circular Reaction, Novelty, and Curiosity)
12-18
Anak  mulai aktif menggunakan reaksi yang bersifat “trial and error” untuk mempelajari objek-objek di sekitarnya. Kegiatan coba-coba yang dilakukannya mulai bisa mengubah gerak-geriknya untuk mencapai suatu tujuan yang lebih jelas. Tahap ini menandai titik awal perkembangan keingintahuan dan minat pada sesuatu yang baru.
The First Symbol
18-24
Fungsi mental bayi barubah dari suatu taraf sensoris-motoris murni menjadi taraf simbolis, dan bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol primitif

2.    Intelegensi dan Tes Intelegensi pada Bayi
Setiap anak mempunyai perkembangan yang berbeda sesuai dengan kemampuan masing-masing. Perbedaan individual dalam perkembangan kognitif anak pada umumnya diteliti dengan menggunakan skala perkembangan atau dengan tes intelegensi.
Skala perkembangan atau tes intelegensi yang digunakan untuk bayi lebih banyak bersifat non-verbal. Skala perkembangan bayi misalnya, lebih banyak menekankan pada asesmen perkembangan persepsi motorik anak dan mengukur interaksi sosial anak.
Kontributor pertama yang paling penting bagi pelaksanaan tes perkembangan bayi ialah Arnold Gesell (1934). Versi tes Gesell yang sekarang digunakan ini memiliki empat kategori perilaku: motorik, bahasa, daya adaptif, dan interaksi personal-sosial. Development quotient (DQ) ialah skor perkembangan keseluruhan yang meliputi subskor pada bidang motorik, bahasa dan daya adapatif, dan interaksi personal-sosial dalam pengukuran bayi Gesell.
Skala perkembangan bayi Bayley (Bayley Scales of Infant Development), yang dikembangkan oleh Nancy Bayley (1969), digunakan secara luas dalam pengukuran perkembangan bayi. Versi terbaru memiliki tiga komponen: skala mental, skala motorik, dan profil perilaku bayi. Tidak seperti Gesell, yang skalanya dimotivasi oleh alasan klinis, Bayley ingin mengembangkan skala yang dapat memperlihatkan perilaku bayi dan meramalkan perkembangan kemudian.  

3.    Perkembangan Bahasa
Kemampuan dan kesiapan belajar bahasa pada manusia mengalami perkembangan setelah kelahirannya. bahkan menurut Havighurts (1984), kemampuan menguasai bahasa,dalam arti membuat suara-suara yang berarti dan berhubungan dengan orang lain melalui penggunaan suara-suara itu, merupakan salah satu tugas yang harus dicapai pada masa bayi. Hal ini adalah karena urat-urat saraf dan otot-otot  alat bicara sudah berkembang secara baik secara lahir.
Sejak akhir bulan pertama, bayi dapat membedakan suara manusia dengan suara-suara lainnya, dan pada usia 2 bulan mereka merespons secar berbeda terhadap suara yang berasal dari ibunya  dan dari wanita lain yang belum di kenalnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa bayi, seperti halnya orang dewasa, sudah dapat membedakan antara huruf mati dan huruf konsonan, seperti “pah” atau “bah”. Kemampuan ini muncul dalam diri bayi kira-kira usia 1 bulan.
Di samping memiliki kemampuan berbahasa yang dapat berkembang dengan cepat. Seseorang yang bangun tengah malam karena tangisan bayi usia 3 minggu menunjukkan bahwa  bayi itu tidak diam atau pasif.
Kaplan (1971) mengidentifikasi empat tahap produksi bunyi pada bayi, yaitu: (1) tangisan, yang dimulai pada kelahiran; (2) suara-suara lain yang mendengkur, yang di mulai pada akhir bulan pertama; (3) ocehan, yang dimulai pada pertengahan tahun pertama; dan (4) suara yang telah di polakan pada usia menjelang 1 tahun.
Suara pertam yang diucapkan oleh seorang bayi yang baru lahir adalah tangisan. Melalui tangisan, bayi memberitahukan kenbutuhannya kepada orang lain, seperti untuk menghilangkan rasa lapar, pedih, lelah, dan keadaan tubuh yang tidak menyenangkan lainnya.
Selama bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi juga banyak mengeluarkan suara-suara sederhana, seperti merengek, menjerit, menguap, bersin, mengeluh, batuk dan sebagainya. Kemudian pada usia kira-kira 2 hingga 6 bulan,bayi mulai memperlihatkan suatu minat terhadap suara, bermain dengan air liur dan merespons suara. Pada usia 6 bulan bayi mulai mengoceh, mengeluarkan suara, seperti “goo-goo” dan “ga-ga”.
Pada pertengahan kedua tahun pertama perbendaharaan kata yang diterima bayi mulai berkembang dan meningkat secara dramatis pada tahun kedua. Pada usia kira-kira 9 hingga 12 bulan, bayi mulai memahami pelajaran, seperti, “daah” ketika kita mengucapkan selamat tinggal.
Pada saat anak-anak berusia 18 hingga 24 bulan, mereka biasanya mengucapkan pertanyaan yang terdiri dari dua kata. Selama tahap kedua kata ini, mereka dengan cepat memahami pentingnya mengekspresikan konsep dan peran yang akan dimainkan oleh bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain. Berikut perkembangan bahasa selama masa bayi ini:
Perkembangan Bahasa Bayi
Usia
Pencapaian Vokal
4 minggu
Tangisan ketidaksenangan
12 minggu
Mendengkur pulas, memekik mendeguk; kadang-kadang bunyi vocal
20 minggu
Menyatakan ocehan pertama; bunyi vokal lebih banyak, tapi kadang-kadang hanya huruf mati.
6 bulan
Memperlihatkan ocehan yang labih baik; bunyi vokal mulai penuh dan banyak huruf mati.
12 bulan
Ocehan meliputi nyanyian atau intonasi bahasa; mengungkapkan isyarat emosi; memproduksi kata-kata pertama; anak memahami beberapa kata dan perintah sederhana.
18 bulan
Mengucapkan kosakata antara 3 hingga 50 kata; ocehan di selingi dengan kata-kata yang riil; kadang-kadang kalimat yang terdiri dari 2 dan 3 kata.
24 bulan
Mengucapkan kosa kata antara 50 hingga 300 kata, walaupun tidak semua digunakan dengan teliti; ocehan menghilang; banyak kalimat yang terdiri dari 2 kata atau lebih panjang; tata bahasa belumbenar; anak memahami secar sangat sederhana bahasa yang di btuhukannya.

C.   Perkembangan Emosi dan Sosial
Perkembangan emosi dan sosial merupakan dasar perkembangan dan kepribadiaan anak kelak. Emosi, yang kehadirannya jauh lebih awal dari kemampuan berbahasa maupun kemampuan kognitif anak merupakan alat untuk berkomunikasi pada masa bayi ini. Hubungan emosional yang dibentuk oleh bayi selama masa ini dengan orang-orang yang dekat dengannyalah yanga akan mempengaruhi cara ia berinteraksi dengan orang lain dimasa yang akan datang. Pengalaman sosial pada masa dini adalah pengalaman terpenting, dan masa bayi adalah periode yang peka untuk perkembangan kepribadian. Perkembangan emosi dan sosial bayi meliputi emosi bayi, tempramen, kelekatan (attachment) dan perkembangan sosial anak.
1.    Emosi Bayi
Beberapa saat setelah kelahiran, bayi dapat menunjukan minat, sedih, muak dan tersenyum. Dibawah ini akan diperlihatkan sekilas pintas perkembangan emosi bayi sejak lahir hingga usia 1 tahun.
a.    0-1 bulan
Bayi relatif tidak responsif, jarang bereaksi terhadap rangsangan luar. Namun pada usia ini bayi sudah dapat menangis . karena menangis adalah mekanisme yang paling penting yang dikembangkan oleh bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi dengan dunianya. Hal ini benar karena tangisan pertama bayi membuktikan adanya adanya udara dalam paru-paru bayi. Tangisan juga dapat membantu dokter atau peneliti untuk meneliti sesuatu tentang sistem syaraf pusat. Bayi memiliki tiga tipe tangisan, yaitu:
1)    Tangisan Dasar (basic cry), yaitu suatu pola berirama yang biasanya terdiri dari satu tangisan yang diikuti oleh diam sesaat diteruskan oleh satu siulan kecil pendek dengan nada agak lebih tinggi dibandingkan dengan tangisan utama lalu diakhiri dengan istirahat singkat lain sebelum tangisan berikutnya. (hal yang mendorong adalah karena rasa lapar).
2)    Tangisan Kemarahan (anger cry), yaitu suatu variasi dari tangisan dasar. Akan tetapi didalam tangisan kemarahan lebih banya udara dikeluarkan. Tangisan kemarahan “mendapatkan namanya” dari ibu-ibu yang menyimpulkan kegusaran dan kemarahan dari tangisan itu.
3)    Tangisan Kesakitan (pain cry), yang dirangsang oleh rangsangan yang intensitasnya tinggi. Lalu dalam arti ada suatu kemunculan tangisan keras yang tiba-tiba tanpa rintihan/erangan pendahuluan dan suatu tangisan awal yang panjang yang diikuti oleh suatu upya menarik nafas cukup lama.

Kebanyakan orangtua dan orang dewasa pada umumnya dapat menentukan apakah bayi memperlihatkan kemarahan atau kesakitan. Namun apakah tangisan bayi harus diberi perhatian atau bayi harus dibujuk atau apakah ini akan memanjakan bayi?
John Watson (1928) berpendapat bahwa orang tua menghabiskan terlalu banyak waktunya untuk merespon bayi yang sedang menangis. Ia mengatakan, sebagai konsekuensinya orang tua sebenarnya memberi hadiah pada bayinya yang sedang menangis dan meningkatkan terjadinya tangisan. Karena itu munculah kontroversi atas isu apakah orang tua seharusnya merespon tangisan bayi. Akan tetapi, banyak ahli perkembangan semakin gencar mengajukan pendapat bahwa bayi tidak boleh dimanjakan pada tahun pertama kehidupanya dan mereka berpendapat bahwa orangtua harus segera menenangkan bayi yang sedang menangis daripada tidak diberi respon sama sekali. Dengan demikian bayi akan cenderung mengenbangkan suatu rasa percaya dan secure attachmentdengan pengasuhnya pada tahun pertama kehidupan bayi.
b.    1-3 bulan
Bayi terbuka terhadap rangsangn. Mereka mulai memperlihatkan minat dan rasa ingin tahu dan suka tersenyum terhadap orang lain. Senyuman adalah perilaku afektif komunikatif bayi yang juga penting. Ada dua tipe senyuman pada bayi, yaitu:
1)    Senyuman refleksif (reflexsive smile) tidak terjadi sebagai respon terhadap rangsangan dari luar. Senyuman ini tampak selama bulan pertama setelah kelahiran, biasanya selam terjadinyav pola tidur yang tidak teraturdan bukan ketika bayi sedang dalam keadaan terjaga.
2)    Senyuman sosial (social smile) terjadi sebagai respon terhadap suatu rangsangan dari luar yaitu pada awal perkembangan, khususnya sebagai respon terhadap wajah yang ia lihat.
c.    3-6 bulan
Bayi dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi, dan dapat kecewa bila hal tersebut tidak terlaksana. Kekecewaan diungkapkan dalam bentuk kemarahan atau kewaspadaan. Mereka sering tersenyum, mendekut, dan tertawa. Saat ini adalah saat membangun hubungan sosial dan hubungan timbale balik antara bayi dan pengasuhnya.
d.    7-9 bulan
Bayi mulai main “permainan sosial” dan mencoba memperoleh tanggapan dari orang lain. Mereka “berbicara”, menyentuh dan membujuk bayi lain agar mau menanggapinya. Mereka dapat mengekspresikan berbagai macam emosi, memperlihatkan kegembiraan, rasa takut, rasa marah dan keheranan.
e.    9-12 bulan
Bayi sangat asyik bersama pengasuh utamanya, mulai takut terhadap orang asing, dan berlaku lunak terhadap situasi baru. Pada usia 1 tahun mereka dapat lebih jelas mengomunikasikan emosi mereka, memperlihatkan suasana hati, dan gradasi perasaanya.

2.    Tempramen
Jika kita perhatikan, setiap bayi itu berbeda. Ada yang penggembira, ada yang mudah sedih, ada yang tidak terlalu tanggap terhadap rangsangan emosi dan sebagainya. Dalam beberapa hal lingkungan memang sangat berpengaruh terhadap pembentukan emosi anak. Namun, kebanyakan bayi sudah sejak dini memperlihatkan gambaran emosi atau sifat-sifat yang menetapsampai ia dewasa kelak, hal mana mengisyaratkan adanya suatu komponen biologis dalam kepribadian anak. Bayi dengan usia dibawah 6 minggu sudah dapat memperlihatkan perbedaan emosi masing-masing individu yang kelak akan membentuk bagian terpenting dari kepribadiaan mereka.
Ciri-ciri reaksi emosi yang berlainan itu berakar dari perbedaan tempramen yang dimilik setiap individu, yaitu gaya atau cara seseorang mendekati atau bereaksi terhadap orang lain atau terhadap berbagai situasi. Jadi tempramen adalah tentang bagaimananya suatu perilaku. Dengan perkataan lain bukan mengenai apa yang dilakukan oleh seseorang atau mengapa orang melakukan tindakan itu melainkan bagaimana tindakan itu dilaksanakan.
Thomas, Chess dan Birch (A. Thomas, Chess & Birch. 1984) menyatakan bahwa ada 9 komponen dalam tempramen:
a.    Tingkat aktivitas
b.    Ritmisitas atau keteraturan
c.    Pendekatan atau penarikan diri
d.    Adaptabilitas
e.    Ambang kemauan mendengarkan
f.     Intensitas reaksi
g.    Kualitas suasana hati
h.    Kemudahan mengalihkan perhatian
i.      Rentang perhatian dan persistensi  
            Dengan pola tempramen tersebut kebanyakan anak dapat digolongkan kedalam tiga kategori, yaitu:
a.    Anak yang mudah, yaitu anak-anak yang memiliki tempramen yang menyenangkan, mempunyai ritme biologis yang teratur, dan mempunyai kesiapan untuk menerima pengalaman baru. Ciri-cirinya:
1)    Tanggapannya baik terhadap pengalaman baru dan perubahan
2)    Cepat mengikuti aturan jadwal tidur dan makan
3)    Tersenyum pada orang asing
4)    Gampang makan makanan yang baru dikenal
5)    Dapat menerima frustasi tanpa banyak rewel.
b.    Anak yang sulit, yaitu anak yang bertempramen mudah marah, ritme biologisnya tidak teratur, dan tegang menghadapi situasi baru. Ciri-cirinya:
1)    Jadwal makan dan tidur tidak teratur
2)    Lambat menerima makanan yang baru dikenal
3)    Curiga terhadap orang asing
4)    Sering kali menangis keras dan juga tertawa keras
c.    Anak yang lambat untuk memulai, anak yang tempramennya sedang-sedang saja, yang ragu-ragu untuk menerima pengalaman baru. Ciri-cirinya:
1)    Tanggapanya lambat terhadap pengalaman baru dan perubahan
2)    Tidur dan makan lebih teratur dari anak yang sulit tetapi kurnag teratur dari anak yang mudah.
3)    Dapat menyukai rangsangan-rangsangan baru secara bertahap.

3.    Kelekatan (Attachment)
            Perkembangan sosial anak dengan adanya hubungan antara anak dengan anggota keluarga (terutama keluarga). Dan didalam sistem keluarga inilah pengalaman yang terpenting dirasakan oleh anak yaitu terjadinya proses kelekatan. Dan kelekatan itu lebih bersifat kelekatan secara emosional. John Bowlby menjelaskan bahwa kelekatan emosional adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan adanya ikatan afeksional yang kuat yang mengikat seseorang dengan orang yang dekat dengannya. Kelekatan emosional antara ibu dan anak sebenarnya sudah mulai dibentuk oleh ibu atau ayah sesaat setelah kelahiran. Dari hasil penelitian, waktu yang tepat itu adalah 6-12 jam setelah kelahiran karena masa itu adalah periode sensitif untuk terbentuknya ikatan emosional. Ikatan terjadi karena adanya kontak fisik secara langsung.

4.    Perkembangan Sosial
Walaupun keluarga adalah pusat lingkungan sosial bayi tetapi bayi tetap berminat pada orang-orang diluar lingkungan keluarganya. Perkembangan sosial yang juga merupakan dasar pembentukan kepribadian telah dimulai sejak awal kehidupan. Bahwa mereka dapat mengadakan hubungan sosial terlihat dari reaksi anak terhadap suara atau tangisan bayi lain. Minat bayi pada bayi lain berubah-ubah tergantung pada prioritas perkembangannya. Pada bulan-bulan pertam kehidupannya bayi sangat berminat pada bayi lain dan berespon terhadap mereka seperti responnya terhadap ibunya sendiri; melihat; tersenyum dan mendekut. Pada usia 6 bulan sampai 1 tahun ia makin sering tersenyum, suka menyentuh dan meraban. Apalagi jika mereka tidak terganggu dengan hadirnya orang dewasa atau mainan. Pada usia lebih kurang 1 tahun ketika tugas perkembangan mereka yang utama adalah belajar berjalan, maka perhatian mereka lebih banyak kepada mainan ketimbang anak lain.
Sama halnya dengan tempramen ternyata terdapat perbedaan individual dalam perkembangan sosial anak yang telah dimulai sejak dini. Anak yang secara konsisten selalu didekati oleh anak lain adalah anak yang tidak terlampau asertif tetapi selalu membalas perhatian yang diberikan anak lain. Perkembangan sosial harus diikuti dengan kontrol diri dan kemapuan untuk mengatur diri sendiri.

5.    Perkembangan Psikososial Menurut Erikson
a.    Trust vs Misstrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminasi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kualitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini dengan sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah mempunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini. Dengan kata lain,mereka akan mudah tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi.
Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.
Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan). Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan memuja orang lain.
b.    Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.
Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.
Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.
Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban”.
Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana dan legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk dapat menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak yang menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa ampun, dan tanpa rasa belas kasih.

materi di atas dapat didownload di sini

1 komentar:

  1. As claimed by Stanford Medical, It's really the one and ONLY reason women in this country get to live 10 years more and weigh on average 42 pounds less than we do.

    (By the way, it has totally NOTHING to do with genetics or some hard exercise and absolutely EVERYTHING around "HOW" they are eating.)

    P.S, What I said is "HOW", not "what"...

    CLICK on this link to find out if this little questionnaire can help you decipher your true weight loss potential

    BalasHapus