Token economy adalah sebuah program dimana sekelompok
individu bisa mendapatkan token untuk beberapa perilaku yang diharapkan muncul,
dan token yang dihasilkan bisa ditukar dengan back up reinforcer. Token economy dibuat
berdasarkan prinsip conditioning
reinforcement. Conditioning
reinforcement adalah stimulus yang tidak secara langsung menguatkan
perilaku, namun stimulus tersebut bisa menjadi penguat jika dipasangkan dengan
reinforcer lain. Ada tiga
karakteristik dasar yang dimiliki token
economy sebagai suatu program dalam modifikasi perilaku, yaitu:
1. Perilaku yang akan diperkuat dipaparkan dengan
jelas.
2. Prosedur yang digunakan adalah dengan
memberikan reinforcing stimuli
(token) saat perilaku target muncul.
3. Aturan yang ada direncanakan untuk mengatur
pertukaran token untuk setiap objek atau peristiwa yang akan diperkuat.
Langkah-langkah implementasi token economy
adalah sebagai berikut:
1.
Menentukan Perilaku Target
(Deciding on the target behaviors)
Semakin homogen individu kelompok yang akan dikenai token economy, maka akan semakin mudah
menstandardisasikan aturan-aturan yang berlaku dalam token economy.
2.
Mencari Garis Basal
(Taking baselines)
Yakni memperoleh data sebelum melakukan penanganan,
biasanya melalui pengamatan selama dua minggu terhadap perilaku target. Sesudah
program dimulai, kita bisa membandingkan data dengan data yang diperoleh saat
menentukan garis basal, sehingga dapat menentukan efektivitas program.
3.
Memilih Back
up Reinforcer
(Selecting
backup reinforcement)
Perlu diperhatikan bagaimana karakteristik peserta
program dan apa saja kira-kira barang yang dibutuhkannya. Barang yang menjadi penguat
pendukung haruslah barang yang dapat digunakan
(consumable). Perlu diperhatikan
pula tempat penyimpanan dan dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan program.
4.
Memilih Tipe Token Yang Akan Digunakan
(Selecting the type of tokenc to use)
Secara umum, tipe token haruslah menarik, ringan,
mudah dipindahkan, tahan lama, mudah dipegang, dan tidak mudah dipalsukan.
Beberapa contoh yaitu stiker, keping logam, koin, check-mark, poin, poker chip,
stempel yang dicap di buku, tanda bintang, kartu, dll.
5.
Mengidentifikasi Sumber-sumber Yang Bisa Membantu
(Mengidentifikasi aviable help)
Beberapa sumber yang bisa membantu adalah staf,
relawan, mahasiswa, residen, orang yang akan dikenai token itu sendiri.
6.
Memilih Lokasi Yang Tepat
(Choosing the location)
Token dapat diberikan dimana saja, asal diberikan
setelah perilaku target muncul.
7.
Menyiapkan manual atau pedoman Token Economy pada klien
(Preparing manual guide)
Ada suatu prosedur spesifik dalam penerapan
program token economy,
yakni sebagai berikut:
1. Keeping data
Perlu diperhatikan bagaimana cara penyimpanan
data, kertas data yang akan digunakan, siapa dan bagaimana data itu akan
dicatat.
2. Reinforcing agent
Siapa yang akan memberikan penguat atau agen penguat
(reinforcing agent), dan untuk
perilaku apa.
3. Number or frequency of tokens to pay
Menentukan jumlah token yang bisa didapat pada
setiap perilaku. Pemberian
token dapat mulai dikurangi bila perilaku target telah terbetuk.
4. Managing the backup reinforcement
Menyusun prosedur dan menentukan jumlah token
untuk memperoleh back up reinforcer.
Pada awal program, frekuensi penyediaan penguat pendukung harus cukup tinggi,
lalu berkurang secara bertahap.
5. Possible
punishment contingencies
Berhati-hati terhadap kemungkinan munculnya
hukuman. Ada kemungkinan hukuman bersyarat (possible punishment contingencies).
Klien membayar dengan token bila ia melakukan tindakan kontraproduktif.
6. Supervision of staff
Memastikan bahwa tugas yang harus dilakukan
staf sudah jelas, dan pemberian penguat pada staf.
7. Handling potential problems
Membuat rencana untuk menghadapi kemungkinan
masalah yang akan timbul. Masalah yang biasa timbul antara lain, kebingungan,
kekurangan staf, peserta merusak token, dan lain-lain.
Beberapa keuntungan token
economy, yakni:
1.
Token dapat diberikan
langsung untuk dikumpulkan guna memperoleh penguat pendukung, token dapat digunakan sebagai
jembatan sebelum penguat sesungguhnya diperoleh setelah munculnya perilaku
target.
2.
Token memudahkan pemberian
dan penguat yang ajeg dan efektif bila
diterapkan untuk kelompok.
Ada beberapa kelemahan
metode token economy, yakni:
1. Kurangnya pembentukan motivasi intrinsik,
karena token merupakan dorongan dari luar diri.
2. Dibutuhkan dana lebih banyak untuk penyediaan penguat
pendukung atau back up reinforcer
3. Adanya beberapa hambatan dari orang yang
memberikan dan menerima token.
B. Time out
Time out adalah memindahkan seseorang dari
situasi yang lebih menguatkan ke situasi yang kurang menguatkan. Ada 2 jenis time
out: ekslusif dan non-ekslusif. Time out ekslusif dengan memindahkan
subjek dalam waktu yang singkat (5 menit) dari situasi dimana penguatan
terjadi. Sering terdapat ruangan khusus yang disebut ruang time out.
Ruangan ini didesain untuk mencegah subjek melukai dirinya. Waktu di ruangan time
out sebaiknya tidak terlalu lama, 5 menit dirasa cukup efektif (Bratner
& Doherty, 1983; Fabiano et al. 2004). Time out non-ekslusif terdiri
dari mengenalkan subjek ke dalam situasi dimana stimulus diasosiasikan dengan
penguat yang lebih sedikit. Contoh dari Foxx dan Shapiro (1978) Anak di ruang
kelas memakai pita yang akan dilepaskan saat anak melakukan perbuatan yang
mengganggu/nakal. Saat pita dilepaskan,
maka anak tidak boleh mengikuti kegiatan di dalam kelas dan diabaikan oleh
gurunya.
Time out, sebuah teknik pendisiplinan efektif yang tampaknya
sederhana tetapi sangat efektif. Menurut Carrol; Reid; Moline (2005) time
out adalah sebuah perkakas berharga untuk mengajari anak-anak ketika mereka
hilang kendali, mereka butuh waktu untuk mengatur pikiran dan perasaan mereka
sendiri. Kemudian setelah mereka tenang, mereka dapat membicarakan perasaan
itu. Jadi time out sebagai waktu bagi anak-anak berpikir dan bernapas.
Dengan melakukan ini, mereka akan belajar bersadar dan bertanggung jawab. Beberapa langkah time out yang
efektif:
1.
Beri peringatan
Berilah tanda akan tibanya time
out. Jangan langsung menarik anak dan membawanya ke dalam time out.
Hal ini akan membuat anak semakin marah dan dia memang berhak untuk semakin
marah. Tentukan sistem peringatan apa yang bisa
digunakan, dan jadikan hal itu bagian dari aturan time out. Contohnya,
memberi sekali peringatan “kamu tidak boleh memukul, kalau kamu memukul
saudaramu lagi, kamu masuk time out. Selain itu, ada juga konsep tiga
kali pukulan dan kemudian time out diberikan ketika pukulan ketiga
dilancarkan.
2. Satu menit time out untuk setiap tahun umur anak
Time out paling
mujarab pada anak mulai usia dua tahun, karena anak yang belum berusia dua
tahun belum paham dengan konsep yang ada. Seperti pengatur waktu dapur atau jam
weker dipasang. Time out harus selalu
berjalan di tempat yang sama. Untuk anak-anak usia dua sampai empat tahun,
tempatkan anak-anak di tempat time out yang dapat kami lihat atau paling
tidak dapat didengar mereka. Pilihlah ruang lapang atau tempat mereka tidak
bisa membuat kenakalan, seeprti adanya tempat tidur pada tempat time out
karena mereka hanya akan tidur. Kemudian, tidak menjalin kontak dengan seorang
anak yang sedang berada dalam time out, tetapi si anak sendiri tahu
bahwa kita ada di sana. Anak-anak yang lebih besar
daapt ditempatkan di dalam time out di sebuah ruangan sendirian, asalkan
tempat itu tempat yang tenang, hening, dan tidak ada pengalihan perhatian lain
seperti TV atau computer,dll. Jangan pernah kunci anak di sebuah ruangan selama
time out. Hal ini tidak aman, menakutkan, dan kejam dari sudut pandang
si anak.
3. Taruh pengatur waktu di tempat yang bisa di lihat oleh anak
Pengaturan waktu itu punya angka yang
besar, ada suara detaknya, dan dilengkapi dengan bunyi panjang ketika waktu
habis. Pastikan anak dapat melihat pengatur atau jam. Anak-anak yang lebih
besar dan sudah kenal waktu dapat memahami konsep lambatnya waktu berlalu
ketika mereka berada di dalam time out dan tidak melakukan apa-apa
kecuali memandangi jam.
4. Ulang pengatur waktu jika anak meninggalkan tempat time out
Pelanggaran apa pun yang terjadi,
atau apakah anak yang berusia tujuh tahun baru berada di dalam time out
selama enam menit dan enam puluh sembilan detik, jika anak keluar dari tempat time
out, maka pengaturan waktu akan dimulai dari awal lagi. Hal ini menunjukkan tidak ada tawar-menawar. Anak-anak suka mencoba dan
meloloskan dirinya dengan rayuan keluar dari time out. Namun, kalau
anak-anak ingin bernyanyi, menari, bergoyang, atau bergumam selama time out,
itu hak mereka. Sebagian anak kesulitan duduk diam ketika mereka berpikir, jadi
memaksa mereka untuk diam hanya akan memperparah situasi. Pengaturan waktu akan
dimulai dari awal hanya jika si anak secara fisik keluar dari tempat time
out.
5. Orang tua atau pemberi time out tidak boleh menginterupsi time
out
Sebesar apa pun permohonan dan
rengekan yang muncul, kita harus tegas dan tidak boleh menyerah. Kedua orang
tua atau pemberi time out harus bekerja sama sebagai satu tim dalam
urusan time out. Satu orangtua sering tidak tahan mendengar tangisan,
dan ingin masuk ke dalam tempat time out dan menenangkan atau berbicara
dengan si anak.
6. Pembicaraan setelah time out adalah bagian yang penting
Berbicara setelah time out akan
membersihkan suasana. Duduk dan tanyakan kepada anak-anak apa yang terjadi, dan
apa yang mereka rasakan, kenapa kenakalan itu terjadi. Tanyakan pertanyaan ini
kepada mereka dengan tenang dan dengarkan tanpa menghakimi.
C. Extintion
Prosedur penghentian
pemberian penguatan pada perilaku yang semula dikuatkan kembali pada perilaku
awal (sebelum diberi penguatan). Salah satu karakteristik dari proses extinction
adalah jika salah satu perilaku yang tidak diberi penguat, mengalami
peningkatan dari segi frekuensi, durasi maupun intensitasnya, sebelum pada
akhirnya berkurang dan hilang untuk selamanya. Peningkatan pada frekuensi,
intensitas, dan durasi selama proses extinction disebut dengan Extinction
Burst.
Pola berkurangnya perilaku
setelah dihentikannya pemberian penguat, tergantung pada beberapa faktor
berikut ini:
1.
Jadwal pemberian penguat
Pola berkurangnya perilaku setelah dihentikannya penguat
tergantung pada jadwal pemberian penguat sebelum penghapusan ini. Jadwal penguat
terus menerus lebih cepat proses hapusnya daripada jadwal berselang. Jadwal
bervariasi lebih resistan daripada jadwal berjangka sama.
2.
Banyaknya penguat yang
telah diterima
Makin banyak berulang pemberian penguat pada masa lampau,
makin resistan perilaku terhadap penghapusan. Bila berulangnya pemberian penguat
belum begitu sering, maka penghapusan cepat tercapai. Demikian juga, makin
besar kuantitas penguatnya, maka makin resisten perilakunya.
3.
Deprivasi
Makin besar deprivasi subyek terhadap penguat, makin
vital penguat yang dideprivasikan, makin sulit perilaku dihapus. Maka perlu
adanya kombinasi dari prosedur lainnya, misalnya reinforcement positif.
4.
Usaha
Makin besar usaha yang dibutuhkan untuk melaksanakan
perilaku yang mendapar penguatan, makin cepat penghapusan tercapai. Sifat lain
yang perlu dipaami adalah adanya peristiwa kambuh (spontaneous recovery).
Kadang-kadang perilaku yang sudah hilang, tiba-tiba muncul kembali. Peristiwa
seperti ini biasa terjadi. Oleh karena itu modifikator harus hati-hati karena
jika peristiwa ini terjadi dan penguat lama diberikan, maka perilaku akan terus
berulang dan perilaku menjadi semakin sulit untuk dihapuskan
Berikut adalah panduan extinction
yang efektif:
1.
Menemukan penguat yang
memelihara perilaku
Agar prosedur extinction ini efektif, semua sumber
penguat harus ditemukan dan dikendalikan karena apabila sesekali penguat itu
muncul selama prosedur penghapusan maupan saat kambuh (spontaneous recovery)
berarti memberikan jadwal penguatan berselang sehingga perilaku target semakin
sulit dihapus.
2.
Komunikasi jelas dan tegas
Beberapa perilaku tidak perlu sama sekali dihapus, tapi
hanya perlu dikontrol agar tidak berlangsung pada saat tertentu atau hanya
berlangsung pada saat tertentu. Bila ini yang dikehendaki, maka subyek harus
diberitahu dengan jelas dan tegas persyaratan kapan perilaku ini tidak boleh
dimunculkan.
3.
Menjalankan prosedur ini
cukup lama
Peningkatan erilaku pada saat permulaan prosedur
penghapusan diterapkan, sering membuat pengontrol penguat menyerah. Demikian
juga, berkurangnya perilaku yang perlahan-lahan membuat orang tidak sabar, atau
menimbulkan prasangka bahwa program ini gagal. Hal ini dapat dihindari bila ada
pencatatan perilaku sasaran dari hari ke hari.
4.
Mengkombinasikan dengan
prosedur lain
Prosedur penghapusan lebih efektif bila dikombinasikan
dengan prosedur lain, sehingga subyek mendapat penguat yang dibutuhkan sebagai konsekuensi perilakku yang lebih
konstruktif. Efek ini mendukung tercpainya penghapusan karena subyek mendapat
cukup penguat dengan cara baru, sehingga cara lama tidak perlu digunakan lagi
Ada beberapa kelebihan
prosedur extinction, yakni:
1. Prosedur ini
dikombinasikan dengan prosedur lain terbukti efektif diterapkan dalam berbagai
situasi. Dalam banyak hal, pengurangan perilaku yang diingini berlangsung lebih
cepat, bila prosedur penghapusan dikombinasikan sekaligus dengan penguat perilaku
yang diingini.
2.
Prosedur penghapusan
menimbulkan efek yang tahan lama.
3. Prosedur penghapusan tidak
menimbulkan efek samping senegatif prosedur-prosedur yang menggunakan stimuli
aversif
Sedangkan kelemahan
prosedur extinction adalah sebagai berikut:
1.
Efek tidak terjadi dengan
segera
Efek penghapusan biasanya tidak seketika terjadi. Setelah
konsekuensi yang ngukuhkan dihilangkan, perilaku sasaran tetap berlangsung
samapai waktu tertentu. Ini dapat menimbulkan masalah dalam penerapannya. Perilaku
yang membahayakan subyek ataupu orang lain (misal: perilaku destruktif dan
agresif), harus dihentikan segera. Bila tidak mmungkin dikombinasikan dengan
cara lain (seperti proses hukuman, denda, atau penyisihan sesaat), maka
perilaku tersebut tidak cocok dihentikan dengan prosedur penghapusan
2.
Frekuensi dan intensitas
sementara meningkat
Pada saat-saat permulaan penguat tidak diberikan,
frekuensi dan intensitas perilaku sasaran cenderung bertambah. Karena itu
memilih saat yang tepat menghentikan pemberian penguat sangat penting.
3.
Perilaku-perilaku lain,
termasuk perilaku agresuf, sering timbul
Perilaku lain muncul sebagai usaha mendapatkan penguat,
termasuk perilaku agresif. Perilaku agresif disebabkan oleh kekecewaan tidak
diperolehnya penguat yang biasa diperoleh.
4.
Imitasi perilaku oleh
orang lain
Pada permulaan penghapusan, perilaku yang berulang-ulang
timbul dan tidak mendapat perhatian dari yang berwenang, oleh orang lain yang
melihatnya disangka mendapat persetujuan. Akibatnya perilaku ini cenderung
ditiru. Karena itu penghapusan perilaku yang cenderung ditiru oleh orang lain
(seperti perilaku agresif), sulit dilakukan bila subyek sedang dalam kelompok.
5.
Kesukaran menemukan penguat
yang mengontrol
Kadang terlihat jelas penguat apa yang menimbulkan
perilaku berulang. Kadang sulit untuk menemukan, terutama bila penguat terjadi
pada jadwal yang sangat jarang. Begitu jarangnya konsekuensi penguat ditemukan,
sampai seorang pengamat dapat gagal mengenalinya.
6.
Kesukaran menghentikan penguatan
Kadang ditemukan penguat yang tidak mungkin dipisahkan
dari perilaku sasaran, karena sudah terpadu atau alamiah merupakan konsekuensi
perilaku tersebut. Bila pengontrolan pemberian penguat tidak mungkin dilakukan,
maka pemakaian prosedur penghapusan tidak cocok.
D.
Referensi
Carrol, D; Reid, S; Moline, K. 2005. Nanny 911.
Jakarta: Hikmah (PT. Mizan Publika).
Kazdin,
Allan, E. 1994. Behavior Modification in
Applied Settings. California. Brooks/Cole Publishing Company.
Martin,
G & Pear, J. 1996. Behavior
Modification: What It Is and How To Do It. New Jersey. Prentice Hall
International, Inc.
Sholichatun, Yulia. 2010. Handout Kuliah Modifikasi
Perilaku. Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar