Sabtu, 13 Desember 2014

Token Economy, Time Out, Extintion

A.    Token Economy
Token economy adalah sebuah program dimana sekelompok individu bisa mendapatkan token untuk beberapa perilaku yang diharapkan muncul, dan token yang dihasilkan bisa ditukar dengan back up reinforcer. Token economy dibuat berdasarkan prinsip conditioning reinforcement. Conditioning reinforcement adalah stimulus yang tidak secara langsung menguatkan perilaku, namun stimulus tersebut bisa menjadi penguat jika dipasangkan dengan reinforcer lain. Ada tiga karakteristik dasar yang dimiliki token economy sebagai suatu program dalam modifikasi perilaku, yaitu:
1.      Perilaku yang akan diperkuat dipaparkan dengan jelas.
2.      Prosedur yang digunakan adalah dengan memberikan reinforcing stimuli (token) saat perilaku target muncul.
3.      Aturan yang ada direncanakan untuk mengatur pertukaran token untuk setiap objek atau peristiwa yang akan diperkuat.
Langkah-langkah implementasi token economy adalah sebagai berikut:
1.      Menentukan Perilaku Target (Deciding on the target behaviors)
Semakin homogen individu kelompok yang akan dikenai token economy, maka akan semakin mudah menstandardisasikan aturan-aturan yang berlaku dalam token economy.
2.      Mencari Garis Basal (Taking baselines)
Yakni memperoleh data sebelum melakukan penanganan, biasanya melalui pengamatan selama dua minggu terhadap perilaku target. Sesudah program dimulai, kita bisa membandingkan data dengan data yang diperoleh saat menentukan garis basal, sehingga dapat menentukan efektivitas program.
3.      Memilih Back up Reinforcer (Selecting backup reinforcement)
Perlu diperhatikan bagaimana karakteristik peserta program dan apa saja kira-kira barang yang dibutuhkannya. Barang yang menjadi penguat pendukung haruslah barang yang dapat digunakan (consumable). Perlu diperhatikan pula tempat penyimpanan dan dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan program.
4.      Memilih Tipe Token Yang Akan Digunakan (Selecting the type of tokenc to use)
Secara umum, tipe token haruslah menarik, ringan, mudah dipindahkan, tahan lama, mudah dipegang, dan tidak mudah dipalsukan. Beberapa contoh yaitu stiker, keping logam, koin, check-mark, poin, poker chip, stempel yang dicap di buku, tanda bintang, kartu, dll.
5.      Mengidentifikasi Sumber-sumber Yang Bisa Membantu (Mengidentifikasi aviable help)
Beberapa sumber yang bisa membantu adalah staf, relawan, mahasiswa, residen, orang yang akan dikenai token itu sendiri.
6.      Memilih Lokasi Yang Tepat (Choosing the location)
Token dapat diberikan dimana saja, asal diberikan setelah perilaku target muncul.
7.      Menyiapkan manual atau pedoman Token Economy pada klien (Preparing manual guide)
Ada suatu prosedur spesifik dalam penerapan program token economy, yakni sebagai berikut:
1.      Keeping data
Perlu diperhatikan bagaimana cara penyimpanan data, kertas data yang akan digunakan, siapa dan bagaimana data itu akan dicatat.
2.      Reinforcing agent
Siapa yang akan memberikan penguat atau agen penguat (reinforcing agent), dan untuk perilaku apa.
3.      Number or frequency of tokens to pay
Menentukan jumlah token yang bisa didapat pada setiap perilaku. Pemberian token dapat mulai dikurangi bila perilaku target telah terbetuk.
4.      Managing the backup reinforcement
Menyusun prosedur dan menentukan jumlah token untuk memperoleh back up reinforcer. Pada awal program, frekuensi penyediaan penguat pendukung harus cukup tinggi, lalu berkurang secara bertahap.
5.      Possible punishment contingencies
Berhati-hati terhadap kemungkinan munculnya hukuman. Ada kemungkinan hukuman bersyarat (possible punishment contingencies). Klien membayar dengan token bila ia melakukan tindakan kontraproduktif.
6.      Supervision of staff
Memastikan bahwa tugas yang harus dilakukan staf sudah jelas, dan pemberian penguat pada staf.
7.      Handling potential problems
Membuat rencana untuk menghadapi kemungkinan masalah yang akan timbul. Masalah yang biasa timbul antara lain, kebingungan, kekurangan staf, peserta merusak token, dan lain-lain.
Beberapa keuntungan token economy, yakni:
1.      Token dapat diberikan langsung untuk dikumpulkan guna memperoleh penguat  pendukung, token dapat digunakan sebagai jembatan sebelum penguat sesungguhnya diperoleh setelah munculnya perilaku target.
2.      Token memudahkan pemberian dan  penguat yang ajeg dan efektif bila diterapkan untuk kelompok.
Ada beberapa kelemahan metode token economy, yakni:
1.      Kurangnya pembentukan motivasi intrinsik, karena token merupakan dorongan dari luar diri.
2.      Dibutuhkan dana lebih banyak untuk penyediaan penguat pendukung atau back up reinforcer
3.      Adanya beberapa hambatan dari orang yang memberikan dan menerima token.

B.     Time out
Time out adalah memindahkan seseorang dari situasi yang lebih menguatkan ke situasi yang kurang menguatkan. Ada 2 jenis time out: ekslusif dan non-ekslusif. Time out ekslusif dengan memindahkan subjek dalam waktu yang singkat (5 menit) dari situasi dimana penguatan terjadi. Sering terdapat ruangan khusus yang disebut ruang time out. Ruangan ini didesain untuk mencegah subjek melukai dirinya. Waktu di ruangan time out sebaiknya tidak terlalu lama, 5 menit dirasa cukup efektif (Bratner & Doherty, 1983; Fabiano et al. 2004). Time out non-ekslusif terdiri dari mengenalkan subjek ke dalam situasi dimana stimulus diasosiasikan dengan penguat yang lebih sedikit. Contoh dari Foxx dan Shapiro (1978) Anak di ruang kelas memakai pita yang akan dilepaskan saat anak melakukan perbuatan yang mengganggu/nakal.  Saat pita dilepaskan, maka anak tidak boleh mengikuti kegiatan di dalam kelas dan diabaikan oleh gurunya.
Time out, sebuah teknik pendisiplinan efektif yang tampaknya sederhana tetapi sangat efektif. Menurut Carrol; Reid; Moline (2005) time out adalah sebuah perkakas berharga untuk mengajari anak-anak ketika mereka hilang kendali, mereka butuh waktu untuk mengatur pikiran dan perasaan mereka sendiri. Kemudian setelah mereka tenang, mereka dapat membicarakan perasaan itu. Jadi time out sebagai waktu bagi anak-anak berpikir dan bernapas. Dengan melakukan ini, mereka akan belajar bersadar dan bertanggung jawab.  Beberapa langkah time out yang efektif:
1.      Beri peringatan
Berilah tanda akan tibanya time out. Jangan langsung menarik anak dan membawanya ke dalam time out. Hal ini akan membuat anak semakin marah dan dia memang berhak untuk semakin marah. Tentukan sistem peringatan apa yang bisa digunakan, dan jadikan hal itu bagian dari aturan time out. Contohnya, memberi sekali peringatan “kamu tidak boleh memukul, kalau kamu memukul saudaramu lagi, kamu masuk time out. Selain itu, ada juga konsep tiga kali pukulan dan kemudian time out diberikan ketika pukulan ketiga dilancarkan.
2.      Satu menit time out untuk setiap tahun umur anak
Time out paling mujarab pada anak mulai usia dua tahun, karena anak yang belum berusia dua tahun belum paham dengan konsep yang ada. Seperti pengatur waktu dapur atau jam weker dipasang. Time out harus selalu berjalan di tempat yang sama. Untuk anak-anak usia dua sampai empat tahun, tempatkan anak-anak di tempat time out yang dapat kami lihat atau paling tidak dapat didengar mereka. Pilihlah ruang lapang atau tempat mereka tidak bisa membuat kenakalan, seeprti adanya tempat tidur pada tempat time out karena mereka hanya akan tidur. Kemudian, tidak menjalin kontak dengan seorang anak yang sedang berada dalam time out, tetapi si anak sendiri tahu bahwa kita ada di sana. Anak-anak yang lebih besar daapt ditempatkan di dalam time out di sebuah ruangan sendirian, asalkan tempat itu tempat yang tenang, hening, dan tidak ada pengalihan perhatian lain seperti TV atau computer,dll. Jangan pernah kunci anak di sebuah ruangan selama time out. Hal ini tidak aman, menakutkan, dan kejam dari sudut pandang si anak.
3.      Taruh pengatur waktu di tempat yang bisa di lihat oleh anak
Pengaturan waktu itu punya angka yang besar, ada suara detaknya, dan dilengkapi dengan bunyi panjang ketika waktu habis. Pastikan anak dapat melihat pengatur atau jam. Anak-anak yang lebih besar dan sudah kenal waktu dapat memahami konsep lambatnya waktu berlalu ketika mereka berada di dalam time out dan tidak melakukan apa-apa kecuali memandangi jam.
4.      Ulang pengatur waktu jika anak meninggalkan tempat time out
Pelanggaran apa pun yang terjadi, atau apakah anak yang berusia tujuh tahun baru berada di dalam time out selama enam menit dan enam puluh sembilan detik, jika anak keluar dari tempat time out, maka pengaturan waktu akan dimulai dari awal lagi. Hal ini menunjukkan tidak ada tawar-menawar. Anak-anak suka mencoba dan meloloskan dirinya dengan rayuan keluar dari time out. Namun, kalau anak-anak ingin bernyanyi, menari, bergoyang, atau bergumam selama time out, itu hak mereka. Sebagian anak kesulitan duduk diam ketika mereka berpikir, jadi memaksa mereka untuk diam hanya akan memperparah situasi. Pengaturan waktu akan dimulai dari awal hanya jika si anak secara fisik keluar dari tempat time out.
5.      Orang tua atau pemberi time out tidak boleh menginterupsi time out
Sebesar apa pun permohonan dan rengekan yang muncul, kita harus tegas dan tidak boleh menyerah. Kedua orang tua atau pemberi time out harus bekerja sama sebagai satu tim dalam urusan time out. Satu orangtua sering tidak tahan mendengar tangisan, dan ingin masuk ke dalam tempat time out dan menenangkan atau berbicara dengan si anak.
6.      Pembicaraan setelah time out adalah bagian yang penting
Berbicara setelah time out akan membersihkan suasana. Duduk dan tanyakan kepada anak-anak apa yang terjadi, dan apa yang mereka rasakan, kenapa kenakalan itu terjadi. Tanyakan pertanyaan ini kepada mereka dengan tenang dan dengarkan tanpa menghakimi.

C.    Extintion
Prosedur penghentian pemberian penguatan pada perilaku yang semula dikuatkan kembali pada perilaku awal (sebelum diberi penguatan). Salah satu karakteristik dari proses extinction adalah jika salah satu perilaku yang tidak diberi penguat, mengalami peningkatan dari segi frekuensi, durasi maupun intensitasnya, sebelum pada akhirnya berkurang dan hilang untuk selamanya. Peningkatan pada frekuensi, intensitas, dan durasi selama proses extinction disebut dengan Extinction Burst.
Pola berkurangnya perilaku setelah dihentikannya pemberian penguat, tergantung pada beberapa faktor berikut ini:
1.      Jadwal pemberian penguat
Pola berkurangnya perilaku setelah dihentikannya penguat tergantung pada jadwal pemberian penguat sebelum penghapusan ini. Jadwal penguat terus menerus lebih cepat proses hapusnya daripada jadwal berselang. Jadwal bervariasi lebih resistan daripada jadwal berjangka sama.
2.      Banyaknya penguat yang telah diterima
Makin banyak berulang pemberian penguat pada masa lampau, makin resistan perilaku terhadap penghapusan. Bila berulangnya pemberian penguat belum begitu sering, maka penghapusan cepat tercapai. Demikian juga, makin besar kuantitas penguatnya, maka makin resisten perilakunya.
3.      Deprivasi
Makin besar deprivasi subyek terhadap penguat, makin vital penguat yang dideprivasikan, makin sulit perilaku dihapus. Maka perlu adanya kombinasi dari prosedur lainnya, misalnya reinforcement positif.
4.      Usaha
Makin besar usaha yang dibutuhkan untuk melaksanakan perilaku yang mendapar penguatan, makin cepat penghapusan tercapai. Sifat lain yang perlu dipaami adalah adanya peristiwa kambuh (spontaneous recovery). Kadang-kadang perilaku yang sudah hilang, tiba-tiba muncul kembali. Peristiwa seperti ini biasa terjadi. Oleh karena itu modifikator harus hati-hati karena jika peristiwa ini terjadi dan penguat lama diberikan, maka perilaku akan terus berulang dan perilaku menjadi semakin sulit untuk dihapuskan
Berikut adalah panduan extinction yang efektif:
1.      Menemukan penguat yang memelihara perilaku
Agar prosedur extinction ini efektif, semua sumber penguat harus ditemukan dan dikendalikan karena apabila sesekali penguat itu muncul selama prosedur penghapusan maupan saat kambuh (spontaneous recovery) berarti memberikan jadwal penguatan berselang sehingga perilaku target semakin sulit dihapus.
2.      Komunikasi jelas dan tegas
Beberapa perilaku tidak perlu sama sekali dihapus, tapi hanya perlu dikontrol agar tidak berlangsung pada saat tertentu atau hanya berlangsung pada saat tertentu. Bila ini yang dikehendaki, maka subyek harus diberitahu dengan jelas dan tegas persyaratan kapan perilaku ini tidak boleh dimunculkan.
3.      Menjalankan prosedur ini cukup lama
Peningkatan erilaku pada saat permulaan prosedur penghapusan diterapkan, sering membuat pengontrol penguat menyerah. Demikian juga, berkurangnya perilaku yang perlahan-lahan membuat orang tidak sabar, atau menimbulkan prasangka bahwa program ini gagal. Hal ini dapat dihindari bila ada pencatatan perilaku sasaran dari hari ke hari.
4.      Mengkombinasikan dengan prosedur lain
Prosedur penghapusan lebih efektif bila dikombinasikan dengan prosedur lain, sehingga subyek mendapat penguat yang dibutuhkan  sebagai konsekuensi perilakku yang lebih konstruktif. Efek ini mendukung tercpainya penghapusan karena subyek mendapat cukup penguat dengan cara baru, sehingga cara lama tidak perlu digunakan lagi
Ada beberapa kelebihan prosedur extinction, yakni:
1.  Prosedur ini dikombinasikan dengan prosedur lain terbukti efektif diterapkan dalam berbagai situasi. Dalam banyak hal, pengurangan perilaku yang diingini berlangsung lebih cepat, bila prosedur penghapusan dikombinasikan sekaligus dengan penguat perilaku yang diingini.
2.      Prosedur penghapusan menimbulkan efek yang tahan lama.
3.  Prosedur penghapusan tidak menimbulkan efek samping senegatif prosedur-prosedur yang menggunakan stimuli aversif
Sedangkan kelemahan prosedur extinction adalah sebagai berikut:
1.      Efek tidak terjadi dengan segera
Efek penghapusan biasanya tidak seketika terjadi. Setelah konsekuensi yang ngukuhkan dihilangkan, perilaku sasaran tetap berlangsung samapai waktu tertentu. Ini dapat menimbulkan masalah dalam penerapannya. Perilaku yang membahayakan subyek ataupu orang lain (misal: perilaku destruktif dan agresif), harus dihentikan segera. Bila tidak mmungkin dikombinasikan dengan cara lain (seperti proses hukuman, denda, atau penyisihan sesaat), maka perilaku tersebut tidak cocok dihentikan dengan prosedur penghapusan
2.      Frekuensi dan intensitas sementara meningkat
Pada saat-saat permulaan penguat tidak diberikan, frekuensi dan intensitas perilaku sasaran cenderung bertambah. Karena itu memilih saat yang tepat menghentikan pemberian penguat sangat penting.
3.      Perilaku-perilaku lain, termasuk perilaku agresuf, sering timbul
Perilaku lain muncul sebagai usaha mendapatkan penguat, termasuk perilaku agresif. Perilaku agresif disebabkan oleh kekecewaan tidak diperolehnya penguat yang biasa diperoleh.
4.      Imitasi perilaku oleh orang lain
Pada permulaan penghapusan, perilaku yang berulang-ulang timbul dan tidak mendapat perhatian dari yang berwenang, oleh orang lain yang melihatnya disangka mendapat persetujuan. Akibatnya perilaku ini cenderung ditiru. Karena itu penghapusan perilaku yang cenderung ditiru oleh orang lain (seperti perilaku agresif), sulit dilakukan bila subyek sedang dalam kelompok.
5.      Kesukaran menemukan penguat yang mengontrol
Kadang terlihat jelas penguat apa yang menimbulkan perilaku berulang. Kadang sulit untuk menemukan, terutama bila penguat terjadi pada jadwal yang sangat jarang. Begitu jarangnya konsekuensi penguat ditemukan, sampai seorang pengamat dapat gagal mengenalinya.
6.      Kesukaran menghentikan penguatan
Kadang ditemukan penguat yang tidak mungkin dipisahkan dari perilaku sasaran, karena sudah terpadu atau alamiah merupakan konsekuensi perilaku tersebut. Bila pengontrolan pemberian penguat tidak mungkin dilakukan, maka pemakaian prosedur penghapusan tidak cocok.

D.    Referensi
Carrol, D; Reid, S; Moline, K. 2005. Nanny 911. Jakarta: Hikmah (PT. Mizan Publika).
Kazdin, Allan, E. 1994. Behavior Modification in Applied Settings. California. Brooks/Cole Publishing Company.
Martin, G & Pear, J. 1996. Behavior Modification: What It Is and How To Do It. New Jersey. Prentice Hall International, Inc.
Sholichatun, Yulia. 2010. Handout Kuliah Modifikasi Perilaku. Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar