Pengertian Budaya
Budaya atau culture berasal dari kata sansekerta “buddayah” yaitu bentuk jamak dari budi atau akal. Dengan demikian budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Budaya merupakan suatu perkembangan dari majemuk budi-daya yang berarti “daya dari budi”. Menurut Bakker kata kebudayaan dari "Abhyudaya". Dari bahasa Sansekerta . Kata "Abhyudaya" menurut Sanskrit Dictionary (Macdonell, 1954): Hasil baik, kemajuan, kemakmuran yang serba Iengkap. Adapun kata culture yang merupakan kata asing yang sama artinya dengan budaya berasal dari kata latin “colere” dan bahasa belanda “cultuur” yang berarti “mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan” terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini arti culture berkembang sebagai segala daya upaya serta tindakan untuk mengolah tanah dan merubah alam.
Secara umum istilah budaya mengacu pada semua produk kecerdasan manusia yang berasaldari individu, kelompok atau masyarakat, termasuk didalamnya teknologi, senni, ilmu pengetahuan, dan termasuk juga sistem moral dan karakter dan perilaku serta kebiasaan. Perbedaan definisi kebudayaan merefleksikan perbedaan dasar atau kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi aktivitas manusia. Secara khusus, kebudayaan memiliki makna yang lebih rinci dalam wilayah aktivitas manusia yang berbeda. Dalam Marriam Webster Dictionary: culture is the integrated pattern of knowlegde, belief and behavior that depends upon the capacity for learning and transmitting knowlegde to succeeding generation. Culture is a shared, learned, symbolic system of values, beliefs and attitudes that shapes and influences perception and behavior an abstract mental blueprint or mental code. Culture is the totaly of socially transmitted behavior patterns, arts, beliefs, institutions, and all other products of human work and thought. Sedangkan dalam Dictionary of Modern Sociology culture is the generally organized way of life, including values, norms, institutions and artifacts, that is passed on from generatioan to generation by learning alone. Sedangkan menurut Mj. Swart & DK Jordan kebudayaan adalah:
1. Culture refersto shared way of believing, evaluating, and doing that are passed from generation to generation from person to person with a group thourght process of learning.
2. Each human group has its own distinctive culture which provides the basic way group member make their living, relate to one another and outsider, deal with the supranatural and all the other aspect of the group’s way of live.
Jadi, Culture is the system of sharred beliefs, values, customs, behaviours and artifacts that the members of society use to cope with their world and with one another and that are transmitted from generation to generation thourgh learning.
Dalam bukunya yang berjudul “Primitive Culture” E.B Tylor mendefinisikan budaya adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam mengartikan budaya R. Linton dalam bukunya yang berjudul “The Cultural Background of Personality” menyatakan bahwa budaya adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil laku, yang unsur-unsur pembentukanya didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Koentjaraningrat sebagai pakar antropologi indonesia menyatakan budaya adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan Ki Hajar Dewantara mendifinisikan kebudayaan sebagai buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Prof. M.M Djojodiguno dalam bukunya “Asas-Asas Sosiologi(1958) mengatakan bahwa budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Cipta adalah kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan. Karsa adalah kerinduan manusia untuk mengetahui menginsyafi tentang “sangkan paran”. Dari mana manusia sebelum lahir (sangkan), dan kemana manusia sesudah mati (paran). Hasilnya berupa norma-norma keagamaan atau kepercayaan. Timbullah bermacam-macam agama, karena kesimpulan manusiapun bermacam-macam pula. Rasa adalah kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak keburukan dan kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan bermacam-macam kesenian. Jadi budaya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Pada hakikatnya kebudayaan terwujud dan tersalurkan melalui perilaku manusia, kebudayaan telah ada terlebih dahul mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan, kebudayaan diperlukan manusia dan diwujudkan dengan tingkah laku mereka dan kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
Wujud Kebudayaan
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan oleh manusia. Kebudayaan meliputi kebudayaan material dan kebudayaan non-material. Kebudayaan material bersifat jasmaniah, yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya: alat-alat perlengkapan hidup. Sedangkan kebudayaan non-material bersifat rohaniah yaitu semuai hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya: religi, bahasa dan ilmu pengetahuan. Kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat akan sukar bagi manusia untukmembentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia baik secara individual maupun masyarakat dapat mempertahankan kehidupannnya. Semua kegiatan manusia adalah kebudayaan. Manusia sebagai makhlluk berbudaya mempunyai dua kekayaan yang paling utamaaa yaitu pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan tersebut telah memungkinkan munculnya tuntutan-tuntutan hidup manusia yang lebih dari pada tuntutan hidup makhluk lain. J.J Honigmann dalam bukunya yang berjudul “The World of Man” membedakan tiga gejala kebudayaan, yaitu: ideas, activities dan artifacts. Kebudayaan itu ada tiga wujudnya:
a) Gagasan (Wujud ideal). Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dsb. Wujud ini adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat atau difoto. Lokasinya ada didalam kepala atau dengan kata lain dalam alam pemikiran masyarakat dimana kebudayaan tersebut hidup. Namun jika warga masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka dalam bentuk tulisan maka kebudayaan tersebut dapat tersimpan dalam bentuk buku, disk, arsip, dll. Ide atau gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Gagasan itu tidak berada lepas antara yang lain, melainkan selalu berkaitan dalam suatu sistem. Wujud ideal dari kebudayaan ini adalah adat istiadat.
b) Aktivitas (tindakan). Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Kebudayaan dalam wujud ini disebut sistem sosial atau social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul antara yang satu dengan yang lain selalu menurut pola-pola ttertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aiktivitas manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekitar kita sehari-hari, bisa diteliti, difoto dan didokumentasikan
c) Artefak (karya). Wujud kebudayaan sebagai tanda-tanda hasil karya manusia. Kebudayaan dalam wujud ini disebut kebudayaan fisik dan tidak memerlukan bannyak penjelasan. Karena berupa seluruh total dari aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dililhat dan difoto.
Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam realita kehidupan masyarakat istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan karya manusia. Baik pikiran dan ide-ide, maupun tindakan dan karya menusia menghasilkan benda-benda kebudayaan fisiknya. Sebaliknya, kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari lingkungan alamiahnya sehingga mempengaruhi pula pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikirnya.
Sedangkan menurt Koentjaraningrat, wujud kebudayaan itu dibagi menjadi empat, yaitu:
(1) benda-benda fisik;
(2) kebudayaan sebagai sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola;
(3) kebudayaan sebagai gagasan;
(4) kebudayaan sebagai sistem gagasan yang ideologis.
Unsur-Unsur Budaya
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
alat-alat teknologis
sistem ekonomi
keluarga
kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
organisasi ekonomi
alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
organisasi kekuatan (politik)
3. C. Kluckhohn mengatakan ada tujuh unsur kebudayaan universal yang meliputi:
Bahasa
Sistem pengetahuan
Organisasi sosial
Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem mata pencarian hidup
Sistem religi
Kesenian
4. Edward Spranger megatakan kebudayaan terbagi menjadi enam unsur, yaitu:
Nilai teori
Nilai ekonomi
Nilai agama
Nilai seni
Nilai kuasa atau politik
Nilai solidaritas.
Faktor Pendorong Lahirnya Budaya
Budaya adalah seluruh hasil usaha manusia dengan budinya berupa segenap sumber jiwa, yakni cipta, rasa dan karsa. Adapun kultur berasal dari kat latin colere yang dapat berarti mengolah tanah tanah, menggarap sesuatu, menanam, memelihara, menghuni, menghormati, menyucikan. Alam digarap menjadi berbagai alat kerja manusia (budaya yang bertujuan manfaat). Tapi alam dapat juga ditelaah oleh pikiran manusia dan digali dasar-dasarnya yang dalam (budaya yang bertujuan ilmu pengetahuan). Selain itu budaya dapat diusahakan demi keindahan dan permainan serta demi nilai-nilai dari realitas yang dikandung olehnya. Jadi seni, permainan, olahraga mitos dan agama masuk dalam budaya. Maka nampaklah kerja spiritual manusia didalam memberi bentuk kehidupannya. Itulah semua aspek etika dari daya menciptakan budaya. Sebenarnya segala yang dicitakan manusia itu adalah budaya.
Manusia terdorong berbudaya karena manusia yang berakal sadar bahwa manusia telah terlempar keluar alam, sehingga mereka menderita. Karena itulah mereka mencari keamanan, dengan sarana teknik mereka mendirikan bangunan, jembatan, kendaraan, dll. Disamping keamanan itu ada pula faktor etika dan etestika. Yang termasuk etika yakni pembentukan kepribadian melalui budayanya, misalnya karena memiliki kesadaran etis maka manusia meningkatkan hidup perkawinan yang biologis ketaraf pernikahanentah dalam bentuk monogami atau poligami semuanya itu pasti punya landasan kemanusiaan. Denagn demikian hidup tak dihayati berupa nafsu-nafsu yang kasar belaka namun tetap dibungkkus dalam kesusilaan. Aspek etestika dari budaya sudah terdapat pada masyarakat primitif. Gua-gua manusia purba juga dihiasi ddengan lukisan dinding tentang hewan buruan. Mereka juga sudah memainkan tarian-tarian dengan musik yang budaya yang paling menonjol. Selain manusia menikmati keindahan dengan berbagai cara, merekapun juga menikmati humor. Semakin tinggi taraf budaya manusia semakin meningkat pula taraf humornya. Disamping itu permainan juga merupakan aspek budaya yang penting. Karena permainan juga merupakan salah satu unsur pembentukan budaya.
Budaya Jawa
Daerah kebudayaan jawa meliputi jawa barat, jawa tengah dan jawa timur. Kebudayaan jawa secara kolektif sering disebut dengan budaya kejawen. Karena pengaruh budaya hindu budha masih sangat lekat pada daerah jawa. Dapat dilihat pada setiap upacara peringatan di jawa. Setiap kali mengadakan upacara peringatan, pasti aneka sesajen tidak pernah ketinggalan dalam upacara tersebut.dalam pergaulan hidup maupun perhubungan sosial sehari-hari mereka menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa ibu. Pada saat mengucapkan bahasa daerah seseorang harus memperhatikan dan membedakan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan berdasarkan usia maupun status sosialnya. Demikian pada prinsipnya ada dua bahasa jawa jika ditinjau dari kriteria tingkatannya, yaitu bahasa jawa ngoko dan bahasa jawa krama.
Bahasa jawa ngoko dipakai untuk bercakap-cakap dengan orang yang dikenal dan sudah akrab dan dengan orang yang usianya lebih muda usianya dan yang lebih rendah derajat atau status sosialnya. Bahasa ngoko dispesifikan lagi menjadi dua bahasa yakni ngko andhap dan ngoko lugu. Bahas ngoko andhap digunakan untuk berbicara dengan orang yang beda usianya tidak terlalu jauh. Misalnya antara kakak dan adikya, maka adiknya harus berbicara dengan bahasa ngoko andhap pada kakaknya. Sedangkan bahasa ngoko lugu digunakan untuk berbicara dengan orang yang sama usianya. Misalnya antara teman sebaya dan antara kakak dengan adiknya, maka kakaknya harus berbicara memakai bahasa ngoko lugu. Bahasa jawa krama digunakan untuk berbicara dengan orang yang belum dikenal akrab, tetapi yang sebaya dalam umur dan derajat, dan juga terhadap orang yang lebih tinggi umur dan status sosialnya.
Desa sebagai tempat kediaman yang tetap pada masyarakat jawa. Secara administratif desa langsung barada dibawah kekuasaan pemerintah kecamatan dan terdiri dari dukuh-dukuh. Tiap wilayah bagian desa diketuai oleh seorang kepala dukuh. Disini dijumpai sejumlah perumahan penduduk beserta tanah pekarangan yang antara satu dengan yang lain dipisahkan dengan pagar bambu atau tumbuhan. Ada diantara rumah itu yang dilengkapi dengan lumbung padi, kandang ternak dan perigi yang dibangun didekat ruamh atau dihalaman pekarangan mereka. Lalu antara satu dukuh dengan dukuh yang lain dihubungkan oleh jalan desa yang luasnya tidak lebih dari dua meter. Selain rumah yang tampak berkelompok ada juga balai desa sebagai tempat pemerintahan desa berkumpul atau mengadakan rapat-rapat desa yang diadakan setiap sebulan sekali. Menampung kegiatan pendidikan keagamaan dan sosial ekonomi masyarakat biasanya ada sekolah, langgar atau masjid dan pasar yang ramai pada hari pasaran. Pasar pada suatu desa biasanya hanya ramai pada hari pasaran tertentu, misalnya pahing, pon wage, kliwon dan legi.
Adapun mengenai masalah pembangunan rumah. Kabanyakan rumah jawa dibangun dengan memakai kerangka dari bambu, glugu (batang pohon nyiur) atau kayu jati, kemudian dindingnya dibuat dari gedek (anyaman belahan bambu), papan atau tembok, lalu atapnya berupa anyaman daun kelapa kering (blarak) atau dari genting. Rumah tersebut didirikan menurut sistem kerangka tertentu, sehingga membentuk sebuah bangunan persegi. Bagian dalam rumah itu dibagi menjadi ruangan kecil yang antara yang lain dipisahkan dengan gedek yang dapat digeser atau dipindahkan, dan pintunya adalah pintu seret dan tidak berjendela. Sinar matahari masuk melalui celah atap dan celah dinding.
Sebagian besar mata pencaharian hidup masyarakat jawa adalah bertani. Tapi ada juga sebagian kecil masyarakat jawa yang bekerja menjadi tukang, pegawai negeri dan berdagang. Ada juga yang menggarap tanah pertaniannya menjadi tegalan, terutama bagi mereka yang hidup dipegunungan. Selain menanam padi mereka juga menanam palawija seperti ketela pohon, jagung, ketela rambat, kedelai, kacang tanah, kacang tunggak ataupun gude. Awalnya tanah sawah digarap atau diolah oleh satu orang atau lebih dan tanah itu ada yang dibuat bertingkat-tingkat atau datar saja dengan diberi pematang sebagai penahan air. Sebelum ditanami tanah tersebut diolah terlebih dahulu. Pada mulanya tanah digarap dengan menggunakan bajak (luku). Gunanya adalah untuk membalik tanah sehingga dapat lebih mudah ditugali (menghancurkan tanah dengan cangkul)setalah selesai tanah didiamkan selama satu minggu, lalu baru diolah dengan garu, maksudnya agar tanah menjadi lunak dan lumat. Dalam hal ini seluruhnya dibantu oleh pengairan. Setelah selesai digaru, lalu diberi pupuk (pupuk hijau atau pupuk kandang). Setelah diberi pupuk tanah tersebut didiamkan lagi selama satu minggu sambil digenangi air. Sebagai usaha pengolahan sawah yang terakhir sawah dibajak sekali lagi supaya semua lapisannya digenangi air dan terkena pupuk, kemudian digaru lagi, lalu barulah tanah sawah tersebut siap ditanami padi.
Sistem kekerabatan orang jawa berdasarkan sistem kekerabatan bilateral. Sedangkan sistem istilah kekerabatannya menunjukkan sistem klasifikasi angkatan-angkatan. Semua kakak laki-laki serta kakak wanita ayah dan ibu, beserta istri maupun suami masing-masing diklasifikasikan menjadi satu dengan satu istilah siwa atau uwa. Adapun adik dari ayah dan ibudiklasifikasikan kedalam golongan kedua golongan yang dibedakan menurut jenis kelamin. Menjadi paman bagi adik laki-laki dan menjadi bibi bagi adik perempuan. Pada masyarakat berlaku hukum adat yang menentukan bahwadua orang tidak boleh saling kawin apabila mereka itu saudara sekandung. Apabila mereka itu adalah pancer lanang, yaitu anak dari dua orang saudara sekandung laki-laki, apabila mereka itu adalah misan dan apabila pihak laki-laki lebih muda menurut ibunya daripada pihak wanita. Ada macam-macam perkawinan yang diperbolehkan, yakini ngarang wulu serta wayuh. Perkawinan ngarang wulu adalah suatu perkawinan seorang duda dengan seorang wanita salah satuadik dari almarhum istrinya. Jadi merupakan perkawinan sororat. Adapun wayuh itu adalah satu perkawinan lebih dari satu orang istri (poligami).
Masyarakat jawa masih membedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai negeri dan kaum terpelajar dengan wong cilik seperti petani, tukang dan pekerja kasar lainnya. Masyarakat jawa juga membadakan masyarakatnya menurut kriteria pemeluk agamanya, mereka biasanya membedakan orang santri dengan agama kejawen. Golongan yang kedua ini sebenarnya adalah orang yang percaya dengan ajaran islam, akan tepapi mereka tidak secara patuh menjalankan ajaran islam, misalnya tidak shalat, tidak puasa, dan tidak bercita-cita untuk naik haji. Lapisan yang tertinggi dalam desa adalah wong baku. Lapisan ini terdiri dari keturunan orang-orang yang dulu pertama-tama datang menetap di desa. Lapisan kedua dalam rangka sistem pelapisan sosial didesa adalah lapisan kuli gandok atau lindung. Mereka adalah orang laki-laki yang telah kawin, akan tetapi tidak punya tempat tinggal sendiri, sehingga terpaksa menetap ditempat kediaman mertuanya. Golongan lapisan ketiga adalah lapisan joko, sinoman atau bujangan. Mereka semua belum menikah dan masih tinggal bersama dengan orang tua sendiri atau ngenger di rumah orang lain. Secara administasif suatu desa dijawa biasanya disebut kelurahan dan dikepalai oleh seorang lurah. Dalam melakukan pekerjaan sehari-hari seorang kepala desa dengan pembantunya yang disebut pamong desamempunyai dua tugas pokok yaitu tugas kesejahteraan desa dan tugas keplisian untuk memelihara ketertiban desa. Luarh dipilih oleh penduduk desa sendiri dengan ketentuan yang berlaku bagi calon yang dipilih atau bagi calon yang memilih.
Agama islam umumnya berkembang dengan baik dikalangan masyarakat jawa. Hal ini tampak nyata pada bangunan-bangunan khusus untuk tempat beribadah orang yang beragama islam. Meski demikian, tidak semua orang beribadah menurut agama islam, karena ada dua paham, yakni islam santri dan islam kejawen. Orang santri adalah mereka yang menganut agama islam secara patuh dan teratur. Sedangkan orang islam kejawen, mereka tidak menjalankan shalat dan puasa, tapi mereka tetap percaya bahwa Allah itu ada dan tetap mengaku beragama islam. Kebanyakan orang jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia itu sudah diatur dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit mereka yang bersikap nerima, yaitu menyerahkan diri pada takdir. Inti pandangan alam pikiran mereka tentang kosmos tersebut, baik diri sendiri, kehidupan sendiri, maupun pikiran sendiri, telah tercakup didalam totalitas alam semesta atas kosmos tadi.
Orang jawa percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan di mana saja yang pernah dikenal, yaitu kasakten, kemudian arwah atau ruh leluhur, dan makhluk-makhluk halus seperti misalnya memedi, lelebut, tuyul, demit serta jin dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan masing-masing makhluk halus dapat mendatangkan sukses, kebahagiaan, ketentraman ataupun keselamatan. Tetapi sebaliknya bisa pula menimbulkan gangguan pikiran, kesehatan bahkan kematian. Maka bila mana seseorang ingin hidup tanpa menderita gangguan itu, ia harus berbuat sesuatu untuk mempengaruhi alam semesta dengan misalnya berprihatin, berpuasa, berpantang melakukan perbuatan serta makan makanan tertentu, berselamatan, dan bersaji.
Selamatan adalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah diberi do’a sebelum dibagi-bagikan. Selamatan itu tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi tersebut di atas, dan erat hubungannya dengan kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti mupun makhluk-makhluk tadi. Sebab hampir semua selamatan ditujukan untuk memperoleh keselamatan hidup dengan tidak ada gangguan apapun. Hal itu juga terlihat pada asal kata nama upacara itu sendiri, yakni kata selamatan. Upacara ini biasanya di pimpin oleh modin, yakni salah seorang pegawai masjid yang antara lain berkewajiban mengucapkan adzan. Ia dipanggil karena dianggap mahir membaca doa keselamatan dari dalam ayat Al-Qur’an.
Selamatan selalu ada dalam upacara tradisional adat jawa. Upacara tradisional adat jawa dilakukan demi mencapai ketentraman hidup lahir dan batin. Dengan mengadakan upacara tersebut, orang jawa memenuhi kebutuhan spiritualnya, “eling marang purwa duksima”. Kehidupan rohani orang jawa memang bersumber dari ajaran agama yang diberi hiasan budaya lokal. Oleh karena itu, orientasi keberagaman orang jawa senantiasa memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oelh nenek moyangnya. Disamping itu upacara tradisional dilakukan orang jawa dengan tujuan memperoleh solidaritas sosial, “lila lan legawa kanggo mulyaning negara”. Upacara tradisional juga menumbuhkan etos kerja kolektif yang tercermin dalam ungkapan gotong royong “nyambut gawe”. Dalam berbagai kesempatan, upacara tradisional memang dilaksanakan dengan melibatkan banyak orang. Mereka melakukan ritual ini dengan dipimpin oleh sesepuh dan pinisepuh masyarakat. Upacara tradisional juga berkaitan dengan lingkkungan hidup. Masyarakat jawa mempercayai bahwa lingkungan hidup itu perlu dilestarikan dengan cara ritual-ritual keagaman yang mengandung nilai kearifan lokal.
Inti budaya Jawa adalah: Harmoni (keselarasan). Keselamatan ditemukan di dalam harmoni. Sehingga kenduri disebut juga: slametan. Di dalam kenduri, orang sekampung berkumpul, dan berbagi makanan dari 'ambeng' yang sama: hubungan baik dipulihkan, harmoni kembali ditegakkan. Orang Jawa bukan saja merindukan harmoni dalam hubungan antar manusia tapi juga hubungan manusia dengan alam semesta, bahkan dengan roh-roh gaib yang tidak kelihatan: maka diberikanlah sesaji di tempat-tempat angker: sumur-sumur tua dan pohon-pohon besar. Mereka tidak bermaksud 'menyembah' roh-roh tersebut, tapi sekedar bermaksud memulihkan keselarasan dengan seluruh alam (termasuk dengan alam yang tidak kelihatan).
Upacara selamatan dapat digolongkan menjadi empat macam selamatan sesuai dengan peristiwa atau kejadian yang dialami manusia sehari-hari. Upacara tersebut antara lain:
a) Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, seperti hamil tujuh bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama, upacara menyentuh tanah pertama kali, upacara menusuk telinga, sunat, kematian, serta saat-saat setalah kematian. Upacara setelah kematian tersebut memiliki urutan:
• Sedekah surtanah atau geblak.
• Sedekah nelung dino
• Sedekah mitung dino
• Sedekah matang puluh dino
• Sedekah nyatus
• Sedekah mendak sepisan dan mendak pindo
• Sedekah nyewu atau sedekah nguwis-nguwisi
b) Selamatan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian, dan setelah panen padi.
c) Selamatan yang berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan besar islam.
d) Selamatan pada saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan kejadian-kejadian, seperti membuat perjalanan jauh, menempati rumah kediaman baru, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh dari sakit (kaul).
Selain diadakan selamatan masyarakat jawa juga menyiapkan sesajen. Ini adalah penyeraha sajian pada saat tertentudalam rangka kepercayaan terhadap makhluk halus, ditempat-tempat tertentu, seperti di bawah tiang rumah, di kolong jembatan dan di bawah pohon-pohon besar, di tepi sungai, serta tempat-tempat lain yang dianggap keramat dan angker. Sesajen merupakan ramuan dari tiga macam bunga (kembang telon), kemenyan, uang recehan dan kue apem, yang ditaruh didalam besek kecil atau bungkusan daun pisang. Ada sesajen yang dibuat setiap malam selasa kliwon dan jum’at kliwon. Sesaji ini sangat sederhana karena hanya terdiri dari tiga macam bunga yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi setengah air dan bersama-sama sebuah pelita ditempatkan di atas meja atau dikutug. Inipun ditujukan agar ruh-ruh tidak mengganggu ketentraman dan keselamatan dari para anggota seisi rumah. Erat berhubungan dengan kepercayaan denga makhluk halus ini adalah upacara sesaji panyadran agung, yang masih tetap diadakan tiap tahun oleh keluarga kraton yogyakarta bertepatan dengan hari Maulud Nabi S.A.W atau yang disebut grebeg mulud.
Adapun kepercayaan pada kekuatan sakti (kasekten), itu banyak ditujukan pada benda-benda pusaka, keris atau alat-alat seni suara jawa (gamelan). Bahkan juga kepada jenis burung tertentu (perkutut), kendaraan istana (kereta Nyai Jimat dan Garuda Yeksa), serta kepada tokoh raksasa Batara Kala. Khususnya untuk macam kendaraan yang berasal dari istana itu, setiap setahun sekali bertepatan pada hari jum’at kliwon dalam bualn suro, dibersihkan suatu upacara siraman. Upacara tradisi dari keluarga keraton ini, dalam lingkungan istana (Ratawijaya) secara terbuka. Oleh kalangan masyarakat jawa, air bekas siraman tersebut dapat memberi berkah. Sedangkan tokoh raksasa Batara Kala tadi adalah raksasa yag mempunyai kekuatan sakti yang dapat mendatangkanbencana pada benda-benda maupun manusia.
Upacara Nyadran (Bersih Desa)
Nyadran adalah semacam kenduri juga yang biasa diadakan di tempat keramat. Upacara ini diadakan setahun sekali sebelum bulan ramadhan tiba. Upacara ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat atas semua berkah yang telah diterima dan sebagai upacara penyambutan bulan ramadhan. Setahun sekali pada peringatan hari bersih desa (sedekah bumi) atau nyadran, orang-orang membawa ayam ingkung lengkap dengan nasi dan lauk-pauknya ke Punden. Di sana mereka akan saling berbagi, dan dengan demikian memulihkan harmoni (keselarasan) hubungan manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam semesta, bahkan manusia dengan roh-roh gaib yang tidak kelihatan. Nyadran juga memberikan contoh kepada manusia, khususnya generasi muda agar mereka menyadari perannya yang mempunyai tanggung jawab dan kewajiban untuk selalu menghormati para leluhur atau orang tuanya, baik yang masih ada ataupun sudah tiada. Tujuan dari penyelenggaraan upacara ini adalah sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Agung karena masyarakat telah diberi keselamatan selama satu tahun dan juga permohonan akan keselamatan dan kesejahteraan pada tahun-tahun yang akan datang semoga tidak terdapat bencana atau aral melintang yang berat. Bersih Desa atau Nyadran ini diawali dengan berbagai macam persiapan. Diantaranya adalah dengan melaksanakan kerja bakti di lingkungan masing-masing warga. Kemudian juga dilakukan pembenahan jalan-jalan dan gang-gang kampung agar tampak lebih bersih dan rapi. Di samping itu, juga dipersiapkan arena kesenian yang akan digelar pada saat yang bersamaan dengan upacara Bersih Desa. Upacara Nyadran mempunyai urut-urutan tata cara sebagai berikut:
• Tahap Besik , yaitu rangkaian kegiatan yang berupa membersihkan kuburan, halaman makam dan merehab supaya tampak bersih. Hal ini dikerjakan secara bersama-sama (gotong rotong) oleh masyarakat atau keluarga terutama yang mempunyai ikatan kekerabatan terhadap leluhur atau orang yang dimakamkan di pekuburan itu. Pelaksanaannya menggunakan sesaji yang sederhana.
• Tahap puncak upacara Nyadran yang diatur sedemikian rupa dengan disertai sesaji yang lebih lengkap.
Upacara Nyadran juga menggunakan sarana atau sesaji yang juga disesuaikan dengan tempat, waktu, kebutuhan, dan pelaku. Sesaji memegang peranan penting karena merupakan sarana penghantar doa manusia kepada Tuhan. Sesaji itu biasanya berupa:
• Nasi Gurih atau nasi udug, sebagai persembahan kepada para leluhur,
• Ingkung, sebagai lambang manusia ketika masih bayi dan sebagai lambang kepasrahan pada Yang Maha Agung,
• Jajan Pasar, sebagai lambang agar masyarakat mendapat berkah,
• Pisang Raja, sebagai lambang harapan agar mendapat kemuliaan dalam masa kehidupan,
• Nasi Ambengan (biasanya memakai lauk telur, mie goreng, kering tempe dan kulupan), sebagai ungkapan syukur atas rezeki dari Yang Maha Agung,
• Jenang, berupa jenang merah putih (lambang bapak dan ibu) dan jenang palang (penolak marabahaya),
• Tumpeng, sebagai lambang penghormatan pada Yang Maha Agung dan lambang penghormatan pada leluhur.
Namun ada versi lain yang berbicara mengenai tradisi nyadran tersebut. Nyadran adalah ziarah kubur untuk mengingatkan manusia kepada asal-usulnya (sangkan paraning dumadi) yaitu para leluhur. Nyadran di awali dengan membersihkah makam dan sekitarnya dari rerumputan liar dan sampah lalu membacakan tahlil dan yasin berdoa pada Tuhan agar mereka yang telah tiada senantiasa mendapat rahmat dari Gusti Allah SWT.
Nyadran sendiri berasal dari kata “sradha”, yang merupakan tradisi yang diawali oleh Ratu Tribuana Tunggadewi, raja ketiga Majapahit. Pada jaman itu Kanjeng Ratu ingin melakukan doa kepada sang ibunda Ratu Gayatri, dan roh nenek moyangnya yang telah diperabukan di Candi Jabo. Untuk keperluan itu dipersiapkanlah aneka rupa sajian untuk didermakan kepada para dewa. Sepeninggal Ratu Tribuana Tunggadewi, tradisi ini dilanjutkan juga oleh Prabu Hayam Wuruk.
Di masa penyebaran agama islam oleh Wali Songo, tradisi tersebut kemudian diadopsi menjadi upacara nyadran karena bertujuan untuk mendoakan orang tua di alam baka. Sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadist, bahwasanya ketika seseorang telah meninggal dunia dan berada di alam barzah, maka semua amal kebaikan di dunia menjadi terputus kecuali tiga hal, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang sholeh. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban anak dan cucu untuk senantiasa mendoakan arwah leluhurnya yang telah meninggal. Hanya saja sajian yang dibuat tidak lagi diperuntukkan bagi para dewa, tetapi sebagai sarana sedekah kepada kaum miskin. Pada acara nyadran, berbagai macam bunga ditaburkan di atas makam orang-orang yang mereka kita cintai, oleh karena itu nyadran juga disebut nyekar ( sekar = bunga). Keindahan dan keharuman bunga menjadi simbol untuk selalu mengenang semua yang indah dan yang baik dari mereka yang telah mendahului.
Wayang Krucil
Wayang Krucil dibuat dari kayu Mentaos berbentuk pipih. Mula-mula, kayu dipotong dan dibuat papan agak tebal. Setelah itu, papan kayu diberi gambar, diukir dan diberi cat sesuai tokoh wayang yang akan dibuat. Meskipun bentuknya pipih, Wayang Krucil berbeda dengan Wayang Kulit. Pada Wayang Krucil, memiliki ketebalan 2 -3 Centimeter, sedang Wayang Kulit sekitar 3 milimeter. Bentuk Wayang Krucil mengarah kebentuk tiga demensi. Karena itu, karakter tokoh-tokoh pada Wayang Krucil terkesan lebih bernyawa dibanding wayang kulit. Berbeda dengan wayang lainnya, wayang krucil memiliki gagang yang terbuat dari kelanjutan bahannya. Wayang krucil, konon pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya. Cerita yang di mainkan adalah cerita Wayang Purwa, cerita Menak, dan Damarwulan. Wayang Krucil bisa disebut juga "Wayang Klithik", karena saat dimainkan terdengar bunyi klithak-klithik yang ditimbulkan dari benturan pada kayu bahan dasar wayang Krucil. Lakon-lakon yang dimainkan pun berbeda dengan Wayang Purwa. Misalnya Lakon Menak, Amir Amza, dan Baginda Brahim, yang berasal dari Timur tengah. Ada juga lakon Majapahitan, seperti Jumeneng Dewi Kencanawungu, Menak jingga, dan Damarwulan. Tak jarang lakon-lakon itu diambil dari legenda masyarakat sekitar, seperti Sunan Bonang, Nogososro Sabuk Inten, Brandalan Diponegoro, dan Maling Genthiri. Gamelan terdiri atas gong, Kenong, Gambang, Kendang, dan Saren. Tokoh yang selalu muncul dalam cerita Wayang Krucil yaitu Bletik dan Jemblung, kedua tokoh tersebut muncul di saat konflik atau gara-gara. Mereka berperan seperti Punakawan, yaitu mereka mengajak berdialog atau bergurau penonton, mengkritisi persoalan hidup. Dan tak jarang mereka menyampaikan nilai-nilai agama dan pesan-pesan politik. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). Namun, ada kalanya wayang krucil menggunakan gendhing-gendhing besar, seperti wayang krucil keraton Surakarta yang seluruh badannya terbuat dari kulit. Jumlah Wayang Krucil ada 73 Buah (1 set Lengkap) di sertai dengan Gamelan.
Pertunjukan wayang krucil dalam ritual Bersih Desa merupakan bentuk karya seni budaya nenek moyang yang secara budaya merupakan sinkritisme dari system religi, kepercayaan, dan adat istiadat. Proses ritual di dalam Bersih Desa merupakan bentuk system religi dan kepercayaan. Upacara ritual bersih desa sebagai bentuk religi ini masih dikembangkan sampai sekarang. Di sebagian desa Wayang Krucil dianggap sebagai bagian dari keberadaan desa sehingga berlangsung turun-temurun dan dianggap sakral, sehingga harus selalu dipentaskan dalam upacara bersih desa setahun sekali. Kesakralan dan malati Wayang Krucil terwujud dalam bentuk pagelaran yang harus disertai sesajen khusus. Fungsi pertunjukan wayang krucil bagi masyarakat meliputi fungsi ritual, sosial, dan estetis. Fungsi-fungsi pada dasarnya sebagai jaringan interaksi sosial adanya rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan, rasa solidaritas yang tinggi, dalam hidup di masyarakat. Sedangkan makna yang dapat diambil dari pertunjukan wayang krucil adalah makna estetis, makna spiritual, makna sosio-kultural, dan makna kesejahteraan.
Setting Lingkungan Sosial
Keadaan Geografis dan Potensi Kabupaten Ngawi
Ngawi adalah sebuah kabupaten yang berada di wilayah propinsi Jawa Timur. Kabupaten Ngawi berbatasan dengan kabupaten-kabupaten tetangga, antara lain:
• Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Blora
• Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Magetan
• Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Madiun dan kabupaten Bojonegoro
• Sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sragen dan kabupaten Karang Anyar
Kabupaten Ngawi memiliki potensi yang lumayan besar, terutama dibidang pertanian. Potensi tersebut antara lain:
A. PERTANIAN
1. Produksi tanaman pangan yang menonjol adalah sebagai berikut:
• Padi, dengan luas lahan 95.386 ha, produksi per tahun sebesar 559.438,89 ton
• Jagung, dengan luas lahan 10.254 ha,produksi per tahun sebesar44.779,22 ton
• Ubi Jalar, dengan luas lahan 8.211 ha,produksi per tahun sebesar 130.357,84 ton
• Kedele, dengan luas Iahanl4.884 ha,produksi per tahun sebesar 2l .388,31 ton
2. Produksi Hortikultura yang menonjol antara lain:
a. Sayur-sayuran
• Bawang Merah, dengan luas lahan 1116 ha, produksi per tahunsebesar 972,54 ton
b. Buah—buahan
• Mangga, dengan jumlah tanaman yang menghasilkan 249.612 pohon, produksi per tahun sebesar 12. 730,21 ton
• Pisang, dengan jumlah tanaman yang menghasilkan 909.724 pohon, produksi per tahun sebesar 12. 890,79 ton
c. Tanaman Obat- obatan
• Wijen, dengan luas lahan 350 ha, produksi per tahun sebesar 400 ton
• Empon — empon, dengan luas lahan 338,9, produksi per tahun 2.470 ton
B. PERIKANAN
Produksi perikanan yang menonjol antara lain:
a. Penangkapan
• Perairan Umum, rata — rata produksi per tahun 488,930 ton
b. Budidaya
• Kolam,rata—rataproduksipertahun 671,l6Oton
• Karamba rata — rata produksi pertahun 58,515 ton.
C. PETERNAKAN
a. Produksi peternakan yang menonjol antara lain:
• Sapi potong, populasinya sebesar45.731 ekor
• Kerbau, populasinya sebesar2.236 ekor
• Kuda, populasinya sebesar 119 ekor
• Kambing, populasinya sebesar53.931 ekor
• Domba, populasinya sebesar33.899 ekor
• Babi, populasinya sebesar 1 .021 ekor
• Ayam Buras. populasinya sebesar 1.084.414 ekor
• Ayam Petelor, popuasinya sebesar95.300 ekor
• Ayam Pedaging, populasinya sebesar 121.901 ekor
• Itik, populasinya sebesar35.921 ekor
b. Produksi hasil peternakan yang menonjol antara lain:
• Daging, produksi pertahun sebesarll.556 ton
• Telur, produksi per tahun sebesar 1 .241 Ton
D. PERKEBUNAN
Produksi perkebunan yang menonjol antara lain:
• Kakao, dengan luas lahan 600 ha, produksi per tahun sebesar 666 ton
• Cengkeh, dengan luas lahan 749,2 ha, produksi per tahun sebesar 310 ton
• Tebu, dengan luas lahan 3.211,88 ha, produksi per tahun sebesar 850 ton
• Tembakau, dengan luas lahan 2.025 har produksi per tahun 575 ton
Keadaan Geografis Desa Kedung Putri
Desa Kedung Putri adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Desa ini diketuai oleh seorang kepala desa. Keadaan geografis desa ini tergolong subur. Mayoritas warga desa ini bermata pencaharian sebagai petani. Desa kedung putri terbagi mejadi beberapa dusunyang tiap dusunnya dipimpin oleh seorang ketua RT. Dusun tersebut antara lain:
• Dusun Krajan
• Dusun Kesongo
• Dusun Kedung Maron
• Dusun Ngisor
Desa Kedung Putri dibatasi oleh desa-desa tetangga, antara lain:
• Sebelah utara berbatasan dengan desa Tempuran
• Sebelah selatan berbatasan dengan desa Guyung
• Sebelah timur berbatasan dengan desa Tepas
• Sebelah barat berbatasan dengan desa Semen
Sebagian besar masyarakat desa Kedung Putri mengandalkan hidup mereka pada hasil pertanian. karena sebagian dari mereka mempunyai tanah garapan yang cukup luas. Tanah tersebut biasanya ditanami padi, tapi ada juga tanah warga yang ditanami tanaman melon. Mereka dapat memanen hasil tanah mereka tiga kali dalam satu tahun. Hasil dari panen tersebut sebagian dijual dan sebagian lagi disimpan untuk cadangan makanan mereka. Desa Kedung Putri sudah menetapkan uang sebagai alat pembayaran yang sah, namun juga tidak jarang diantara mereka yang menetapkan system barter (tukar menukar antara barang dengan barang) dalam transaksi mereka. Karena nereka dapat menuai hasil panen mereka selama setahun tiga kali, maka setiap tahunnya masyarakat desa Kedung Putri selalu mengadakan seatu acara sedekah bumi yang diramaikan dengan pertunjukan wayang krucil. Pertunjukan tersebut selalu diadakan setelah upacara selamatan yang diadakan di pagi harinya, kemudian setelah selesai upacara selamatan barulah pertunjukan wayang krucil diadakan.
Gambaran Latar Belakang Sosial Obyek
Dusun Ngisor desa Kedung Putri merupakan suatu daerah yang secara geografis kurang strategis. Hal ini dapat dilihat dari letaknya yang jauh dari kota kecamatan dan minimnya sarana untuk menuju ke kota. Namun, walaupun begitu dusun Ngisor unggul dalam hasil pertaniannya. Berbagai hasil pertanian mulai dari padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kedelai, melon, dll banyak terdapat di dusun ini. Dalam satu tahun masyarakat dusun Ngisor dapat memanen hasil pertaniannya tiga kali. Maka dari itu masyarakat dusun Ngisor selalu berterimakasih atas apa yang telah didapatnya dengan cara mengadakan upacara bersih desa atau upacara sedekah bumi atau nyadran yang diadakan setiap tahun sekali, setiap bulan Ruwah atau bulan Sya’ban dan selalu bertepatan dengan hari Jum’at Pahing. Masyarakat dusun Ngisor memilih hari Jum’at Pahing karena pada hari itu adalah hari kelahiran Mbah Jayeng (orang yang melakukan babad desa kedung putri atau orang pertama yang menempati desa Kedung Putri). Dan berbicara mengenai kesenian wayang krucil yang selalu dipentaskan setiap kali masyarakat dusun Ngisor mengadakan upacara nyadran adalah karena mayoritas masyarakat dusun Ngisor percaya bahwa kesenian wayang krucil adalah salah satu kesenian yang paling disukai oleh mbah Jayeng.
Sehubungan dengan desa Kedung Putri, ada sejarah yang cukup menarik mengenai asal muasal terjadinya desa Kedung Putri. Kata “Kedung Putri” berasal dari dua gabungan kata yakni “kedung” yang berarti bagian sungai yang sangat dalam dan “putri” yang mempunyai arti seorang wanita cantik keturunan raja atau seorang wanita anak raja. Dinamakan desa Kedung Putri karena menurut mitos, jaman dulu ada seorang putri raja yang dikejar oleh seorang pangeran jahat yang hendak mempersuntingnya, namun sang putri tidak mau menerima pinangan sang pangeran. Kemudian sang putri melarikan diri dan menceburkan diri ke dalam sungai yang dalam “kedung” dan setelah itu sang putri tidak diketahui keberadaannya. Demikian pula dengan kata “ngisor” yang dalam bahas jawa berarti bawah atau yang berada di bawah. Jadi ngisor adalah bagian kedung yang berada dibawah.
Gambaran Tentang Fenomena yang Terjadi
Upacara nyadran yang diadakan setiap tahun oleh masyarakat dusun Ngisor adalah sebagai salah satu bentuk rasa syukur masyarakat atas apa yang telah diperolehnya selama setahun. Upacara ini juga mempunyai maksud dan tujuan untuk mengusir bala (mala petaka) yang melanda desa. Upacara ini diadakan disebuah tempat keramat yang dinamakan “punden” yang berada di bagian timur dusun. Upacara ini diawali dengan acara selamatan yang dipimpin oleh seorang modin. Lalu setelah pak modin selesai membaca do’a acara dilanjutkan dengan bagi-bagi berkat, pembagian berkat ini berupa tukar menukar ambeng (makanan yang umumnya terdiri dari nasi kuning, telur dadar, ayam, mie goreng, dan kering yang diletakkan dalam “encek” yaitu sebuah nampan atau wadah dari pelepah pohon pisang yang dibentuk persegi) yang tadinya sudah dibawa oleh warga. Dan setelah acara pembagian ambeng selesai acara kemudian dilanjutkan dengan pementasan wayang krucil. Lakon yang biasanya dibawakan pada acara ini adalah kisah Damarwulan dan Menakjinggo. Namun sekarang karena perkembangan zaman judul dari pagelaran wayang krucil tersebut bisa bervariasi, tergantung dari kreativitas dalang dalam mengambil tema atau judul dari pagelaran wayang tersebut. Dalam memilih tema dalang biasanya mengambil topik yang sedang menjadi pembahasan hangat kaum mayoritas, misalnya saja jika ada topik yang sedang in (menjadi bahan yang hangat untuk dibicarakan) adalah masalah korupsi bank century, maka dalang dengan kreativitasnya akan memainkan lakon dengan tema yang senada, namun dengan penyesuaian karakter watak wayang. Maka dari pagelaran tersebut secara tidak langsung masyarakat dapat mengambil hikmah ataupun ajaran-ajaran tentang apa itu korupsi ataupun tentang hal lain sesuai dengan lakon yang dimainkan oleh dalang. Setelah pagelaran wayang tersebut selesai biasanya acara dilanjutkan dengan pagelaran finansial masyarakat dusun Ngisor.
Bentuk Upacara Adat
Upacara adat ‘bersih desa’ oleh masyarakat dusun Ngisor dilaksanakan pada hari Jum’at Pahing setiap tahun satu kali. Biasanya dilaksanakan pada bulan Ruwah pada perhitungan jawa atau Sya’ban pada perhitungan komariyah. Upacara ini juga sebagai perwujudan atas rasa syukur atas datangnya bulan ramadhan. Upacara ini dimulai dengan membersihkan desa dan jalan-jalan desa secara bergotong-royong. Setelah acara pembersihan desa selesai kaum laki-laki mempersiapkan peralatan yang diperlukan untuk pertunjukan wayang, sedangkan para ibu-ibu memasak sesajen untuk selamatan. Laki-laki mengambil gamelan yang disimpan dirumah tetua adat, dan juga mengambil kotak yang berisi wayang krucil. Perlu diketahui bahwa kotak yang berisi wayang tersebut harus diangkat dengan tenaga menusia, apabila kotak tersebut diangkat dengan tenaga mesin maka kotak wayang tersebut akan kembali ke tempat semula. Masyarakat dusun Ngisor percaya bahwa wayang krucil tersebut masih mempunyai kekuatan mistik. Setelah selesai pertunjukan wayang krucil tersebut harus segera dikembalikan ke tempatnya dan juga harus diselimuti kain mori (kain kafan). Setiap pekan sekali kain mori tersebut harus diganti, tidak harus dengan kain mori yang baru, tapi harus dengan kain mori yang bersih.
Setelah semua persiapan yang dilakukan oleh para laki-laki selesai, ibu-ibu atau anaknya mengantarkan ambeng (sesajen yang ditempatkan di wadah yang terbuat dari pelepah pohon pisang berbentuk persegi). Sebelum pertunjukan wayang dilaksanakanm terlebih dahulu diadakan acara selamatan ‘tolak bala’ yang dipimpin oleh seorang tetua dusun. Sesajen tersebut dipersembahkan untuk Yang Maha Agung atas limpahan rahmat dan juga berkah yang telah dilimpahkan selama setahun yang lalu. Kemudian, setelah acara selamatan selesai, barulah pertunjukan wayang krucil digelar dengan lakon yang sedang menjadi pembicaraan hangat warga dusun. Pementasan wayang krucil menjadi adat turun temurun warga dusun Ngisor saat bersih desa karena dipercaya bahwa Mbah Jayeng (danyang dusun Ngisor) suka dengan kesenian wayang krucil. Dan apabila pada saat bersih desa warga tidak mementaskan wayang krucil maka Mbah Jayeng akan marah dan desa akan mendapat bencana atau desa akan dilanda penyakit yang membahayakan. Setelah pertunjukan tersebut selesai biasanya acara dilanjutkan dengan ketoprak pada malam harinya. Tetapi karena masalah finansial warga dusun Ngisor acara selesai pada saat pertunjukan wayang tersebut selesai, tapi kadang acara juga dilanjutkan dengan pementasan reog yang royaltinya lebih sedikit dari pada pementasan ketoprak.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Dusun Ngisor adalah sebuah dusun yang terletak di desa Kedung Putri. Desa Kedung Putri itu sendiri terbagi menjadi beberapa dusun yang biasanya dipisahkan sebuah gapura atau tugu pembatas. Keadaan goegrafis dusun Ngisor sangat berpotensi untuk bidang pertanian. Oleh karena itu mayoritas warga dusun Ngisor bermata pencaharian sebagai petani. Rata-rata keadaan ekonomi dusun Ngisor adalah menengah kebawah. Tetapi, walaupun begitu setiap warga masyarakat tetap bersyukur atas apa yang telah diperolehnya. Wujud rasa syukur itu dapat berupa tetap bekerja penuh semangat untuk memenuhi kebutuhannya serta dengan mengadakan upacara bersih desa atau upacara sedekah bumi yang diadakan setiap tahun sekali menjelang bulan ramadhan tiba. Upacar tersebut selalu diadakan oleh masyarakat dusun Kedung Putri selain sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat Allah juga diadakan sebagai bentuk rasa hormat kepada Mbah Jayeng yang dipercaya sebagai orang pertama yang melakukan babad dusun kedung putri.
Upacara sedekah bumi yang diadakan pada hari Jum’at Pahing pada perhitungan pasaran jawa dan pada bulan Sya’ban atau Ruwah juga menjadi suatu rutinitas yang setiap tahun diadakan untuk menyambut datangnya bulan ramadhan. Sehari sebelum diadakan upacara bersih desa semua warga masyarakat mengadakan acara gotong royong membersihkan dusun. Lalu setelah dusun dirasa sudah bersih pada hari berikutnya mereka akan melekukan upacara bersih desa. Pada upacara terebut semua masyarakat berbondong-bondong datang ke punden dengan membawa ambengan yang ditempatkan diencek (wadah berbentuk persegi yang terbuat dari pelepah pohin pisang). Ambengan tersebut berupa nasi gurih, lauk pauk dan juga ketan putih. Kemudian mereka melakukan selamatan yang dipimpin oleh seorang sesepuh dusun (orang yang dituakan di dusun tersebut). Biasanya pemimpin upacara tersebut adalah ornag yang sering menjadi modin saat acara kenduri. Jika semua warga sudah berkumpul dan ambengan dikumpulkan modin mengucapkan ujub-ujub (kata-kata mantra yang berupa do’a). Kemudian setelah itu warga bertukar ambengan yang sudah dido’akan oleh modin tadi. Ada juga warga yang membawa kembang sekar untuk disekarkan di makam Mbah Jayeng.
Acara tersebut tidak selesai begitu saja. Tapi acara masih akan dilanjutkan dengan pementasan wayang krucil yang menjadi ciri khas upacara bersih desa dusun Ngisor. Wayang krucil akan ditampilkan oleh seorang dalang yang tadi menjadi modin pada saat acara selamatan.biasanya warga yang antusias dengan pertunjukan tersebut adalah dari golongan orang tua. Kata mereka, dengan melihat pertunjukan tersebut mereka dapat bernostalgia mengenang masa mudanya. Kebanyakan kaum yang lebih muda menyukai acara setelah pertunjukanwayang krucil selesai. Setelah pertunukan wayang tersebut selesai biasanya ada pertunjukan reog yang diarak keliling kampung. Meskipun reog bukan kesenian asli warga dusun Ngisor tapi mereka mementaskan pagelaran reog tersebut sebagai bentuk upaya pelestarian budaya. Kaum yang lebih muda ;ebi suka dengan pertunjukan reog ini karena dianggap lebih rancak dan dirasa lebih bersemangat. Namun, meski demikian mereka tetap mementaskan pertunjuukan wayang krucil setiap ada upacara sedekah bumi juga sebagai bentuk rasa hormat mereka kepada leluhur mereka yang selalu mementaskan wayang krucil pada setiap upacara sedekah bumi. Jenis upacara seperti ini perlu dilestarikan karena akan menopang budaya nasional yang kian lama kian terkikis oleh adanya pengaruh budaya barat yang menghilangkan identitas bangsa kita. Dan juga sebagai alat untuk melestarikan budaya Indonesia agar budaya kita tidak diakui oleh bangsa lain.
DAFTAR PUSTAKA
Jatman, Darmanto. 1993. Sekitar Masalah Kebudayaan. Bandung: Alumni.
Kaplan, David. 1999. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keesing, Roger. 1999. Antropologi Budaya. Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Purwadi. 2005. Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saifuddin, Achmad Fedyani. 2005. Antropologi Kontemporer Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Swartz, Marc J and Jordan, David K. 1976. Anthropology Perspective on Humanity. Canada. ISBN 0-471-83869-1
Widagdho, Djoko. 1991. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Yahya. tanpa tahun. Hand Book of Antropology (tidak diterbitkan).
Referensi tambahan:
http://www.scribd.com/doc/19756481/BAB-2-Definisi-Budaya (10 April 2010 15:33)
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya (10 April 2010 15:35)
http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/definisi-kebudayaan-menurut-para-ahli/ (10 April 2010 15:36)
http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/apakah-budaya.html (10 April 2010 15:40)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar